Presidensi G20 Indonesia adalah sebuah kesempatan bagi Indonesia untuk merefleksikan posisi Indonesia dalam rantai ekonomi global serta pembelajaran bagi generasi muda untuk memanfaatkan momentum ini.
Oleh
ANDHIKA BERIANSYAH
·5 menit baca
SUPRIYANTO
Ilustrasi
Semenjak Indonesia menerima status Presidensi G20 pada KTT G20 di Roma, Italia, 31 Oktober 2021, Pemerintah Indonesia gencar mengampanyekan status tersebut di dalam negeri melalui berbagai media. Pemerintah Indonesia mengangkat tema ”Recover Together, Recover Stronger” atau dalam bahasa Indonesia dapat diartikan ”Bangkit Bersama, Bangkit Lebih Kuat”.
Indonesia mengusung tiga isu prioritas pada Presidensi G20 2022, yakni arsitektur kesehatan global, transformasi digital, dan transisi energi berkelanjutan. Melaksanakan Presidensi G20, Indonesia telah memulai rangkaian G20 tahun 2022 dengan berbagai agenda, termasuk di antaranya adalah Urban20 yang diselenggarakan di Jakarta dan Bandung.
Perhelatan besar bagi Indonesia ini setidaknya memunculkan tanya. Pertama, bagaimana kesiapan Indonesia sebagai tuan rumah dalam pemenuhan tiga isu prioritas, khususnya kondisi dalam negeri sendiri? Kedua, apa makna Presidensi G20 Indonesia bagi bangsa Indonesia sendiri, khususnya bagi generasi masa depan?
Apa makna Presidensi G20 Indonesia bagi bangsa Indonesia sendiri, khususnya bagi generasi masa depan?
Tiga isu prioritas
Indonesia baru dapat fokus melakukan pembangunan infrastuktur sebagai sarana fasilitas masyarakat ketika memasuki dekade 1970-an saat Orde Baru dapat mengendalikan stabilitas politik dan mulai mendorong industrialisasi yang akhirnya dapat mendorong pendapatan masyarakat.
Kini, setelah hampir delapan dekade Indonesia merdeka, Indonesia perlu melakukan refleksi, apa saja yang sudah dan belum dicapai dalam menjalankan pembangunan. Tiga isu prioritas G20 2022 setidaknya mungkin dapat menjadi salah satu sarana reflektif akan capaian Indonesia. Dalam aspek arsitektur kesehatan global, dunia yang baru saja dihadapkan pada fenomena pandemi Covid-19 jelas menghadapi tantangan serius dalam upaya menyediakan stok vaksin bagi masyarakat global serta keterjangkauan yang merata.
Indonesia sudah memainkan peranan penting pada masa pandemi dalam hal upaya pemerataan akses vaksin bagi dunia melalui Covid-19 Vaccines Global Access atau COVAX, di mana Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menjadi Ketua Bersama COVAX AMC Engagement Group. COVAX kini telah menyalurkan lebih dari 1 miliar dosis vaksin ke 144 negara di dunia (Kompas.com, 17/01). Meski begitu, Direktur Eksekutif Gavi yang merupakan bagian dari COVAX, Seth Berkley, mengakui bahwa capaian distribusi vaksin yang dilakukan COVAX tetap belum mampu menjawab ketimpangan akses vaksin seluruh masyarakat global, khususnya mereka yang berasal dari negara miskin.
Namun, di balik itu, Indonesia juga masih menyimpan banyak masalah kesehatan. Satu masalah yang dapat menjadi contoh adalah prevalensi tengkes (stunting). Pemerintah menargetkan prevalensi tengkes Indonesia pada 2024 sebesar 14 persen. Namun, saat ini berdasarkan data Kementerian Kesehatan, prevalensi tengkes di Indonesia masih berada 27,7 persen.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Peluncuran offical website G20.org turut menandai pembukaan Presidensi G20 Indonesia di Taman Lapangan Banteng, Jakarta, Rabu (1/12/2021).
Dalam hal isu transformasi digital, Indonesia sebagai negara pengguna internet terbanyak ketiga di Asia dan keempat di dunia perlu menyoroti aspek peluang dan keuntungan apa saja yang dapat diperoleh Indonesia. Besarnya pasar Indonesia pasti akan menjadi daya tarik bagi investor. Menurut perusahaan riset DataReportal, terdapat 204,7 juta pengguna internet di Indonesia. Namun, jika tidak ingin terjebak hanya menjadi pasar sasaran produksi dan modal asing, Indonesia harus memperkuat kapasitas masyarakat dalam literasi digital, khususnya dalam bidang ekonomi.
Sementara kendala pemerataan akses dan kecepatan jaringan internet di pelosok Indonesia masih harus diselesaikan. Pandemi Covid-19 yang memaksa manusia untuk mengurangi interaksi tatap muka memang membuat pengguna internet meningkat di Indonesia. Namun, sesungguhnya infrastruktur penunjang yang mengakibatkan masalah, seperti jangkauan sinyal, belum merata di wilayah-wilayah lain di Indonesia, khususnya daerah di perdesaan dan luar Pulau Jawa. Kementerian Komunikasi dan Informatika pada 2021 mengatakan masih ada 12.548 titik desa dan kelurahan yang belum terjangkau jaringan 4G.
Jika tidak ingin terjebak hanya menjadi pasar sasaran produksi dan modal asing, Indonesia harus memperkuat kapasitas masyarakat dalam literasi digital, khususnya dalam bidang ekonomi.
Sementara, isu terakhir tentang transisi energi berkelanjutan, Indonesia juga memiliki peran strategis. Elektrifikasi yang kini berkembang mendorong permintaan baterai dan nikel sebagai bahan baku baterai. Fenomena ini memunculkan nickel boom di Indonesia yang memiliki 30 persen cadangan nikel dunia atau sebesar 21 juta ton. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tafsrin pernah menyatakan bahwa Indonesia memiliki potensi sumber daya energi berkelanjutan yang berasal dari energi surya, air, bioenergi, angin, panas bumi, dan gelombang laut dengan keseluruhan potensi sampai 3.686 giga watt.
Hal ini juga masih membutuhkan perhatian dari pemerintah karena pemerintah sendiri menargetkan bauran penggunaan energi terbarukan sebesar 23 persen dari total penggunaan seluruh energi nasional pada tahun 2025. Sayangnya, capaian sampai akhir tahun 2021 baru 11,7 persen atau sekitar setengahnya.
Makna bagi generasi masa depan
Masih banyaknya pekerjaan rumah domestik Pemerintah Indonesia dalam pemenuhan tiga isu prioritas jelas menuntut komitmen serta kerja kolosal semua elemen bangsa karena Pemerintah Indonesia tidak mungkin dapat menyelesaikan isu prioritas itu tanpa dukungan penuh masyarakat. Hal Ini juga seharusnya sarana bagi generasi masa depan (generasi Y, Z, dan Alpha) akan tantangan yang menanti mereka pada masa depan.
Keputusan pemerintah menunjuk Juru Bicara Presiden G20 dari generasi Y atau milenial merupakan sebuah pertanda positif akan kepercayaan kepada generasi milenial sebagai generasi yang dapat dipercayai melanjutkan estafet pembangunan di Indonesia. Momen Presidensi G20 ini juga perlu menjadi pertanda bagi generasi milenial Indonesia melihat peta potensi, tantangan, bahkan ancaman global.
Dalam tiga isu prioritas yang diangkat, jelas ada potensi dan hambatan yang dihadapi Indonesia. Di luar potensi dan hambatan dalam energi dan sumber daya manusia, pada momen Presiden G20 generasi milenial Indonesia juga perlu memahami dinamika geopolitik dunia. Memahami posisi strategis ketiga Alur Laut Kepulauan Indonesia; memahami peran historis Indonesia dalam upaya menciptakan perdamaian dunia di pentas politik internasional; dan memahami sikap-sikap diplomasi Indonesia.
Terbaru adalah dinamika di antara kubu-kubu negara anggota G20 yang menghangat ketika KTT G20 hitung mundur dalam beberapa bulan lagi akibat konflik bersenjata Rusia-Ukraina. Sikap saling sandera dan tuding menuntut sikap Pemerintah Indonesia yang teliti dan hati-hati agar perhelatan KTT G20 tetap berjalan lancar dan memberikan nilai tambah bagi Indonesia.
Presidensi G20 Indonesia pada akhirnya adalah sebuah kesempatan bagi Indonesia untuk merefleksikan posisi Indonesia dalam rantai ekonomi global serta pembelajaran bagi generasi muda untuk memanfaatkan momentum, dalam hal ini untuk pertumbuhan ekonomi dan memberikan sumbangan bagi perdamaian dunia.
Andhika Beriansyah,Penyusun Bahan Kebijakan Sekretariat Wantimpres