Cegah Pengunduran Diri CASN Terulang, Sanksi Lebih Berat Disiapkan
Sebanyak 100 CASN mengundurkan diri setelah dinyatakan lulus seleksi tahun 2021. Sebagian mempersoalkan penghasilan yang tidak sesuai ekspektasi.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menyiapkan sanksi berupa pembayaran denda untuk mencegah pengunduran diri calon aparatur sipil negara yang telah dinyatakan lulus seleksi kembali terulang. Meski sudah diterapkan pada beberapa lembaga, bentuk sanksi itu belum dilegitimasi dalam peraturan di tingkat nasional. Evaluasi perlu dilakukan agar birokrasi tidak sekadar menjadi ajang coba-coba bagi publik dalam mencari pekerjaan.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo mengatakan, pengunduran diri sejumlah calon aparatur sipil negara (CASN) yang telah dinyatakan lulus seleksi adalah tindakan yang merugikan negara. Baik dari segi anggaran yang digunakan selama proses perekrutan maupun kekosongan formasi yang semestinya diisi. Dalam pengadaan ASN, pemerintah telah menghitung jumlah sumber daya manusia (SDM) yang dibutuhkan serta kebutuhan biaya seleksi.
”Dengan biaya itu, pemerintah seharusnya mendapatkan ASN yang dibutuhkan. Namun, karena ada yang mengundurkan diri, formasinya jadi kosong. Biaya yang dibutuhkan besar, tetapi tidak mendapatkan SDM-nya,” kata Tjahjo saat dihubungi dari Jakarta, Senin (30/5/2022).
Untuk mengantisipasi berulangnya pengunduran diri, pemerintah akan memperkuat sistem pengadaan ASN secara komprehensif. Mulai dari tahap pengumuman, seleksi kompetensi dasar dan bidang yang menggunakan sistem computer assisted test (CAT), penetapan hasil akhir, penetapan nomor identitas pegawai negeri sipil (NIP), hingga pengangkatan ASN. Selain itu, sanksi lebih tegas yang bisa menimbulkan efek jera juga disiapkan. ”Seandainya di antara mereka mengundurkan diri seperti yang terjadi saat ini, akan diberi sanksi yang tegas dan berat agar tidak merugikan negara serta memiliki efek jera di kemudian hari,” kata Tjahjo.
Saat ini, mengacu Pasal 54 Peraturan Menpan dan RB Nomor 27 Tahun 2021 tentang Pengadaan PNS, sanksi untuk CPNS yang mengundurkan diri adalah larangan untuk melamar pada penerimaan ASN tahun berikutnya.
Hal itu juga berlaku untuk PPPK sebagaimana diatur dalam Pasal 35 Permenpan dan RB Nomor 28 Tahun 2021 tentang Pengadaan PPPK untuk Jabatan Fungsional serta Pasal 41 Permenpan dan RB Nomor 28 Tahun 2021 tentang Pengadaan PPPK untuk Jabatan Fungsional Guru pada Instansi Daerah Tahun 2021. Di luar itu, Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) di setiap instansi dapat memberikan sanksi tambahan sesuai kebutuhan masing-masing.
Tjahjo menambahkan, pihaknya telah merumuskan opsi sanksi yang lebih tegas dan berat dari yang sudah ada, yakni berupa pembayaran denda. Perumusan mengacu pada tiga landasan, yakni Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS, Pasal 54 Permenpan dan RB Nomor 27 Tahun 2021, serta Peraturan Badan Kepegawaian Negara (BKN) Nomor 14 Tahun 2018 tentang Petunjuk Teknis Pengadaan PNS. Berdasarkan tiga aturan tersebut, sanksi larangan melamar pada seleksi tahun berikutnya hanya diberlakukan untuk pelamar yang sudah diangkat menjadi CPNS dan sedang menjalani masa percobaan. Namun, tidak ada aturan mengenai pembayaran denda.
Meski belum memiliki regulasi di tingkat nasional, kenyataannya, sejumlah instansi memberlakukan sanksi denda. Baik untuk mereka yang mengundurkan diri di masa percobaan maupun pelamar mengundurkan diri setelah lulus seleksi dan mendapatkan NIP. ”Sanksi berupa pembayaran denda bagi CPNS yang mengundurkan diri pada dasarnya dimungkinkan untuk mengurangi potensi kerugian negara karena tidak terisinya formasi oleh pelamar yang telah dinyatakan lulus,” ujar Tjahjo.
Menurut dia, idealnya ke depan, sanksi denda diumumkan sebelum atau saat seleksi dilakukan agar dapat menjadi bahan pertimbangan pelamar. Untuk menjamin kepastian hukum, hal itu juga perlu diatur dalam Permenpan dan RB. Akan tetapi, Tjahjo belum menjelaskan lebih jauh mengenai perumusan peraturan terkait sanksi denda tersebut.
100 orang
Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Hukum, dan Kerja Sama Badan Kepegawaian Negara (BKN) Satya Pratama mengatakan, berdasarkan catatan BKN hingga 27 Mei lalu, terdapat 100 CASN yang mengundurkan diri setelah dinyatakan lulus seleksi CASN tahun 2021. Jumlah itu mencapai 0,89 persen dari total peserta seleksi, yakni 112.514 orang.
Mereka yang mengundurkan diri tersebar di berbagai kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. Yang terbanyak berasal dari Kementerian Perhubungan, yakni 11 orang. Namun, belum satu pun di antara mereka mendapatkan NIP.
Menurut Satya, ada beberapa hal yang menyebabkan mereka mengundurkan diri. Salah satunya besaran gaji yang tidak sesuai ekspektasi. Selain itu, lokasi penempatan yang tidak sesuai serta kesempatan bekerja di tempat lain juga menjadi motivasi mereka untuk mundur.
”Jumlah yang mengundurkan diri masih besar kemungkinan untuk berubah. Sebab, setiap instansi masih berusaha mencari pengganti dari setiap peserta yang mengundurkan diri dengan (peserta) yang peringkatnya di bawah mereka,” katanya.
Tjahjo mengatakan, jika formasi yang kosong tidak bisa diisi tahun ini, maka sesuai dengan mekanisme perencanaan dan pengadaan ASN, pengisian akan dilakukan tahun depan. Instansi terkait dapat mengusulkan kembali dengan mengajukan usulan kebutuhan serta penghitungan analisis jabatan dan beban kerja, sesuai dengan kebutuhan organisasi.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Gabriel Lele, sepakat, pemerintah harus menerapkan sanksi tegas kepada CASN yang mengundurkan diri setelah lulus seleksi. Sebab, negara sudah mengeluarkan biaya besar untuk menyelenggarakan ujian masuk. Formasi yang telah disusun berdasarkan kebutuhan menjadi tidak terpenuhi. Selain itu, pengunduran diri juga merugikan orang-orang yang memenuhi syarat dan benar-benar ingin menjadi ASN.
Akan tetapi, pemerintah juga harus mempertimbangkan perspektif masyarakat. Jika dibandingkan dengan standar penghasilan bagi lulusan baru di sektor swasta, penghasilan lulusan baru dengan pendidikan sarjana, misalnya, jauh lebih tinggi ketimbang penghasilan ASN.
Menurut Gabriel, banyaknya CASN yang mengundurkan diri merupakan momentum bagi pemerintah untuk mengevaluasi sektor pemerintahan. Selain memastikan para pelamar akan menjadi abdi negara, jaminan kesejahteraan untuk mereka juga harus jelas. Selama ini, hanya ada beberapa instansi di tingkat pusat yang telah memberikan remunerasi tinggi, sedangkan instansi lainnya tidak.
”Ini momentum untuk benar-benar menjadikan sektor pemerintah sebagai sektor yang atraktif dan memberikan jaminan kesejahteraan yang baik. Jangan sampai pemerintahan hanya menjadi sektor cadangan bagi para pelamar,” kata Gabriel.