Menkominfo: Kreativitas di Ruang Digital Didukung, tapi Hukum Tetap Harus Ditaati
Menteri Komunikasi dan Informatika Johny G Plate menepis tudingan pemerintah tidak mendukung kreativitas digital. Kewajiban penyelenggara sistem elektronik mendaftarkan diri, menurut dia, adalah agar taat hukum.
Oleh
NINA SUSILO
·4 menit baca
KOMPAS/NINA SUSILO
Johny G Plate Menteri Komunikasi dan Informatika.
JAKARTA, KOMPAS — Kewajiban setiap perusahaan teknologi untuk mendaftarkan diri sebagai penyelenggara sistem elektronik atau PSE adalah bentuk penegakan kedaulatan digital dan mendorong kepastian hukum di Indonesia. Semua penyelenggara platform digital, baik lokal maupun internasional, perlu menaatinya.
Menteri Komunikasi dan Informatika Johny G Plate menepis tudingan bahwa pemerintah tidak mendukung kreativitas digital. ”Kami memberikan dukungan kuat untuk kreativitas digital, inovasi-inovasi digital, bahkan untuk game. Di (Kementerian) Kominfo ada program IDGX, itu program pengembangan games, Indonesia Game Developer Exchange,” tuturnya kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (2/8/2022).
Ia menyampaikan, harapannya Indonesia tidak hanya menjadi konsumen berbagai produk digital asing, tetapi kreativitas dan inovasi nasional juga bisa terus dikembangkan. Meski demikian, platform digital, baik lokal maupun internasional, tetap harus taat terhadap hukum dan peraturan di Indonesia.
Johny menjanjikan Kemenkominfo akan membantu setiap penyelenggara sistem elektronik yang mengalami masalah dalam pendaftaran PSE. ”Ini semata-mata soal administrasi pendaftaran, bukan konten dan substansinya,” ujarnya.
Untuk konten dan substansi, regulasi yang digunakan adalah PP Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. Adapun pendaftaran bagi PSE mengikuti Peraturan Menkominfo Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat.
Pendaftaran PSE ini, tegas Johny, sebetulnya penegakan kedaulatan digital dan penegakan kepastian hukum di Indonesia. Namun, pemblokiran kepada para perusahaan elektronik, seperti Paypal dan penyelenggara permainan daring seperti Steam memicu kritik di dunia maya.
Kritik ini tampak dari petisi bertagar #ProtesNetizen yang ditandatangani 11.478 warga di laman s.id/protesnetizen. Tagar #BlokirKominfo juga sempat trending pada 30 Juli 2022. Pemblokiran PSE dinilai mematikan mata pencarian serta kebebasan berekspresi para pembuat konten dan komunitas e-sport lokal. Publik juga membandingkan platform judi daring yang tidak diblokir (Kompas, 2 Agustus 2022).
KOMPAS
Kementerian Komunikasi dan Informatika ancam blokir perusahaan aplikasi Whatsapp, Instagram, Facebook, dan Google. Menteri Komunikasi dan Informatika Johny G Plate menyebut pemblokiran dilakukan jika perusahaan teknologi itu tidak mendaftar sebagai penyelenggara sistem elektronik atau PSE lingkup privat, selambatnya 20 Juli 2022.
Judi daring diblokir
Menurut Johny, untuk platform-platform daring seperti Paypal dan Steam, normalisasi sudah dilakukan dengan asistensi dan komunikasi bersama Kedutaan Besar Amerika Serikat. ”Mudah-mudahan pendaftarannya segera dilakukan karena pendaftarannya sangat sederhana,” katanya.
Meski demikian, dua PSE permainan daring, seperti Epic Game, diakui belum ditemukan.
Adapun perjudian daring, kata Johny, akan terus diblokir. ”Dari tahun 2018, sudah lebih dari setengah juta akun perjudian di-take down atau diblokir. Setiap hari pun kami melakukan surveilans atau patroli siber untuk pembersihan,” tambahnya.
Adapun perjudian daring, kata Johny, akan terus diblokir.
Saat ini, lanjutnya, beberapa situs judi daring bahkan mendaftar sebagai PSE. Namun, semuanya diverifikasi terlebih dahulu. Johnny menjanjikan klarifikasi situs-situs judi daring yang mendaftar sebagai PSE ini akan rampung dalam satu atau dua hari.
Apabila situs itu terbukti sebagai situs judi daring, akan dilakukan pemblokiran. ”Tidak ada ruangnya di Indonesia (untuk judi daring) dan itu harus di-take down,” tambahnya.
KOMPAS
Kebijakan Kementerian Komunikasi dan Informatika yang memblokir penyedia layanan sistem elektronik menuai banyak kritik dari masyarakat.
Niat pemerintah dalam menegakkan kedaulatan digital, menurut mahasiswa Magister Computer Science Technische Universitat Kaiserslautern, Jerman, Ahmad Mustafid, semestinya didukung. Kedaulatan digital penting karena negara perlu memiliki kemampuan untuk memeriksa dan mengoreksi setiap penyimpangan yang terjadi di dalam ekosistem digital.
Dalam tulisannya di kolom Opini di harian Kompas, 2 Agustus 2022, Mustafid menjelaskan, dengan pendaftaran PSE, pengawasan dan perlindungan konsumen bisa dilakukan, bukan mengekang kebebasan berekspresi. Selain itu, negara jugabisa menarik pajak pada PSE lingkup privat.
Apabila pemerintah serius melindungi masyarakat, semestinya pemerintah juga segera menyelesaikan RUU Perlindungan Data Pribadi dengan DPR serta memastikan independensi otoritas perlindungan data pribadi.
Namun, menurut Mustafid, apabila pemerintah serius melindungi masyarakat, semestinya pemerintah juga segera menyelesaikan RUU Perlindungan Data Pribadi dengan DPR dan memastikan independensi otoritas perlindungan data pribadi. Privasi masyarakat juga perlu dijaga dengan baik. Teknis pendaftaran PSE juga perlu diperbaiki. Adapun Permenkominfo Nomor 5 tahun 2020 yang dinilai mengancam kebebasan berekspresi, baik pers maupun warga, dalam dunia digital perlu direvisi.
Sementara itu, peneliti bidang hukum The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), Hemi Lavour Febrinandez, menilai, protes publik yang dilayangkan kepada Kemenkominfo akibat pemblokiran terhadap beberapa situs tersebut merupakan kegagalan kementerian itu melakukan tata kelola hukum digital di Indonesia.
”Pada kasus ini, kita dapat melihat bahwa negara melalui (Kementerian) Kominfo seakan ingin menunjukkan taringnya kepada big tech companies bahwa Indonesia tidak akan takut untuk menjatuhkan sanksi ketika mereka tidak mengikuti aturan main yang ada di Indonesia,” kata Hemi.
KOMPAS/PRIYOMBODO (PRI)
Gerai makanan menerima pembayaran uang elektronik yang disediakan oleh sejumlah penyelenggara sistem elektronik, di pusat perbelanjaan di kawasan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Jumat (29/11/2019).
Namun, penerapan regulasi yang dilakukan secara serampangan menimbulkan dampak sosial. Menurut dia, hal ini yang tidak diantisipasi. Padahal, sebelumnya, beberapa kelompok masyarakat sipil, termasuk The Indonesian Institute, telah mengingatkan bahwa terdapat permasalahan mendasar pada Permenkominfo No 5/2020.
Beberapa aturan di Permenkominfo No 5/2020 dinilai dapat mengancam kebebasan sipil di ruang digital. Pasal 9 Ayat (4), misalnya, melarang PSE lingkup privat untuk menayangkan konten dengan muatan meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum. Frasa meresahkan masyarakat dapat ditafsirkan secara bebas dan rentan digunakan untuk melakukan kriminalisasi terhadap individu dankelompok yang vokal mengkritik pemerintah. Selain itu, frasa yang sama tidak ada dalam UU ITE yang merupakan aturan induk lahirnya Permenkominfo itu.
”Dapat diartikan keberadaan aturan ini merupakan hal yang mengada-ada,” tambah Hemi.