Antisipasi Imbas Berakhirnya Jabatan KPU/Bawaslu Daerah di Tengah Tahapan Pemilu
Sepanjang 2023-2024, komisioner KPU di 546 daerah serta 2.102 anggota Bawaslu di daerah akan berakhir masa jabatannya. Pergantian di tengah tahapan Pemilu dan Pilkada 2024 berisiko berimbas pada penyelenggaraan pemilu.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ribuan anggota Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu di daerah akan berakhir masa jabatannya pada 2023 dan 2024 atau di tengah tahapan pemilu dan pemilihan kepala daerah serentak nasional pada 2024. Hal ini penting untuk dicermati sekaligus diantisipasi karena pergantian di tengah tahapan pemilu yang sedang berjalan berisiko mengganggu penyelenggaraan pemilu.
Berdasarkan catatan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, sejumlah komisioner KPU di daerah akan habis masa jabatannya pada periode waktu 2023–2024. Pada 2023, masa jabatan komisioner di 24 KPU tingkat provinsi dan 317 KPU tingkat kabupaten/kota akan habis. Adapun pada 2024, komisioner di 9 KPU tingkat provinsi dan 196 KPU tingkat kabupaten/kota juga akan habis masa jabatannya.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Tak hanya KPU, masa jabatan banyak anggota Bawaslu juga akan habis dalam periode tersebut. Bawaslu RI mencatat, ada 1.914 anggota dari 514 Bawaslu kabupaten/kota yang masa jabatannya habis secara serentak pada Agustus 2023. Di tingkat provinsi, terdapat 188 anggota Bawaslu yang masa jabatannya akan habis pada Maret, Juli, dan September 2023.
Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Nurlia Dian Paramita dihubungi dari Jakarta, Sabtu (28/5/2022), mengatakan, perekrutan penyelenggara pemilu pada 2023-2024 berpotensi memunculkan sejumlah masalah karena harus dilakukan di tengah tahapan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024. Pertama, para komisioner yang bertugas saat itu harus digantikan oleh komisioner baru sehingga membutuhkan waktu untuk penyesuaian. Padahal, tahapan pemilu dan pilkada harus terus berjalan.
Selain itu, perekrutan yang dilakukan di tengah tahapan pemilu dan pilkada akan mengganggu performa para petahana yang akan kembali mengikuti seleksi. Di sisi lain, hal itu juga berpotensi adanya penyalahgunaan fasilitas negara selama masa seleksi berlangsung.
Menurut dia, perekrutan penyelenggara pemilu di daerah perlu ditata ulang dengan merevisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu secara terbatas. Revisi yang dimaksud terkait dengan akhir masa jabatan penyelenggara pemilu. ”Jika memang tidak mungkin, opsi membuat peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) dapat ditempuh dengan mempertimbangkan kegentingan tahapan apabila seleksi dilakukan di sela-sela kegiatan tersebut (tahapan pemilu dan pilkada),” kata Nurlia.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati sepakat, jadwal rekrutmen penyelenggara pemilu di daerah perlu ditata ulang. Saat ini masih terdapat kondisi yang tidak ideal, karena di tengah upaya penyerentakan pemilu dan pilkada, jadwal perekrutan penyelenggara justru belum serentak. Akibatnya, jadwal perekrutan penyelenggara akan terus bertabrakan dengan tahapan pemilu yang berlangsung.
”Situasi akan sangat kompleks. Apalagi sekarang proses seleksi KPU, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, terpusat dilakukan oleh KPU,” ujar Khoirunnisa.
Ia menambahkan, kompleksitas itu terjadi karena KPU tidak hanya harus mempersiapkan tahapan pemilu dan pilkada. Mereka juga harus mengerjakan rangkaian proses seleksi penyelenggara pemilu yang tidak selalu berjalan lancar. Masih ada ruang sengketa yang terbuka ketika ada pihak yang tidak puas dengan hasil seleksi.
”Ke depan, perlu dipikirkan penataan proses seleksi penyelenggara pemilu di daerah agar prosesnya serentak dan tidak dilakukan di tengah tahapan pemilu,” kata Khoirunnisa.
Menurut dia, penataan itu perlu diiringi dengan revisi UU Pemilu. Oleh karena itu, penataan ulang kemungkinan besar tidak bisa dilakukan dalam waktu dekat. Kesempatan menata ulang perekrutan penyelenggara paling mungkin dilakukan setelah Pemilu 2024.
Siapkan PKPU
Komisioner KPU, Parsadaan Harahap, mengakui, jadwal perekrutan penyelenggara pemilu daerah berpotensi berdampak buruk pada tahapan pemilu dan pilkada yang sedang berjalan. Hal itu menjadi tantangan tersendiri mengingat ada 10 variasi akhir masa jabatan di KPU provinsi dan 13 variasi akhir masa jabatan di KPU kabupaten/kota pada 2023 dan 2024. Hal serupa pernah terjadi pada Pemilu 2019 karena UU Pemilu yang diacu masih sama dan tidak ada revisi hingga saat ini.
Untuk menghadapi situasi itu, pihaknya tengah mempersiapkan peraturan KPU (PKPU) yang mengatur lebih detail soal proses rekrutmen anggota KPU di daerah. Akan tetapi, ia belum menjelaskan perkembangan penyusunan aturan tersebut.
Sebelumnya, KPU periode 2017-2022 pernah mengusulkan agar masa jabatan komisioner KPU daerah yang habis pada 2023-2024 untuk diperpanjang. Perpanjangan dinilai dapat meminimalkan persoalan yang berpotensi muncul karena pergantian penyelenggara bersamaan dengan tahapan pemilu dan pilkada.
Menanggapi hal itu, Parsadaan mengatakan, pihaknya akan mempertimbangkan seluruh wacana yang berkembang sambil menyesuaikan dengan regulasi yang ada. ”PKPU masih dimatangkan di internal. Segala wacana yang terbaik untuk kesuksesan pemilu dipertimbangkan selama masih terakomodasi dalam regulasi yang ada,” katanya.