Para Tokoh Politik, Warganet, dan 2024
Media sosial jadi panggung baru bagi tokoh publik untuk menampilkan diri dan kinerjanya. Tak terkecuali bagi sejumlah tokoh yang namanya kerap muncul dalam survei elektabilitas.
Unggahan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo di Twitter, 3 Juni 2022, saat dirinya bertemu dengan dua anak laki-laki yang sedang bersepeda di suatu daerah cukup memantik perhatian netizen. Di unggahan video itu, mobil yang ditumpangi Ganjar tiba-tiba berhenti saat melihat kedua anak itu di tepi jalan yang menanjak. Seketika kedua anak saling bertanya untuk memastikan siapa sosok yang mereka lihat dari kaca mobil yang terbuka.
”Dil, kenal kita, Dil…,” kata salah satu anak berbaju oranye kepada temannya yang berbaju biru, yang tengah menghentikan sepedanya. ”Kayak kenal, ya?” tanya sosok di mobil sembari menjulurkan kado berbentuk kotak dari jendela mobilnya yang diturunkan.
”Saya kenal,” jawab si anak. ”Siapa?” tanya Ganjar. ”Pak Ganjar,” jawab anak itu kembali. ”Bukan,” balas Ganjar. Kontan jawaban itu membuat sang anak ragu. ”Alaaah sopo (siapa), Dil?” tanyanya kepada temannya. ”Alaaah sopo,” ucap Ganjar lagi. Kedua anak itu makin penasaran karena merasa tidak yakin.
”Hayo bedekan (tebakan) sopo,” timpal Ganjar. ”Sopo sih, Dil?” tanya bocah itu penasaran kepada temannya lagi sembari menoleh ke Ganjar. Kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) itu menjawab spontan, ”Tugiman.” Kedua bocah itu terkekeh. Keduanya lalu menerima pemberian kado dari Ganjar yang dijulurkan dari dalam mobil.
Hingga Sabtu (18/6/2022), unggahan itu dilihat 841.000 kali dan dicuit ulang (retweet) 11.100 kali. Video itu disukai 44.000 akun dan dikomentari 2.770 kali. Belakangan diketahui, video itu diambil di Sleman, DI Yogyakarta, saat Ganjar dalam perjalanan menuju Jateng sepulang dari kunjungan ke rumah seorang petani anggrek di daerah Sleman.
Banyak lagi video yang diedit dengan konsep kocak dan ringan di akun media sosial (medsos) Ganjar. Sebagian besar menampilkan kinerja dan program-program atau kegiatannya sebagai Gubernur Jateng. Selain di Twitter, video-video itu juga diunggah di Instagram dan Tiktok.
Kombinasi antara foto, video, dan kalimat singkat mengenai program-program kerja juga ditampilkan di akun medsos Anies Baswedan. Beberapa waktu lalu, Gubernur DKI Jakarta itu mengunggah foto bus listrik Transjakarta. ”Selamat berakhir pekan di Jakarta. Teman-teman sudah pernah mencoba naik bus listrik Transjakarta?” cuitnya. Ia menyertakan empat foto bus Transjakarta yang sedang melintas di jalanan.
Pada 4 Juni, Anies juga mengunggah momen penyelenggaraan balap mobil Formula E. ”Ketika hadir kesempatan untuk mengibartinggikan nama Ibu Pertiwi di hadapan dunia, kami tak tunda menyambutnya. Ketika tantangan bertubi hadir, kami tak lelah menuntaskannya. Ketika ragu dan cela terus disandangkan, kami katakan: biar waktu dan kerja kami yang akan membuktikannya,” cuitan itu disertai dengan foto Presiden Joko Widodo, Ketua DPR Puan Maharani, dan Ketua MPR Bambang Soesatyo di podium penyerahan hadiah kepada para juara balap mobil tersebut.
Nuansa ringan juga ditampilkan akun Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Barat. Beberapa waktu belakangan, akunnya memang lebih banyak mengabarkan situasi duka mengenai putra sulungnya, Emmeril Kahn Mumtadz, yang meninggal karena tenggelam di Sungai Aare, kota Bern, Swiss. Akunnya dipenuhi ungkapan dukacita dan simpati dari berbagai kalangan dan warganet.
Namun, sebelum situasi duka tersebut, akun Ridwan banyak mengabarkan kegiatannya selaku gubernur. Ia dan istrinya, antara lain, pernah membuat video acara Karya Kreatif dan Pekan Kerajinan Jabar bersama Bank Indonesia, 18 Mei 2022. Dalam video itu, Ridwan dan istri bergaya bak peragawan dan peragawati. Mereka kompak mengenakan baju batik ecoprint karya Deden Siswanto, salah satu desainer Jabar.
Dalam sejumlah unggahannya, Ridwan juga berkomunikasi dan beberapa kali merespons langsung pertanyaan ataupun komentar warganet.
Akun Instagram Prabowo Subianto, Menteri Pertahanan yang juga Ketua Umum Partai Gerindra, cukup aktif membagikan foto-foto aktivitas Prabowo. Sebagian foto itu terkait dengan aktivitas diplomasi militer saat Prabowo bertemu dengan petinggi pertahanan dan militer atau bahkan kepala negara asing.
Baca Juga: Cek Ombak Dahulu, Arungi Lautan Pilpres Kemudian
”Atas nama Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, saya mengucapkan terima kasih kepada Presiden Republik Perancis Emmanuel Macron atas pertemuan pagi tadi di Istana Elysee,” bunyi keterangan foto Prabowo bersama Presiden Macron yang diunggah pada 16 Maret 2022.
Prabowo juga mengunggah foto-foto saat masih aktif berdinas di TNI, foto keluarga, dan pertemuannya dengan tokoh politik di dalam negeri.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir juga mengunggah video, 15 Juni, saat kementeriannya melaksanakan training of trainer kepada 78 guru pengasuh pondok pesantren. Dalam penggalan videonya, Erick bertanya, ”Ini program Erick Thohir atau Kementerian BUMN?” Sebagian audiens menjawab, ”Kementerian BUMN”. Ia lalu melanjutkan, ”Apakah benar bahwa pendidikan pesantren itu pendidikan kelas dua? Setuju tidak?” tanyanya lagi. Audiens yang sebagian besar adalah santri menjawab, ”Tidak.”
”Ekonomi keumatan, juga pembukaan lapangan kerja, dan tidak kalah pentingnya meningkatkan pendidikan umat, supaya umat kita bisa lebih baik dan bisa menjadi SDM nomor satu. Program CSR kami, yang tadinya berbeda-beda, sekarang kami fokus di tiga hal. Satu, program pendidikan, kami memberikan 7.700 beasiswa. Kami memberikan pendampingan seperti vokasi, mendidik guru, agar gurunya lebih baik lagi. Kami juga memberikan program magang santri,” tutur Erick yang akhir 2021 dinyatakan lulus pelatihan kader GP Ansor.
Baca Juga: Adu Siasat Partai Politik, dari Isu Populis hingga ”Big Data” Pemilih
Dua sisi
Pakar media Agus Sudibyo mengatakan, penggunaan medsos oleh pejabat publik harus dilihat dari dua sisi. Pertama, sebagai pejabat publik, jika medsos digunakan untuk kampanye, hal itu sesuatu yang kurang etis. Namun, jika medsos digunakan sebagai sarana menyosialisasikan kinerjanya sebagai pejabat publik serta institusi yang dipimpinnya, hal itu sah-sah saja.
”Kalau yang dia promosikan adalah kinerja dia atau rencana kerja, itu oke. Kalau yang dia kampanyekan tidak terkait kinerjanya sebagai pejabat publik, itu secara etis bermasalah,” kata Agus.
Namun, harus diakui, susah memisahkan posisi medsos sebagai media komunikasi publik dan media yang bersifat komunikasi privat. Keduanya kerap berbaur dan membuat batasan itu tak jelas. Dalam konteks akun medsos pejabat publik, bauran ini terjadi. Pertanyaannya, apakah ketenaran dan banyaknya pengikut di medsos dapat berdampak pada elektabilitas mereka? Sebab, sebagian pejabat publik itu beberapa kali namanya muncul dalam survei elektabilitas.
Mengenai hal itu, Agus berpendapat, medsos efektif meningkatkan popularitas. Orang yang awalnya tidak mengenal seorang tokoh, setelah mendapatkan paparan dari medsos, orang itu akan mengetahui seorang tokoh tertentu. Namun, upaya untuk mengonversi popularitas menjadi elektabilitas adalah hal yang berbeda.
”Populer itu belum tentu diterima atau dipilih karena faktor yang menentukan elektabilitas itu lebih kompleks. Pemilih akan melihat kinerjanya. Kecuali bagi orang yang memang sejak awal fanatik kepada calon tertentu, mereka tidak akan melihat kinerjanya,” ujar Agus yang juga mantan anggota Dewan Pers.
Dalam hal kontestasi pemilihan presiden, kemenangan tidak ditentukan oleh popularitas semata. Agus mengatakan, kemenangan sangat ditentukan oleh pemilih mengambang. Umumnya, mereka yang belum menentukan pilihan adalah kalangan menengah yang kritis, dan melihat kinerja daripada sekadar persona.
Oleh karena itu, kendati popularitas seorang tokoh naik melalui medsos, bukan berarti publik cenderung memilihnya daripada calon lain. Situasi agak berbeda untuk masyarakat bawah yang lebih mudah terpesona dengan figur seseorang. Di sisi lain, menurut Agus, mengandalkan medsos semata untuk upaya memperbesar kemungkinan keterpilihan juga spekulatif. Sebab, saat ini media konvensional masih merupakan media yang paling dipercaya. Medsos boleh jadi merupakan media yang paling banyak diakses, tetapi yang paling dipercaya publik masih media konvensional, seperti media cetak, media siber, televisi, dan radio.
”Kenapa medsos itu dipilih? Karena murah dan standar moralnya rendah. Orang mau berteriak dan memaki-maki tanpa data pun tidak ada yang melarang. Tetapi, bukan berarti medsos itu yang paling efektif dan media konvensional ditinggalkan,” ucapnya.
Pada intinya, pesan-pesan yang disampaikan melalui teks, video, dan foto itu tetap memiliki nuansa edukasi, sosialisasi, kreatif, mudah dipahami, tetapi juga menghibur. Namun, jika video dan foto yang dikreasikan itu berdampak pada popularitas Ganjar, menurut Agung, itu bonus saja. ”Dari awal tidak diniatkan ke sana, tetapi kalau ternyata viral dan ramai, itu bonus saja,” katanya.
Sebelumnya, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga merespons kritik terhadap Erick Thohir yang dinilai ”berkampanye” karena kerap muncul di berbagai media publikasi dan berkunjung ke sejumlah pesantren. ”Yang pasti, Pak Erick itu enggak ada kampanye. Kerja terus dan kita kerja terus. Dia banyak perusahaannya (BUMN) yang menangani persoalan rakyat. Mau enggak mau semua BUMN yang berhubungan sama ekonomi rakyat itu jadi penting,” katanya.
Pengajar Komunikasi Politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio, menyebutkan, dari medsos dapat diketahui cara komunikasi publik yang berusaha dibangun oleh pejabat publik. Ada tokoh yang mengesankan dirinya dekat dengan orang kecil dan rakyat kebanyakan. Ada pula yang mengesankan dirinya serius bekerja dan ada juga yang menggambarkan pola komunikasi yang ringan dan egaliter. Semua karakter itu akan berbeda-beda antara satu tokoh dan tokoh lain.
Namun, senada dengan Agus Sudibyo, Hendri menilai, komunikasi yang dibangun di medsos memang berdampak pada popularitas, tetapi tidak selalu linear dengan elektabilitas. Menurut dia, salah satu hal penting yang dinilai oleh masyarakat dalam kepemimpinan nasional ke depan ialah karakter pemimpin yang transformasional.
”Orang tidak hanya melihat ketokohan, tetapi sejauh mana dia mampu menjadi pemimpin yang transformasional atau pemimpin yang walk the talk (melakukan apa yang dikatakan),” ujarnya.