Menko Polhukam: Hasil Otopsi Ulang Brigadir J Bisa Dibuka ke Publik
Menko Polhukam Mahfud MD menyatakan, hasil hasil otopsi ulang terhadap jenazah Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat bisa dibuka ke publik.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hasil otopsi ulang jenazah Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat, menurut Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, bisa dibuka kepada publik untuk transparansi penanganan kasus. Dorongan untuk membuka hasil otopsi ulang itu muncul karena diduga ada kejanggalan dalam penanganan kasus kematian Nofriansyah.
Tim khusus Kepolisian Negara Republik Indonesia masih bergerak secara simultan untuk melanjutkan pemeriksaan saksi dan bukti-bukti dalam kasus polisi tembak polisi. Salah satunya adalah dengan menggelar otopsi ulang jenazah Nofriansyah yang dimulai pada Rabu (27/7/2022) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sungai Bahar, Jambi.
Otopsi melibatkan sejumlah dokter yang tergabung dalam Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia (PDFI). Ketua Umum PDFI Ade Firmansyah Sugiharto yang juga ketua tim dokter forensik otopsi ulang mengatakan tim mengumpulkan sejumlah temuan, di antaranya beberapa luka pada tubuh Nofriansyah. Temuan akan dilanjutkan dengan pemeriksaan mikroskopis di Laboratorium Patologi Anatomi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Proses uji mikroskopis itu diperkirakan memakan waktu 2-4 minggu. Setelah itu, dilanjutkan dengan proses interpretasi yang totalnya memakan waktu 4-8 minggu (Kompas.id, 29 Juli 2022).
Mahfud MD, Jumat (29/7/2022), mengatakan, arahan Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo agar perkara ini dibuka secara transparan ke publik harus dipatuhi. Sebab, menurutnya, akal sehat publik dalam pengusutan perkara ini tak bisa dilindungi. Proses penyidikan diharapkan melindungi kepentingan semua pihak baik korban,maupun Kepala Divisi Propam Mabes Polri non-aktif Inspektur Jenderal Ferdy Sambo.
Sebab, sejauh ini, kepolisian menyebut Nofriansyah tewas akibat terlibat saling tembak dengan Bhayangkara Dua (Bharada) E atau Richard Eliezer Pudihang Lumiu di rumah Ferdy Sambo. Sebaliknya, pihak keluarga meyakini Nofriansyah juga mengalami penyiksaan karena ditemukan sejumlah luka sayatan dan memar di jasadnya, selain luka tembak.
Ikuti saja arahan kapolri bahwa (kasus ini) akan dibuka secara transparan ke publik karena common sense public itu tidak bisa dibohongi.
”Jadi, ikuti saja arahan Kapolri bahwa (kasus ini) akan dibuka secara transparan ke publik karena common sense public itu tidak bisa dibohongi. Kita lindungi semua, hak-hak keluarga Yosua dan keluarga Pak Sambo. Cara melindunginya kita buka secara terang-terangnya kasus ini,” ujar Mahfud MD usai pertemuan dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) di Kantor Kemenko Polhukam, Jumat.
Mahfud juga menampik pernyataan dari Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo yang mengatakan hasil otopsi ulang hanya bisa dibuka di pengadilan. Menurut Mahfud, hasil otopsi ulang tidak hanya diperlukan di pengadilan, tetapi juga dalam proses penyelidikan dan penyidikan. Oleh karena itu, hasil otopsi ulang itu tidak dilarang dibuka ke publik. Apalagi, hasil otopsi bukan termasuk rahasia kesehatan. Sebelumnya, Kapolri juga sudah mengizinkan hasil otopsi itu dibuka, misalnya jika diminta untuk investigasi Komnas HAM.
Tidak ada aturan yang menyebut bahwa hasil otopsi ulang tidak boleh dibuka, kecuali perintah hakim. Hasil otopsi bisa dibuka tanpa perintah hakim.
”Tidak ada aturan yang menyebut bahwa hasil otopsi ulang tidak boleh dibuka, kecuali perintah hakim. Hasil otopsi bisa dibuka tanpa perintah hakim. Hukum apa yang melarang pembukaan barang bukti ke publik?” ujar Mahfud.
Sebelumnya, Dedi Prasetyo menyebut bahwa penyidikan yang dilakukan tim khusus Polri terus berlanjut meskipun masih menunggu hasil otopsi ulang terhadap jenazah Brigadir J. Polisi terus melakukan langkah lain, di antaranya memeriksa sejumlah saksi dan menganalisis barang bukti di laboratorium forensik. Namun, Dedi menyebut bahwa penyidik akan sangat berkepentingan untuk meminta hasil dari otopsi ulang sebagai tambahan alat bukti, yang nanti akan diungkap dan dibuka di sidang pengadilan.
Kewenangan subyektif
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Jenderal Soedirman Hibnu Nugroho mengatakan, otopsi adalah barang bukti berbentuk visum et repertum yang bisa menjelaskan penyebab kematian seseorang. Namun, yang membuka hasil otopsi itu memang harus penyidik untuk kepentingan pengadilan. Karena saat ini tahapan masih dalam proses penyidikan, hasil otopsi menjadi kewenangan subyektif dari penyidik.
”Kalau penyidik mau membuka untuk transparansi publik sah-sah saja. Apalagi, ini adalah kasus yang menarik perhatian masyarakat. Namun, pembukaan hasil otopsi itu memang kewenangan penyidik,” kata Hibnu.
Hibnu menjelaskan, pada prinsipnya hasil otopsi adalah barang bukti yang menjadi bagian dari serangkaian penyidikan untuk proses peradilan perkara pidana. Kewenangan membuka hasil otopsi berada sepenuhnya di tangan penyidik, bukan dokter. Dokter hanya diperlukan untuk menjelaskan temuan selama otopsi.
”Memang otopsi diperlukan untuk proses peradilan pidana. Namun, jika memang akan dibuka ke publik untuk transparansi bisa saja. Itu menjadi kewenangan sepenuhnya dari penyidik,” kata Hibnu.