Raja Juli Antoni: Kami Berusaha Lebih Cepat Merespons Aduan
Komplain masyarakat harus terhubung dengan ”key performance indicator” pegawai sehingga penentuan ”reward” atau ”punishment” juga ditentukan dari sejauh mana dan secepat apa mereka bisa menyelesaikan komplain.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
Laporan Tahunan Ombudsman RI Tahun 2021 menunjukkan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional menjadi instansi kedua terbanyak yang dilaporkan masyarakat ke lembaga itu. Adapun lembaga yang terbanyak diadukan ke Ombudsman ialah pemerintah daerah. Ada 811 laporan masyarakat yang mengadukan pelayanan di Kementerian ATR/BPN.
Sementara itu, dari sisi substansi laporan yang masuk ke Ombudsman, bidang agraria ada di urutan tertinggi dengan jumlah 1.227 laporan atau 17,08 persen dari semua laporan yang masuk.
Pada 15 Juni 2022, Presiden Joko Widodo melantik ”pilot” dan ”kopilot” yang baru di Kementerian ATR/BPN. Mantan Panglima TNI Marsekal (Purn) Hadi Tjahjanto menjadi Menteri ATR/Kepala BPN. Sementara Raja Juli Antoni, politisi Partai Solidaritas Indonesia, menjadi Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN.
Dalam waktu kerja yang sekitar dua tahun hingga 2024, apa kebijakan yang akan dijadikan ”quick win” agar bisa langsung dirasakan oleh masyarakat?
Kami akan mendorong perbaikan kualitas layanan publik. Saya sudah bilang ke bagian organisasi kepegawaian untuk meningkatkan kemampuan follow up dan menyelesaikan komplain publik. Hal itu harus dijadikan indikator penilaian semua kepala pertanahan di berbagai tingkatan.
Komplain masyarakat harus terhubung dengan KPI (key performance indicator) pegawai sehingga penentuan reward atau punishment juga ditentukan dari sejauh mana dan secepat apa mereka bisa menyelesaikan komplain masyarakat. Memang ada masalah-masalah yang tidak bisa langsung diselesaikan, tetapi perkembangannya bisa diketahui publik.
Apa platform komplain yang dikembangkan?
Kami akan memanfaatkan layanan pengaduan melalui Whatsapp. Memang, Whatsapp center sudah ada, tetapi nomornya sulit diingat. Kami juga akan buat dashboard sederhana untuk menyatukan beberapa aplikasi yang sudah ada karena kami tidak membuat aplikasi baru. Semua aplikasi akan dijadikan satu agar tidak ada lagi ego sektoral dan kami pastikan tidak ada anggaran untuk membuat aplikasi baru.
Apa kebijakan yang akan diambil untuk mengeksekusinya?
Saat ini pegawai negeri sipil di bagian pengaduan hanya satu orang, sisanya tiga pegawai honorer. Maka, kami akan memperbanyak PNS karena kami tidak bisa memberikan akses itu kepada pegawai honorer. Kami ingin layanan pengaduan yang sekarang berada di bawah Biro Hubungan Masyarakat menjadi biro sendiri. Kami minta satu orang PNS dari setiap direktorat jenderal berada di bagian pelayanan publik sebelum nantinya menjadi biro sendiri karena untuk mengubah nomenklatur butuh waktu. Namun, kalau mau wajah ATR/BPN diperbaiki, harus meningkatkan kualitas layanan masyarakat.
Bagaimana dengan transformasi digital di bidang pertanahan?
Problem mafia tanah salah satunya terkait dengan proses digitalisasi. Saat ini warkah tanah masih disimpan dalam bentuk kertas yang pengarsipannya seperti perpustakaan di tahun 1980-an. Tidak ada salinan digitalnya. Bayangkan kalau ada sengketa tanah, bahkan melibatkan mafia tanah, tinggal ambil warkah. Apalagi yang menjaga ruang warkah pegawai honorer.
Kalau kita mau digitalisasi dalam makna paling sederhana kita scan, ada 4,5 miliar lembar. Karena sejak zaman kemerdekaan modelnya begini dan baru era Presiden Joko Widodo mulai digitalisasi dan kini baru sekitar 20 persen. Jadi, selama ini memang menjadi area abu-abu.
Kami merumuskan kembali peta jalan dengan menyusun beban kerja dan target selama sisa waktu 2,5 tahun ke depan. Meskipun anggaran tahun ini sudah selesai, mungkin ada anggaran yang bisa dilakukan manuver secara legal. Kalau digitalisasi merupakan perhatian bersama, bisa saja dengan model yang ada, seperti kerja sama antara pemerintah dan badan usaha.