Bahas Otonomi Papua, DPR Akan Pertimbangkan Hasil MK
Setelah bertemu Presiden Jokowi terkait pembentukan tiga daerah otonom baru di Papua, MRP dan MRP Barat menemui DPR untuk menolak pemekaran. DPR pun mempertimbangkan menunggu hasil akhir dari putusan MK.
Oleh
NINA SUSILO, MAWAR KUSUMA WULAN, NIKOLAUS HARBOWO, FABIO MARIA LOPES COSTA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - DPR pertimbangkan menunda pembahasan rancangan undang-undang tentang pembentukan daerah otonom baru Papua yang sebelumnya menjadi RUU inisiatif DPR. Penundaan pembahasan setidaknya hingga keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi terkait uji materi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus Papua.
Saat menerima pimpinan Majelis Rakyat Papua dan Majelis Rakyat Papua Barat, Selasa (26/4/2022) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan penduduk asli Papua harus diberi kesempatan menyampaikan masukan atas kebijakan UU Otsus Papua dan pembentukan daerah otonomi baru (DOB) Papua. Masalah Otonomi baru Papua perlu dicarikan jalan keluarnya agar tak timbulkan eskalasi konflikbaru di Papua.
Pertemuan yang dihadiri antara lain Ketua MRP Timotius Murib, Wakil Ketua MRP Yoel Luiz Mulait, dan Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid, disebutkan Dasco , ada dua poin aspirasi MRP dan MRP Papua Barat yang dicatat.
Selain meminta penundaan pemekaran Papua, MRP juga mengevaluasi UU Otsus Papua agar transparan dan terbuka bagi MRP melaksanakan tugas sesuai UU. “Dengan masukan MRP, saya akan sampaikan pada pimpinan DPR lainnya, termasuk rekan-rekan di Komisi II agar pertimbangkan penundaan RUU DOB sampai ada putusan MK,“ ujar Dasco.
"Penduduk asli Papua harus diberi kesempatan menyampaikan masukan atas kebijakan UU Otsus Papua dan pembentukan daerah otonomi baru (DOB) Papua. Masalah Otonomi baru Papua perlu dicarikan jalan keluarnya agar tak timbulkan eskalasi konflikbaru di Papua"
DPR, tambah Dasco, sebelumnya mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo terkait pembahasan RUU DOB Papua. Namun, hingga saat ini, DPR belum menerima surat presiden (surpres) untuk pembahasan RUU itu. “Tanpa ada surpres, RUU ini tidak akan bisa dibahas. Saya akan sampaikan ke DPR untuk menunda terlebih dahulu pembahasan ketiga RUU DOB sampai ada putusan MK,“ tuturnya.
Sebelumnya DPR telah menetapkan tiga RUU Pembentukan Provinsi Papua Selatan, RUU Papua Tengah, dan RUU Pegunungan Tengah, sebagai RUU inisiatif.
Dinilaitidak tepat
Menurut Timotius, alasan MRP menolak pemekaran Papua karena pemerintah masih melakukan moratorium, termasuk Papua. Selain itu, MRP juga menilai, hingga kini belum ada kajian ilmiah dari seluruh aspek pemekaran DOB Papua.
MRP juga mempertanyakan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD terkait dengan 82 persen rakyat Papua meminta pemekaran wilayah. “Ini kajian dari mana? Kajian kapan dilakukan, dan siapa yang melakukan kajian? Pemerintah pusat seharusnya mendengarkan aspirasi dari kami, karena kami adalah lembaga negara yang ada di daerah yang menyampaikan aspirasi masyarakat Papua,” katanya.
Alasan lain MRP menolak pemekaran Papua terkait ketidaksiapan SDM dan SDA menggenjot pendapatan asli daerah. Ia menyinggung 28 kabupaten/kota di Provinsi Papua yang hingga kini tak punya PAD, kecuali di Kabupaten Mimika yang terdapat PT Freeport Indonesia.
“Ini kajian dari mana? Kajian kapan dilakukan, dan siapa yang melakukan kajian? Pemerintah pusat seharusnya mendengarkan aspirasi dari kami, karena kami adalah lembaga negara yang ada di daerah yang menyampaikan aspirasi masyarakat Papua”
Usman Hamid menambahkan. Setidaknya ada tiga kerugian yang dialami masyarakat asli Papua. Pertama, hak atas informasi tentang rencana pemekaran DOB. Kedua, hak dimintai konsultasi. Ketiga, hak untuk dimintai persetujuan.
Apalagi, lanjut Usman, belakangan ini eskalasi di Papua, konflik kekerasan dan pelanggaran HAM meningkat tinggi, terutama di Kabupaten Intan Jaya, yang akan masuk Provinsi Papua Tengah. Ia khawatir, jika rencana pemekaran tetap dilanjutkan, eskalasi konflik akan meningkat.
Pleno MRP dipertanyakan
Sebelum menemui DPR, sehari sebelumnya, MRP dan MRP Barat juga bertemu Presiden Jokowi. Mahfud MD yang mendampingi Presiden menyatakan, pro dan kontra soal pemekaran Papua adalah sesuatu yang biasa dlaam demokrasi. Pasalnya, Mahfud menyebut 82 persen orang di Papua setuju pemekaran Papua. Untuk itu, pemerintah menghargai proses hukum pengujian materi UU Otsus Papua di MK. (Kompas, 26/4)
"Apa itu sudah diplenokan (MRP dan MRP Barat)?"
Sementara saat ditanya pers, usai mendampingi Wakil Presiden Ma'ruf Amin di Istana Wapres, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian justru mempertanyakan sikap MRP dan MRP Barat yang keberatan dengan pembentukan tiga provinsi baru di Papua. "Apa itu sudah diplenokan (MRP dan MRP Barat)?" ujarnya.
Terkait dukungan terhadap pemekaran Papua, Tito menyatakan tidak kalah banyaknya. "Selain asosiasi pemerintah daerah seperti Asosiasi Bupati di Papua Selatan sudah mengirim surat resmi, Asosiasi bupati dan tokoh masyarakat di wilayah Meepago, juga sudah mengirim surat. Kami sudah terima suratnya juga," ungkapnya.
Menurut Tito, dukungan juga dari asosiasi bupati yang ada di daerah Pegunungan Tengah kecuali Bupati Memberamo Tengah, dan Asosiasi bupati di Papua Utara mulai Bupati Jayapura Wali Kota Jayapura. "Apa itu kita tidak dengar," tuturnya.
Hindari Aksi KKB
"Untuk menghindari serangan kelompok kriminal bersenjata, ratusan warga meninggalkan wilayah tersebut. Sebelumnya, KKB tak hanya menyerang aparat tetapi juga mengincar warga"
Adapun dari Distrik Ilaga, ibu kota Kabupaten Puncak, Papua, dilaporkan, untuk menghindari serangan kelompok kriminal bersenjata, ratusan warga meninggalkan wilayah tersebut. Sebelumnya, KKB tak hanya menyerang aparat tetapi juga mengincar warga. Sebanyak sembilan warga sipil dan empat anggota TNI tewas akibat aksi kekerasa selama empat bulan terakhir.
Ketua Paguyuban Ikatan Keluarga Toraja (IKT) Kabupaten Puncak, Mulyanto, Selasa (26/4/2022) mengatakan, pihaknya menyerukan masyarakat paguyuban IKT tinggalkan Ilaga dan mengamankan diri ke Timika, ibu kota Kabupaten Mimika.
Hal senada disampaikan Ketua Paguyuban Flobamora (Flores, Sumba, Timor, dan Alor) Kabupaten Puncak, Fabianus Ado. Sebanyak 47 keluarga atau sekitar 100 jiwa dari paguyuban juga meninggalkan Ilaga.
Ia pun berharap situasi di Puncak segera pulih kembali dan pihak KKB tak menargetkan warga sipil sebagai korbannya.
Kepala Bandara Ilaga Herman Sujito mengatakan, aktvitas penerbangan di bandara masih berjalan normal seperti biasanya. Akan tetapi Herman mengakui jumlah penerbangan di Bandara Ilaga menurun karena minimnya angkutan. Saat ini Bandara Ilaga hanya melayani 32 penerbangan per hari.