Satgas Penanganan PMK: Cegah Wabahnya, Rantai Penularan Harus Segera Diputus
Satgas penanganan PMK berharap penyakit mulut dan kuku tidak terus meluas. Untuk itu, semua pihak harus bahu-membahu menanggulangi PMK, di antaranya dengan memutus rantai penularan wabah PMK.
Oleh
NINA SUSILO
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Untuk mencegah meluasnya terus wabah penyakit kuku dan mulut atau PMK pada hewan ternak, pemerintah mengatur lalu lintas hewan rentan PMK dan produk turunannya. Hanya hewan dari wilayah zona hijau atau bebas PMK yang dibolehkan didistribusikan keluar wilayahnya.
Sejauh ini penyakit kuku dan mulut di Indonesia sebanyak 317.889 kasus. Penyebarannya sudan mencapai 21 provinsi dan meliputi 231 kabupaten/kota. Dari jumlah tersebut, sebanyak 106.925 ekor sembuh, 2.016 ekor mati, dan 3.489 ekor dipotong bersyarat. Berdasarkan jenis hewannya, sapi yang paling banyak terinfeksi (309.000 ekor), diikuti kerbau (5.600 ekor), kambing (1.300 ekor), domba (1.000 ekor) dan babi (16 ekor).
Juru Bicara Satgas Penanganan PMK Wiku Adisasmito menjelaskan, pemerintah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Penanganan PMK untuk menangani wabah PMK secara cepat dan tepat. Satgas dipimpin Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) serta bekerja sama dengan kementerian dan kementerian/lembaga lainnya.
Untuk itu, penanganan PMK akan dilakukan berjenjang sampai tingkat desa atau kelurahan dan melibatkan seluruh komponen pentahelix, baik pemerintah, TNI/Polri, swasta, akademisi, pakar, asosiasi, unsur masyarakat, maupun media. Tugas utama Satgas PMK di daerah adalah mendorong protokol kesehatan dan peningkatan perubahan perilaku untuk memutus rantai penularan virus PMK.
Pemerintah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Penanganan PMK untuk menangani wabah PMK secara cepat dan tepat. Satgas dipimpin Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) serta bekerja sama dengan Kementerian dan kementerian/lembaga lainnya.
Strategi ini dirasa cukup efektif seperti pengalaman mengatasi Covid-19. Meski demikian, Wiku mengingatkan, upaya penanganan PMK adalah tanggung jawab bersama. Sebab, apabila tidak segera ditangani, imbasnya pada ketidakstabilan ekonomi dan produk turunan ternak secara nasional.
”Hal penting untuk diupayakan ialah mempertahankan wilayah yang belum terdampak oleh PMK agar semaksimal mungkin dicegah masuknya virus ini ke wilayah tersebut,” kata Wiku dalam keterangan pers daring mengenai Perkembangan Penanganan PMK, Kamis (7/7/2022).
Sejauh ini wilayah yang belum terdampak PMK, antara lain Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi, dan Papua. Sebaliknya, sejumlah provinsi dengan seluruh kabupaten/kota terinfeksi virus PMK ialah Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Bangka Belitung. Sebanyak empat provinsi lain memiliki lebih dari 80 persen kabupaten/kota terinfeksi PMK, yakni Jawa Barat (96 persen), Sumatera Barat (84 persen), Jambi (81 persen), dan DIY (80 persen).
Wiku mengimbau pemerintah daerah untuk memastikan data kasus PMK dan jumlah hewan berkuku belah terinput dengan baik ke dalam dashboard Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional (iSIKHNAS). Selain itu, juga memastikan ketersediaan logistik penunjang, mulai dari antibiotik, vitamin, antipiretik, dan disinfektan sampai vaksin terpenuhi, memastikan sumber pendanaan telah dianggarkan, serta melatih personil untuk mengecek gejala klinis, pembersihan, testing, dan vaksinasi.
Peternak, pemilik, dan pengelola konservasi ex-situ perlu menjalankan testing dan karantina secara mandiri untuk hewan rentan PMK dan menerapkan tindakan pengamanan biosekuriti.
Selain itu, supaya tidak saling menulari, ternak dan produk turunan dari kabupaten berzona hijau saja yang bebas keluar. Namun, proses desinfeksi, dekontaminasi, dan tindakan pengamanan biosekuriti ketat terhadap alat transportasi, barang, petugas, dan peternak di entry point tetap dilakukan.
Vaksin saja tidak cukup, perlu tiga hal lainnya dilakukan bersama-sama.
Perjalanan hewan ternak di pulau dengan kabupaten/kota zona merah bisa memasuki wilayah zona merah lain dengan syarat biosekuriti ketat bagi peternakan, alat transportasi, barang, peternak, dan dapat menunjukkan hasil ELISA NSP/RT-PCR dan SKKH/SV.
Sebelum melakukan perjalanan, hewan dan produknya wajib dikarantina 14 hari. Jika bergejala, hewan wajib di tes dan bila hasil positif maka penanganan selanjutnya ditentukan dari zonasi masing-masing kabupaten/kota. Misalnya, di zona hijau, hewan terinfeksi dimusnahkan. Di zona kuning dan merah hewan dipotong bersyarat. Khusus produk hewan impor bisa didistribusikan ke seluruh zona/daerah dengan ketentuan memiliki dokumen karantina.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Nasrullah dalam keterangan pers yang sama menambahkan, empat kunci pengendalian PMK adalah imunitas ternak terhadap PMK, pengendalian lalu lintas ternak, karantina/pemotongan bersyarat, dan biosekuriti dan sanitasi.
”Vaksin saja tidak cukup, perlu tiga hal lainnya dilakukan bersama-sama,” ujarnya. Untuk mencegah penularan, vaksinasi pada hewan ternak dilakukan. Saat ini pada tahap I sebanyak 800.00 dosis dan 315.539 dosis telah disuntikkan. Vaksinasi ini dilakukan oleh 27.055 tenaga kesehatan yang dibantu oleh satgas PMK setempat.
Hewan kurban
Sementara itu, menjelang Idul Adha, Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal Kementerian Agama Mastuki menjelaskan, kriteria hewan kurban sudah sangat jelas diatur, yakni cukup umur, sehat, dan tidak cacat.
Penyembelihan hewan kurban diutamakan dilakukan di rumah potong hewan (RPH). Jika ada keterbatasan jumlah dan jangkauan jarak, penyembelihan dapat dilakukan di luar RPH dengan ketentuan melaksanakan penyembelihan di area luas dan direkomendasi instansi terkait.
Jika ada keterbatasan jumlah dan jangkauan jarak, penyembelihan dapat dilakukan di luar RPH dengan ketentuan melaksanakan penyembelihan di area luas dan direkomendasi instansi terkait.
Penyelenggara juga harus membatasi kehadiran pihak-pihak kecuali petugas atau orang yang berkurban.
Sangat menular
PMK menyerang hewan berkuku belah atau genap seperti sapi, kerbau, babi, kambing, dan domba. Satwa liar seperti rusa, kijang, antelop, babi liar, jerapah, dan unta juga bisa terinfeksi PMK. Virus PMK juga dapat menginfeksi anjing, landak susu, beruang, gajah, armadillo, kanguru, nutria, dan kapibara.
Penyakit mulut dan kuku (PMK) adalah penyakit hewan yang sangat menular akibat infeksi virus tipe A dari famili Picornaviridae. PMK menyerang hewan berkuku belah atau genap seperti sapi, kerbau, babi, kambing, dan domba. Satwa liar seperti rusa, kijang, antelop, babi liar, jerapah, dan unta juga bisa terinfeksi PMK. Virus PMK juga dapat menginfeksi anjing, landak susu, beruang, gajah, armadillo, kanguru, nutria, dan kapibara.
Gejala klinis bisa bervariasi, mulai dari ringan hingga berat, tergantung pada spesies hewan, umur hewan, serotipe virus, serta jumlah paparan virus. Adapun tanda klinis, antara lain, lepuh di kulit bagian hidung, lidah, bibir, di dalam rongga mulut (baik di gusi, langit-langit, maupun pipi bagian dalam), di sela kuku dan lingkaran kuku, serta di puting susu hewan betina. Setelah kulit melepuh, hewan menjadi lemas dan enggan bergerak atau makan.
Tanda klinis lainnya, seperti demam (sekitar 40 derajat celsius, depresi; hipersalivasi (keluarnya air liur secara berlebihan); penurunan nafsu makan, berat badan, dan produksi susu, serta hambatan pertumbuhan. ”Virus PMK masuk ke dalam tubuh hewan melalui saluran pernapasan, pencernaan, atau melalui kulit dan membran mukosa yang terluka,” lanjut Wiku.
Masuknya virus terjadi saat hewan mengalami kontak langsung dengan hewan terinfeksi (terutama melalui aerosol) atau dengan benda-benda terkontaminasi (seperti pakaian, sepatu, dan kendaraan). Karena manusia bisa membawa virus dan menularkan kepada hewan yang sehat, selalu mencuci tangan, desinfeksi tubuh dan peralatan yang menempel sebelum dan sesudah kontak fisik dengan hewan rentan PMK, serta menggunakan alat pelindung diri sekali pakai atau yang sudah didisinfeksi.