Belum Ada Calon Kuat, Partai-partai Masih Membuka Peluang Koalisi
Pelbagai manuver serta penjajakan koalisi untuk menghadapi Pilpres 2024 terus dilancarkan partai politik. Namun, sampai saat ini, belum ada calon presiden yang ditetapkan akan diusung bersama dalam pilpres mendatang.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Partai-partai politik masih terbuka untuk menjajaki koalisi satu sama lain. Belum adanya calon kuat dalam kontestasi Pemilu Presiden 2024 membuat partai-partai harus ikut berpikir untuk memilih dan mengajukan calon alternatif yang bisa bersaing dalam pilpres. Apalagi, partai-partai politik secara umum menginginkan pilpres diikuti lebih dari dua pasang calon.
Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid mengatakan, sampai saat ini belum ada tokoh atau figur yang sangat kuat atau menonjol di dalam sejumlah survei elektabilitas. Situasi ini membuat parpol-parpol harus bermanuver dan mencari calon alternatif yang juga memiliki potensi untuk diusung dan memenangi Pilpres 2024.
”Sampai hari ini belum ada nama-nama dan tokoh yang meyakinkan untuk menang. Kalau ada, sya yakin itu cepat kumpul (koalisi). Belum ada si A yang meyakinkan secara survei dan prestasi untuk bisa memastikan kemenangan,” katanya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (13/6/2022).
Nama-nama yang muncul dan terlihat unggul di survei elektabilitas sementara ini, menurut Jazilul, tidak cukup meyakinkan, karena rata-rata trennya masih di bawah 20 persen. Dengan pertimbangan elektabilitas yang belum terlalu menonjol itu, PKB mencoba untuk mengusung ketua umumnya, Muhaimin Iskandar, menjadi calon presiden.
”Padahal, katakanlah Pak Anies (Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan) akan habis (masa jabatannya) Oktober ini. Bisa saja dia meneruskan untuk mencalonkan diri sebagai gubernur lagi. Lalu, Pak Ganjar (Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo) juga Februari 2023 sudah tidak menjadi gubernur lagi. Jadi, semuanya masih fluktuatif. Siapa tahu Gus Muhaimin nanti tiga bulan lagi elektabilitasnya naik,” tutur Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) ini.
Situasi ini, menurut Jazilul, akan membuat parpol-parpol lebih hati-hati dan menimbang diri dalam melakukan koalisi mengajukan capres. Sebab, setiap koalisi pasti ingin memastikan potensi kemenangan yang besar dalam Pemilu 2024.
Oleh karena itu, PKB membuka komunikasi dengan semua partai politik. Baru-baru ini, PKB juga melakukan penjajakan dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Jazilul mengatakan, upaya mengusung Muhaimin sebagai capres adalah mandat dari Muktamar PKB. Kendati demikian, PKB tahu diri karena mereka tidak dapat mengajukan capres sendiri, dan harus bekerja sama dengan partai lain.
”Dengan PKS pun belum cukup suaranya untuk mengusung calon, masih dibutuhkan satu partai lagi untuk memungkinkan terbentuknya koalisi yang mampu mengusung capres,” ujarnya.
Mengenai posisi capres dan cawapres, Jazilul mengatakan, PKB terbuka untuk duduk bersama membicarakan dengan partai-partai mitra koalisi. PKB memang telah sepakat mengusung Muhaimin, tetapi pembicaraan lanjutan masih dimungkinkan dilakukan untuk memastikan hal ini. Misalnya, jika Muhaimin berpasangan dengan Anies atau sebaliknya, Anies yang menjadi capres dan Muhaimin wakilnya.
Muhaimin pun terbuka untuk mengusung cawapres dari sejumlah kalangan, termasuk Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
”Memang, saya mendapatkan pesan dari salah satu kiai, sebaiknya Gus Muhaimin berpasangan dengan Anies. Insya Allah menang. Tetapi, itu kan harus dibicarakan lagi,” katanya. Muhaimin pun terbuka untuk mengusung cawapres dari sejumlah kalangan, termasuk Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno mengatakan, Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) tetap terbuka untuk semua parpol, termasuk parpol nonparlemen.
”Dari awal memang KIB membuka pintu untuk terbuka kepada siapa saja yang ingin bergabung. Partai mana pun, apakah partai yang duduk di parlemen ataupun yang belum hadir di parlemen,” katanya.
Eddy menegaskan, KIB solid. Ketiga partai yang tergabung dalam KIB, yakni Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), telah menandatangani nota kesepahaman (MOU). ”Kami sudah mulai melakukan kerja sama. Bahkan di daerah provinsi ataupun kabupaten/kota, semua pengurus PAN, Golkar, dan PPP, bersatu untuk mengikuti apa yang telah diamanatkan oleh KIB,” katanya.
Mengenai capres dan cawapres, Eddy mengatakan, hal itu belum dibicarakan. Namun, KIB dapat memilih orang dari internal ataupun eksternal parpol. Pada intinya, KIB menginginkan pembentukan koalisi tersebut dapat menjadi salah satu sarana untuk mengakhiri perang identitas dan polarisasi yang terjadi dalam Pemilu 2014 dan Pemilu 2019. Pembentukan KIB diharapkan dapat menghadirkan capres-cawapres lebih dari dua pasangan.