Adu Siasat Partai Politik, dari Isu Populis hingga ”Big Data” Pemilih
Partai-partai politik mulai menyusun inovasi dan strategi untuk menghadapi Pemilu 2024. Sejauh mana hal itu bisa menyasar pemilih?
Partai-partai politik mulai menyusun inovasi dan strategi untuk menghadapi Pemilu 2024. Mereka harus mati-matian untuk bisa meraih suara pada Pemilu 2024. Perolehan suara dalam Pemilu 2024 tersebut kian krusial karena raihan itu sekaligus akan menentukan pencalonan kepala daerah pada pilkada serentak 2024. Berbagai cara dilakukan, mulai dari menarik simpati melalui isu-isu populis hingga pengelolaan big data.
Antrean orang yang mengular untuk vaksinasi menjadi pemandangan sehari-hari Saan Mustopa di masa reses. Anggota DPR dari Fraksi Nasdem itu hampir sepanjang 2021 berkonsentrasi untuk membantu penanganan pandemi Covid-19. Terlebih ketika pada pertengahan 2021 saat puncak pandemi Covid-19, semua kader Partai Nasdem diminta untuk membantu pemerintah menjalankan program vaksinasi kepada masyarakat.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Saan yang terpilih dari Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Barat VII, yang meliputi Kabupaten Karawang, Kabupaten Purwakarta, dan Kabupaten Bekasi, dalam dua kali masa reses pada 2021 lebih banyak menghabiskan waktu di daerah untuk memfasilitasi vaksinasi warga. Bukan hanya untuk konstituen Nasdem, melainkan juga masyarakat secara luas. Saan memfasilitasi lebih dari 5.000 warga.
”Kami kerja sama dengan kepolisian, TNI, dan pemerintah daerah setempat untuk membantu warga. Memang ini, kan, program pemerintah sehingga Nasdem harus membantu. Kalau misalnya ada efek elektoral, itu dampak ikutannya,” ucap Saan yang ditemui di sela-sela Rapat Paripurna DPR, pembukaan Masa Sidang III 2021/2022, pada Januari 2022.
Baca juga: Hitung Mundur Kerja Politik Partai
Isu-isu populis, termasuk dalam penanganan pandemi, memang menjadi perhatian khusus Nasdem untuk bisa meraih simpati masyarakat. Kerja-kerja legislasi anggota Dewan juga menjadi parameter untuk meraih simpati. Nasdem, misalnya, getol menyuarakan pengesahan sejumlah Rancangan Undang-undang (RUU), antara lain RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PRT), dan RUU Perampasan Aset.
Nasdem kini menggalang rekrutmen anggota secara digital dengan program kartu tanda anggota (KTA) elektronik. Dengan sistem keanggotaan itu, para pemilih cenderung lebih mudah dipetakan pilihannya di dalam Pemilu 2024.
”Tetapi, tidak semata-mata populis karena memang yang menjadi kebutuhan dan kepentingan publik. Salah satunya RUU TPKS itu, kan, memang inisiatif dari Partai Nasdem dan kami berusaha cepat mewujudkannya menjadi UU. Pada kenyatannya sekarang, kan, banyak kekerasan seksual, dan itu menjadi konsen partai kami,” ungkapnya.
Baca juga: Para Akademisi di Panggung Politik Elektoral
Nasdem juga mulai menjaring tokoh-tokoh berpotensi, baik di tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota, untuk bisa mendulang suara bagi partai. Pada saat bersamaan rekrutmen anggota dimasifkan. Saat ini Nasdem mengklaim telah ada tiga juta anggota partai. Nasdem kini menggalang rekrutmen anggota secara digital dengan program kartu tanda anggota (KTA) elektronik.
Dengan sistem keanggotaan itu, para pemilih cenderung lebih mudah dipetakan pilihannya di dalam Pemilu 2024. Upaya masif rekrutmen anggota partai di tingkat akar rumput ini juga dibarengi dengan penguatan struktur partai dari pusat hingga daerah.
Nasdem menargetkan dapat duduk di tiga besar dalam Pemilu 2024. Partai ini dalam Pemilu 2019 mencatatkan raihan suara 9,05 persen, atau naik 2,33 persen dibandingkan dengan raihan Pemilu 2014. Nasdem berada di posisi kelima, setelah PDI-P, Gerindra, Golkar, dan PKB.
Bekali caleg
Saat Nasdem berusaha menarik perhatian publik pemilih, Partai Golkar memilih membekali caleg-caleg di lapangan untuk bertempur di ”darat” ataupun ”udara”. Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily telah menyiapkan infrastruktur khusus untuk membekali kader-kadernya dalam mendekati konstituen.
Sejak 2021, Golkar telah menyusun fungsionaris partai yang diproyeksikan menjadi bakal caleg. Jumlahnya dua kali lipat untuk memberikan ruang penilaian bagi seleksi caleg-caleg yang berkinerja baik untuk dicantumkan di dalam daftar calon tetap (DCT) pemilu legislatif.
Hal lain yang dilakukan oleh Golkar ialah mengelola big data sebagai kekuatan kampanye partai pada Pemilu 2024. Big data yang dimaksudkan berbasis pada KTA Golkar. Dari KTA itu akan dapat diketahui alamat rumah, nomor ponsel, dan akun media sosial (medsos) tertentu.
Program bedah dapil juga dilakukan. Tujuannya memetakan kekuatan dapil masing-masing. Misalnya, di Dapil Jawa Barat II ada 10 kursi yang diperebutkan, Golkar membedah karakter daerahnya seperti apa serta keterkaitan dan kecenderungannya atau ketertarkannya pada isu apa, sentimen tertentu, serta persoalan sosial, ekonomi, dan budaya. ”Dari situ kami bisa menyusun strategi untuk meyakinkan masyarakat,” kata Ace.
Hal lain yang dilakukan oleh Golkar ialah mengelola big data sebagai kekuatan kampanye partai pada Pemilu 2024. Big data yang dimaksudkan berbasis pada KTA Golkar. Dari KTA itu akan dapat diketahui alamat rumah, nomor ponsel, dan akun media sosial (medsos) tertentu. Berbasis pada data itu, konstituen akan diberi informasi mengenai Partai Golkar, secara langsung melalui ponsel masing-masing. Informasi dan sosialisasi yang berkelanjutan itu diharapkan bisa menyumbang pada raihan suara partai berlambang pohon beringin itu. Pada Pemilu 2024, Golkar menargetkan meraih 20 persen suara.
Baca juga: Mengejar Tuah Elektoral Para Tokoh Potensial Capres
Cegah kecurangan
Berbeda dengan strategi partai besar dan partai yang sedang berkembang, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Amanat Nasional (PAN) yang kini harus bertarung untuk lolos dari parliamentary threshold 4 persen memiliki strategi lain.
Keberadaaan juru bicara muda dari kalangan milenial, menurut Sekretaris Jenderal PAN Eddy Soeparno, akan menjadi jangkar bagi PAN untuk merengkuh suara kelompok milenial yang dominan pada 2024. Pemilih muda menjadi pasar yang menarik bagi PAN sehingga sejumlah isu dan pendekatan akan dilakukan PAN untuk memastikan lebih banyak suara anak muda mengalir ke PAN.
”Isu mengenai pemberdayaan anak muda dan bagaimana anak muda berperan dalam proses perkembangan teknologi ke depan menjadi salah satu hal yang akan dilakukan oleh semua kader. Rata-rata pengurus PAN adalah anak-anak muda. Ada enam anggota DPR yang usianya di bawah 35 tahun. Ini bukti PAN fokus ke anak muda dan isu-isunya,” katanya.
Wakil Ketua Komisi II DPR yang juga Ketua DPW PPP Riau Syamsurizal mengatakan, selain melakukan konsolidasi internal dan kampanye langsung ataupun tidak langsung, PPP memberikan perhatian pada pengawalan suara di lapangan. Belajar dari pengalaman sebelumnya, keberadaan saksi di tempat pemungutan suara (TPS), baik untuk caleg maupun partai, sangat krusial. Oleh karena itu, selain meraih suara, hal lain yang menjadi fokus ialah bagaimana suara itu direalisasikan menjadi kursi.
Baca juga: KPU Keluarkan SK Penetapan Tanggal Pemungutan Suara, 14 Februari 2024 Mulai Disosialisasikan
”Adanya badan pengelola saksi menjadi strategi kami untuk mengawal suara PPP. Tujuannya bagaimana PPP ke depan itu tidak menjadi korban kejahatan orang jahat dalam proses pemilu,” katanya.
Setiap caleg PPP dari pusat sampai daerah, menurut Syamsurizal, juga diminta untuk mengawal suaranya sendiri. ”Kader-kader harus turun langsung dan mereka yang menjadi caleg harus punya pengawal sendiri untuk memastikan suaranya,” ucapnya.
Tiap-tiap parpol kini berjibaku untuk mengamankan raihan suara dalam Pemilu 2024. Strategi mana yang paling jitu untuk mengikat suara konstituen dan mengubahnya menjadi kursi akan terlihat dalam capaian Pemilu 2024.
Latar belakang pemilih
Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes mengatakan, untuk benar-benar bisa menyasar konstituen, strategi setiap partai politik haruslah memperhatikan perubahan yang terjadi di tingkat pemilih. Sebab, Pemilu 2024 memiliki konteks yang berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya.
Pertama, pemilih akan didominasi oleh kelompok milenial dan generasi Z daripada kelompok usia atau generasi lainnya. Dalam situasi semacam ini, parpol harus beradaptasi dengan situasi pemilih yang berubah. Sebab, karakter pemilih muda itu berbeda dengan generasi lainnya. ”Karakteristik mereka issues based, yang artinya mereka memilih itu karena tertarik pada platform politik atau isu-isu politik yang diusung oleh parpol,” katanya.
Pemilu 2024 adalah pemilu keenam setelah Reformasi. Artinya, pemilu demokratis telah merentang selama 30 tahun. Dalam waktu yang panjang itu, banyak konstituen loyal partai-partai yang sudah mapan mungkin sudah meninggal dunia, atau bahkan beralih pilihan partai setelah munculnya partai-partai baru.
Langkah yang diambil Nasdem dengan mengedepankan isu-isu yang menjadi perhatian publik, menurut Arya, dapat pula dilihat sebagai upaya merespons karakter pemilih muda itu. Demikian pula dengan cara yang ditempuh PAN dipandang sebagai upaya mendekati aspirasi kalangan muda.
Konteks kedua, Pemilu 2024 adalah pemilu keenam setelah Reformasi. Artinya, pemilu demokratis telah merentang selama 30 tahun. Dalam waktu yang panjang itu, banyak konstituen loyal partai-partai yang sudah mapan mungkin sudah meninggal dunia, atau bahkan beralih pilihan partai setelah munculnya partai-partai baru. Oleh karena itu, bagi partai-partai yang sudah mapan dengan perolehan suara stabil di atas 10 persen, seperti Golkar, pendekatan yang lebih sesuai ialah penguatan internal.
”Partai-partai mapan itu tentu harus mencari segmen atau kluster pemilih baru karena banyak pemilih loyal mereka mungkin sudah meninggal atau berkurang karena berpindah pilihan selama rentang 30 tahun itu,” katanya.
Dalam kondisi ini, berbeda dengan partai menengah seperti Nasdem dan PAN, partai di tiga besar, yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Golkar, dan Gerindra, cenderung melakukan penguatan internal melalui identifikasi pemilih, pendataan pemilih, dan menguatkan basis-basis data kekuatan caleg.
Baca juga: Citra Politik Dibalut Konten
Ketiga, konteks yang juga harus dilihat oleh parpol dalam menjalankan strategisnya untuk Pemilu 2024 ialah ketatnya persaingan antarparpol. Parpol harus benar-benar mencari cara kampanye yang kreatif dan programatik. Mereka harus pula mampu melihat perubahan situasi politik dan demokrasi sehingga dapat segera beradaptasi.
Sejumlah tips dapat dilakukan parpol. Salah satunya ialah melakukan kampanye berbasiskan data. Hal ini dapat diupayakan dengan rutin mengamati dan memeriksa situasi di level pemilih. Misalnya, dengan melakukan riset, mencermati big data analysis, menggelar survei opini publik, wawancara mendalam, atau observasi melalui diskusi kelompok terfokus (focused group discussion/FGD).
Selain itu, parpol harus cepat mengambil kebijakan untuk merespons situasi-situasi politik yang cepat berubah. Penentuan caleg juga menjadi penting dan harus dilakukan pemetaan dapil untuk menentukan siapa caleg yang layak bersaing di setiap dapil. Indikator-indikator penentuan caleg juga harus jelas. Terakhir, parpol harus bicara soal isu-isu yang berorientasi kebijakan atau kebutuhan publik dalam jangka panjang. Tidak sekadar isu-isu bersifat jangka pendek atau reaktif semata terhadap isu-isu kontroversial.
“Partai harus visioner. Partai-partai, misalnya, tidak banyak yang berbicara soal bagaimana penanganan pandemi, bagaimana targetnya, serta isu-isu kekinian seperti G-20, maupun isu lingkungan atau bencana yang seharusnya itu menjadi fokus ke depan,” kata Arya.