Pembahasan RUU DOB Papua Memasuki Tahap Akhir
Dari agenda kegiatan yang diterima ”Kompas”, anggota Panja DOB Papua di hari pertama kunker akan bertemu bupati sejumlah daerah di Papua, yakni Merauke, Boven Digoel, Mappi, dan Asmat, serta pimpinan DPRD di wilayah itu.
JAKARTA, KOMPAS — Pembahasan tiga Rancangan Undang-Undang Daerah Otonom Baru Papua memasuki tahap akhir setelah draf RUU masuk dalam kajian tim perumus dan tim sinkronisasi, Kamis (23/6/2022). Setelah kerja perumusan dan sinkronisasi tuntas, draf tiga RUU DOB Papua itu akan diajukan ke rapat paripurna, 30 Juni 2022.
Namun, pembahasan RUU DOB Papua yang dinilai cepat dan terburu-buru karena mengejar target pengesahan pada 30 Juni ini disayangkan sejumlah pihak. Salah satunya Majelis Rakyat Papua (MRP), yang berharap agar pembahasan RUU DOB Papua itu sebaiknya menunggu keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas UU No 21/2022 tentang Otonomi Khusus Papua.
Pembahasan RUU DOB Papua, yakni RUU Pembentukan Provinsi Papua Selatan, RUU Pembentukan Papua Pegunungan, dan RUU Pembentukan Papua Tengah, ditargetkan selesai pada 30 Juni 2022 untuk mengejar pencairan anggaran transfer ke daerah (TKD) dapat diberikan kepada masing-masing DOB. Target ini disesuaikan dengan ketentuan di dalam Pasal 137 UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah yang mengatur tentang TKD bagi daerah baru.
Wakil Ketua Komisi II DPR Junimart Girsang mengatakan, hal-hal substansial telah disepakati dalam rapat panja, Rabu. Selanjutnya, laporan dari tim perumus dan tim sinkronisasi sudah dapat diusulkan untuk dimintai persetujuan dalam sidang paripurna berikutnya. Kemarin, pembahasan tim perumus dan tim sinkronisasi itu berlangsung tertutup.
Junimart menambahkan, sesuai agenda, anggota panja akan melakukan kunjungan kerja ke Papua, Kamis malam. Mereka akan berangkat pukul 23.00 WIB dari Jakarta menuju Merauke dan diperkirakan sampai di Papua, Jumat dini hari.
”Nanti pukul 02.00 WIB (Jumat dini hari) kami akan ke Papua, dan kami menuju Merauke untuk bisa menampung aspirasi masyarakat di sana. Kami akan bertemu para bupati dan tokoh masyarakat, mulai besok (Jumat) sampai Minggu,” kata Junimart, Kamis.
Sekalipun pada prinsipnya materi di dalam tiga RUU DOB Papua telah disepakati, bahkan kini telah masuk tahap perumusan dan sinkronisasi, menurut dia, bukan tidak mungkin ada perubahan setelah DPR menerima masukan dari masyarakat yang ditemui di Papua.
”Sepanjang itu urgen, kita masukkan. Sangat bisa (mengakomodasi aspirasi), sebelum masuk ke paripurna masih bisa. Di Papua, kita akan kumpulkan semua, tokoh-tokoh masyarakat, para kepala daerah bupati dan wali kota, di Merauke dan daerah lain di Papua,” katanya.
Dari agenda kegiatan yang diterima Kompas, anggota panja pada hari pertama kunker akan bertemu bupati sejumlah daerah di Papua, yakni Merauke, Boven Digoel, Mappi, dan Asmat, serta pimpinan DPRD di wilayah tersebut. Anggota panja juga akan bertemu dengan perwakilan MRP di daerah selatan serta para ketua organisasi masyarakat terkait dan tokoh masyarakat.
Pada hari kedua, Sabtu, anggota panja akan bertemu 29 bupati/wali kota di Jayapura. Mereka juga akan bertemu dengan Pangdam XVII Cenderawasih, Kapolda Papua, Kajati Papua, dan pimpinan DPRD dari 29 daerah. Selain itu, mereka menjadwalkan pertemuan dengan panitia pembentukan tiga provinsi di daerah dan Rektor Universitas Cenderawasih.
Kunker akan berakhir Minggu. Selanjutnya, Senin-Rabu, Panja RUU DOB Papua akan melakukan finalisasi pembahasan daftar inventarisasi masalah. Panja menargetkan keputusan tingkat I dapat diambil pada Rabu sehingga Kamis dapat diajukan untuk disahkan di dalam rapat paripurna.
Junimart mengatakan. pihaknya memahami ada pro dan kontra terhadap pembentukan tiga provinsi baru di Papua. Namun, ia berharap kunjungan kerja Komisi II DPR ke Papua, Kamis-Minggu ini, dapat menampung aspirasi warga sesungguhnya dan apa yang menjadi harapan mereka.
”Pemekaran ini, kan, untuk pemerataan kesejahteraan, keuangan, dan pembangunan. Ini untuk masyarakat Papua semua,” ucapnya.
Baca juga: Rapat Lanjutan Panja RUU DOB Papua Digelar Tertutup, Substansi Disepakati
Kepastian hukum
Kuasa hukum MRP, Stefanus Roy Rening, menyayangkan pembahasan tiga RUU DOB Papua yang terburu-buru. Padahal, saat ini masih ada uji materi ke MK terhadap UU Otsus. Salah satu pasal yang diuji ialah Pasal 76 Ayat (2). Pasal tersebut mengatur pemekaran wilayah di Papua dapat dilakukan oleh pemerintah dan DPR tanpa meminta pertimbangan dari MRP. Hal itu berbeda dengan ketentuan dalam UU Otsus sebelumnya yang menyatakan pemekaran harus meminta pertimbangan dari MRP.
”Undang-undang itu juga hanya menyebutkan pemerintah dan DPR, tetapi tidak ada DPD,” katanya.
Selain itu, UU Otsus yang baru juga mengatur pemekaran daerah di Papua dilakukan tanpa perlu adanya daerah persiapan. Hal ini dinilai tidak sesuai dengan UU No 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah. ”Untuk memekarkan wilayah, kan,seharusnya ada daerah persiapan dulu. Misalnya, untuk memastikan ada tidaknya kecukupan ASN dan perangkat birokrasi untuk menjalankan pemerintahan di sana. Tanpa itu, tentu akan menimbulkan persoalan di daerah baru,” kata Roy.
Roy menekankan pembentuk UU seharusnya menunggu putusan MK guna memberikan kepastian hukum bagi semua pihak, terutama rakyat Papua, mengenai legalitas pemekaran wilayah berdasarkan UU Otsus Papua yang baru. Sebab, apa pun putusan MK akan jadi landasan konstitusional bagi pemekaran wilayah di Papua.
”Sampai saat ini kami masih menunggu undangan pembacaan putusan MK. Biasanya, undangan diberikan seminggu sebelum jadwal pembacaan putusan. Namun, sampai hari ini (Kamis), saya belum mendapat undangan itu sehingga kecil kemungkinan pekan depan ada pembacaan putusan,” ujarnya.
Formalitas
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman N Suparman, Kamis, menyayangkan pembahasan RUU yang terkesan sangat cepat karena seolah tidak memperhatikan partisipasi yang bermakna sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi dalam uji formil UU Cipta Kerja.
“DPR dan pemerintah seperti tidak belajar dari pembentukan UU Cipta Kerja yang dinyatakan cacat formil. Putusan MK itu menegaskan perlunya penyerapan aspirasi secara bermakna,” katanya.
Terkait alasan percepatan yang merujuk pada UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah, menurut Herman, sekadar menjadi justifikasi bagi upaya menuntaskan RUU itu. Transfer anggaran seharusnya menjadi proses akhir yang dipertimbangkan dalam pembentukan UU.
”Hal yang lebih penting dipertimbangkan ialah apakah pemekaran Papua ini benar-benar menjamin perbaikan kesejahteraan rakyat, peningkatan pelayanan publik, dan perbaikan daya saing warga Papua. Sayangnya, hal itu sampai saat ini belumlah jelas,” tutur Herman.
Upaya penyerapan aspirasi masyarakat Papua pun dikhawatirkan hanya menjadi formalitas semata. Sebab, secara politik, baik pemerintah maupun DPR telah menyepakati pembentukan DOB di Papua. Oleh karena itu, pengesahan RUU itu pun tinggal menunggu waktu sesuai yang ditargetkan pembentuk UU.
Anggota Panja RUU DOB Papua, Guspardi Gaus, mengatakan, dari rapat dengar pendapat yang dilakukan panja, Rabu, pada prinsipnya MRP telah menyetujui pemekaran sepanjang prosesnya dilakukan tidak terburu-buru, dan menunggu putusan MK. ”Namun, saya mencatat ada dua kali pernyataan persetujuan itu sehingga tidak sepenuhnya benar kalau mereka tidak setuju. Hanya saja, mereka memberikan catatan,” ucapnya.
Baca juga: DPR Targetkan Pembahasan Tiga RUU Pemekaran Papua Tuntas Sembilan Hari
Wakil Ketua Komite I DPD Filep Wamafma mengutarakan, pihaknya menginginkan segera ada kepastian anggaran dan pembiayaan bagi pembentukan DOB. Sebab, dalam rapat panja sempat muncul perdebatan mengenai apakah pembiayaan daerah baru itu dilakukan oleh anggaran pusat atau daerah.
”Kalau tidak ada kepastian anggaran daerah pemekaran ini dibiayai oleh pemerintah pusat, sebaiknya tidak usah lagi kita membahas rencana pemekaran ini,” kata Filep yang mengingatkan, apabila anggaran daerah baru dibebankan kepada daerah induk, hal itu sulit dipenuhi mengingat Provinsi Papua adalah salah satu daerah miskin di Indonesia.
Untuk kepastian anggaran ini, Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan, pihaknya akan meminta pemerintah pusat melalui Kementerian Keuangan untuk hadir dalam rapat-rapat panja selanjutnya. Menurut Doli, kepastian anggaran ini penting.
“Jika tidak, ini akan menimbulkan masalah baru,” katanya.