Terkait Importasi Garam, Mantan Pejabat Kemendag Diperiksa Kejaksaan Agung
Kasus dugaan korupsi impor garam industri diduga terjadi di Kementerian Perdagangan. Beberapa mantan pejabat Kemendag diperiksa penyidik. Selama ini importasi garam industri tak pernah diverifikasi dengan baik.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mantan pejabat eselon 1 dan 2 di Kementerian Perdagangan diperiksa lagi oleh Kejaksaan Agung. Kasusnya kali ini adalah perkara dugaan korupsi impor garam tahun 2018. Para mantan pejabat Kemendag tersebut dimintai keterangan tentang tata cara importasi garam.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana, Senin (4/7/2022), di Jakarta, mengatakan, setelah perkara dugaan impor garam industri tahun 2018 dinaikkan ke tahap penyidikan, penyidik memanggil dan meminta keterangan para saksi yang mengetahui perkara tersebut. Pada Senin, empat orang diperiksa dengan tiga di antaranya adalah mantan pejabat di Kemendag.
Keempat orang yang diperiksa sebagai saksi tersebut adalah DE, mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag tahun 2015-2017; M, Direktur Kemendag tahun 2014-2015; serta TL, Direktur Impor Kemendag tahun 2014-2015. Seorang lagi adalah AM selaku Koordinator dan Pelaksana Unit Pelayanan Terpadu Perdagangan I tahun 2017.
Menurut Ketut, keempatnya dimintai keterangan terkait dengan regulasi importasi garam. ”Untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan,” kata Ketut dalam keterangan tertulis.
Pada 2018, Kemendag menerbitkan persetujuan impor garam industri kepada PT MTS, PT SM, dan PT UI tanpa melakukan verifikasi. Saat itu, Kemendag memberikan kuota persetujuan impor garam kepada 21 perusahaan dengan total garam industri yang diimpor sebanyak 3,77 juta ton senilai Rp 2,05 triliun.
Keempat orang yang diperiksa sebagai saksi tersebut adalah DE, mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag tahun 2015-2017; M, Direktur Kemendag tahun 2014-2015; serta TL, Direktur Impor Kemendag tahun 2014-2015. Seorang lagi adalah AM selaku Koordinator dan Pelaksana Unit Pelayanan Terpadu Perdagangan I tahun 2017.
Persetujuan impor garam tersebut tanpa memperhitungkan stok garam lokal dan stok garam industri yang tersedia. Akibatnya, terjadi kelebihan impor garam industri.
Tidak hanya itu, para importir juga diduga mengalihkan peruntukan garam industri menjadi garam konsumsi dengan perbandingan harga yang cukup tinggi. Perbuatan tersebut selain melawan hukum juga mengakibatkan kerugian bagi petani garam.
Jumlah importasi garam berlebihan
Secara terpisah, Ketua Asosiasi Petani Garam Rakyat Indonesia (APGRI) Jakfar Sodikin berpandangan, dari pengalaman pada 2018, saat itu importasi garam memang dirasakan berlebihan dengan alasan beragam. Permintaan petani garam agar impor dikurangi tidak digubris.
”Maka wajar ketika diumumkan penyidikan kasus impor garam, disebutkan bahwa importasi garam itu tidak diverifikasi. Sebab, jumlah garam yang diimpor melebihi kekurangan dalam negeri sebagaimana dalam neraca garam,” tutur Jakfar.
Maka wajar ketika diumumkan penyidikan kasus impor garam, disebutkan bahwa importasi garam itu tidak diverifikasi. Sebab, jumlah garam yang diimpor melebihi kekurangan dalam negeri sebagaimana dalam neraca garam.
Selama ini, importasi garam tidak memperhitungkan suplai dalam negeri. Sebab, meski produksi dalam negeri naik, jumlah garam industri yang diimpor tetap atau tidak berkurang. Hal itu pula yang terjadi di tahun 2018. Adapun produksi garam dalam negeri dihasilkan oleh petani garam rakyat dan PT Garam.
Menurut Jakfar, selama ini importasi garam tidak memperhitungkan suplai dalam negeri. Sebab, meski produksi dalam negeri naik, jumlah garam industri yang diimpor tetap atau tidak berkurang. Hal itu pula yang terjadi di tahun 2018. Adapun produksi garam dalam negeri dihasilkan oleh petani garam rakyat dan PT Garam.
Semisal, lanjut Jakfar, pada 2018, produksi garam rakyat sebesar 2,7 juta ton dan produksi PT Garam sekitar 400.000 ton. Dengan kebutuhan sekitar 4,6 juta ton garam, maka terdapat kekurangan 1,5 juta ton. Alih-alih hanya mengimpor 1,5 juta ton, saat itu impor garam sebanyak 3 juta ton.
Di sisi lain, kata Jakfar, perusahaan pengimpor garam industri diperbolehkan impor garam atau memperoleh Persetujuan Impor (PI) hanya untuk kepentingan sendiri. Semisal, perusahaan ikan mengimpor garam untuk membuat ikan asin. Namun, diduga ada perusahaan yang tidak memiliki usaha yang bahan bakunya menggunakan garam, tetapi bisa mengimpor garam.
Terkait dengan penegakan hukum dugaan korupsi impor garam industri tersebut, Jakfar hanya berharap agar pemerintah mengacu pada neraca garam. Menurut dia, petani garam tidak menolak impor garam. Namun, jika dilakukan impor garam, diharapkan sesuai dengan kebutuhan atau kekurangan garam yang tidak bisa dipenuhi produksi dalam negeri.