Selesaikan Masalah Lingkungan, Aksi Kolektif Global Dibutuhkan
Di Konferensi Tingkat Tinggi G20, Presidensi Indonesia mendapat kesempatan menjawab isu lingkungan yang memperparah krisis iklim dan kerusakan bumi. Untuk penyelesaian beragam masalah itu, butuh aksi kolektif bersama.
Oleh
MAWAR KUSUMA WULAN
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dunia saat ini berada dalam krisis lingkungan yang disebabkan ekstraksi sumber daya alam, produksi sampah yang berlebihan, dan kenaikan temperatur bumi yang sangat pesat. Presidensi Indonesia di Konferensi Tingkat Tinggi G20 mendapat kesempatan menjawab isu lingkungan yang memperparah krisis iklim dan kerusakan bumi. Untuk penyelesaian beragam masalah lingkungan tersebut, butuh aksi kolektif global.
Mengutip data dari Indonesia National Plastic Action Partnership yang dirilis April 2020, 67,2 juta ton sampah di Indonesia masih menumpuk setiap tahun. Sebanyak 9 persen atau sekitar 620.000 ton masuk ke sungai, danau, dan laut. Di Indonesia, 85.000 ton sampah diperkirakan dihasilkan per hari dengan perkiraan kenaikan jumlah 150.000 ton per hari pada 2025.
”Hal ini sangat mengkhawatirkan kita sebagai generasi muda yang akan mewarisi bumi. Kita memiliki peran yang sangat besar, khususnya dalam behavior change atau perubahan perilaku untuk menuju gaya hidup yang tidak melebihi batas kemampuan atau kapasitas bumi kita,” ujar Juru Bicara Pemerintah untuk Presidensi G20 Indonesia, Maudy Ayunda, dalam keterangan pers secara virtual yang diunggah di akun Youtube Sekretariat Presiden, Kamis (16/6/2022).
Generasi muda diajak berperan aktif, berkontribusi, serta berkolaborasi menjaga kelestarian dan keberlanjutan bumi. Menurut Maudy, ada beberapa usaha yang sudah dijalankan. Presiden Joko Widodo, misalnya, telah menargetkan 30 pusat persemaian, seperti di Rumpin, Jawa Barat, dalam tiga tahun ke depan.
“Hal ini sangat mengkhawatirkan kita sebagai generasi muda yang akan mewarisi bumi. Kita memiliki peran yang sangat besar, khususnya dalam behavior change atau perubahan perilaku, untuk menuju gaya hidup yang tidak melebihi batas kemampuan atau kapasitas bumi kita.”
Pemerintah terus berupaya merehabilitasi dan membangun pusat mangrove dunia di beberapa provinsi sebagai salah satu komitmen Indonesia dalam menghadapi perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Presiden Jokowi dalam acara Peresmian Persemaian Rumpin, Peluncuran Rehabilitasi Mangrove, dan World Mangrove Center di Persemaian Rumpin, Kabupaten Bogor, pada Jumat, (10/6/ 2022),
”Sampai di akhir 2024, paling tidak 600.000 hektar lahan mangrove harus sudah terehabilitasi. Seperti juga yang sudah kita kerjakan untuk lahan gambut. Ada di Provinsi Riau, ada di Sumatera Utara, ada di Provinsi Kalimantan Utara, di Provinsi Kalimantan Timur, dan juga di Provinsi Bali,” ucap Presiden.
Kepala Negara pernah menuturkan bahwa hutan mangrove dapat memberikan banyak manfaat untuk lingkungan. ”Dimulai dari persemaian, dari pembibitan seperti ini, sehingga jelas dan konkret ke mana perbaikan-perbaikan itu kita lakukan. Karena kita tahu hutan mangrove bisa mereduksi, menyerap karbon 4 kali lipat dibandingkan hutan biasa, hutan hujan tropis biasa,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar mengatakan bahwa sampai dengan tahun 2022, pemerintah telah merehabilitasi lahan mangrove sekitar 140.000 hektar. ”Jadi target keseluruhan perintah Bapak Presiden 600.000 hektar. Selama 2019 sampai dengan 2022 ini kita sudah tanam dan rehab kira-kira 140.000 hektar jadi sudah lumayan hampir nanti bisa jadi 300.000 hektar dari target 600.000 hektar,” ucap Menteri LHK.
Kerja sama Tim
Lebih jauh, Maudy menyatakan, net zero atau netralitas karbon juga ditargetkan pada 2060. ”Ini adalah komitmen yang sangat serius bagi Indonesia dalam mengatasi perubahan iklim. Tapi tidak bisa berhenti disitu saja, perubahan iklim adalah masalah yang membutuhkan tindakan kolektif dan kerja sama tim,” tambahnya.
Permasalahan lingkungan dan pemanasan global mengingatkan tentang pentingnya aksi kolektif oleh semua pihak. ”Di mana pun mereka berada dan aksi itu perlu dimulai dari tingkat lokal yang jika dilakukan bersama-sama dan berkesinambungan akan berdampak secara global. Itulah mengapa presidensi G20 merupakan kesempatan penting untuk berkumpul sebagai future makers bersama seluruh dunia,” ucap Maudy.
“Di mana pun mereka berada dan aksi itu perlu dimulai dari tingkat lokal yang jika dilakukan bersama-sama dan berkesinambungan akan berdampak secara global. Itulah mengapa presidensi G20 merupakan kesempatan penting untuk berkumpul sebagai future makers bersama seluruh dunia.”
Melalui Presidensi G20, Indonesia telah mengundang para pemuda-pemudi cerdas dari seluruh dunia dalam Forum Youth 20 atau Y20. Youth 20 adalah wadah bagi pemimpin muda masa depan dari seluruh negara anggota G20 untuk berdiskusi, berargumen, dan bertukar ide sehingga mencapai kesepakatan bersama terkait agenda Presidensi G20.
KTT Y20 tahun ini diselenggarakan di Kota Jakarta dan Bandung (Indonesia) pada Juli 2022. Y20 Indonesia 2022 melaksanakan gelaran Pra-KTT di empat kota di Indonesia, yaitu Palembang pada Maret, Lombok pada April, Balikpapan pada Mei, dan Manokwari pada Juni.
Generasi muda diajak mengambil langkah nyata dan memastikan keberlangsungan dan kelayakan hidup bumi. ”Kekuatan suara dan networking anak muda memiliki dampak yang sangat besar untuk membangun kembali koneksi dengan alam. Demi menciptakan lingkungan yang aman inklusif berkelanjutan dan layak untuk semua,” ujar Maudy.
Maudy menjelaskan bahwa Forum Y20 menjadi sarana bagi para generasi muda berdiskusi serta menyampaikan aspirasi dan solusi dari aneka permasalahan, seperti transformasi digital, persoalan lingkungan hidup, serta keberagaman dan inklusivitas. Melalui forum ini, Indonesia berkomitmen mengajak generasi muda menjadi bagian dalam menjaga bumi.
Komitmen menjaga bumi ini antara lain terlihat dari salah satu isu prioritas Y20 tahun 2022, yaitu planet yang layak huni dan berkelanjutan. Isu tersebut sejalan dengan tema hari lingkungan hidup ”Only One Earth”.
Y20 juga membahas enam langkah yang dapat dilakukan untuk menjaga bumi. Langkah tersebut yang pertama, mengurangi konsumsi dan eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan. Kedua, menerapkan prinsip 3R: reduce, reuse, dan recycle dalam kehidupan sehari-hari. Yang ketiga, berpartisipasi dalam menanam pohon secara masif dan melaporkan aksi pembalakan liar atau deforestasi.
Langkah keempat adalah mendukung transisi energi dan penggunaan sumber energi bersih dan terbarukan, seperti bioenergi, mikrohidro, energi surya, dan panas bumi. Kelima, menyuarakan dorongan bagi sektor publik dan swasta untuk beralih menuju praktik rantai pasok yang berkelanjutan. Langkah terakhir adalah melakukan kreasi dan inovasi teknologi yang relevan untuk menggali upaya pengurangan emisi melalui dukungan sosial, finansial, dan edukasi.
Maudy menegaskan, generasi muda dapat berkontribusi menjaga kondisi bumi bagi generasi penerus bangsa. Dampak kerusakan iklim bisa dikurangi dengan melestarikan kondisi lingkungan sosial dan ekonomi di masa mendatang. Langkah-langkah kecil dapat berdampak besar untuk bumi di masa yang akan datang.
”Aku, kamu, dan kita semua bisa berperan untuk menjadikan bumi kita rumah yang lebih aman dan nyaman untuk saat ini dan generasi penerus nantinya. Ingat kita hanya punya satu bumi,” ujar Maudy.