JAKARTA, KOMPAS — Mahkamah Konstitusi meminta pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat melengkapi alat bukti untuk membantah dalil-dalil yang menyebutkan bahwa proses pembentukan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara cacat formil. Selain data yang membuktikan bahwa pemindahan ibu kota negara dilakukan secara terencana, transparan, dan akuntabel, pembentuk UU juga perlu memperkuat bukti bahwa proses pembahasan RUU IKN di DPR telah melibatkan partisipasi publik secara bermakna.
Permintaan itu disampaikan majelis hakim konstitusi dalam sidang pleno uji formil UU IKN dengan agenda mendengarkan keterangan Presiden dan DPR, Kamis (21/4/2022). ”Mohon ditambahkan dalam keterangan pemerintah dan DPR terkait dengan apa saja agendanya, termasuk bukti-bukti yang menunjukkan pansus tersebut tidak dapat diakses. Ini dalam rangka keterbukaan,” kata hakim konstitusi Enny Nurbaningsih.
Sidang pleno pengujian formil UU IKN dengan agenda mendengarkan keterangan presiden dan DPR dipimpin langsung oleh Ketua MK Anwar Usman. Pengujian formil UU IKN tersebut diajukan oleh Poros Nasional Kedaulatan Negara (PNKN) yang terdiri atas sejumlah tokoh, seperti Abdullah Hehamahua (mantan penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi), Jenderal TNI (Purn) Tyasno Sudarto (mantan KSAD) ,dan sejumlah purnawirawan TNI lainnya. Selain PNKN, permohonan uji formil juga diajukan oleh kelompok Azyumardi Azra beserta tokoh dan akademisi lainnya.
Enny menjelaskan, bukti yang harus ditambahkan oleh pemerintah adalah risalah sidang, naskah akademik RUU IKN, dan dokumen lainnya. Bukti-bukti itu perlu ditambahkan untuk menjawab dalil para pemohon yang menyatakan bahwa rapat-rapat di DPR tidak dapat diakses publik.
Baca juga : Masukan Publik Jadi Pertimbangan Penyempurnaan Aturan Pelaksana UU IKN
Enny juga meminta bukti pendukung dari pemerintah dan DPR mengenai adanya lampiran 1 tentang Peta Delineasi Kawasan Strategis IKN dan lampiran 2 di dalam UU IKN yang oleh para pemohon didalilkan tidak pernah ada dalam proses pembahasan RUU IKN. Pemerintah diminta untuk menjelaskan apakah materi dalam lampiran tersebut ada di dalam naskah akademik RUU IKN dan ada dalam pembahasan. Hal tersebut penting agar MK mengetahui secara persis materi lampiran tersebut bersumber dari mana dan bagaimana ceritanya kemudian dijadikan lampiran UU.
”Nah, tadi DPR bilang semula mau dijadikan keppres, tetapi kemudian jadi lampiran. Nah, itu sumbernya dari mana? Apakah sebelumnya sudah ada di naskah akademik?” ujarnya bertanya.
Senada dengan Enny, hakim konstitusi Saldi Isra meminta para pihak, baik pemerintah, DPR, maupun pemohon, untuk memperkuat alat bukti. Khusus untuk pemohon uji materi baik perkara 25/PUU-XX/2022 maupun 34/PUU-XX/2022, Saldi meminta tambahan alat bukti mengingat yang sudah diserahkan ke Kepaniteraan MK masih sangat minim.
”Orang yang mendalilkan secara formal juga harus menyampaikan bukti-bukti yang memadai. Kalau tidak, kami terpaksa memutus dengan mengandalkan bukti yang ada di DPR saja dan bukti-bukti yang diajukan oleh Presiden. Tolong ini dipikirkan betul oleh kedua pemohon ini,” ujar Saldi.
Kepada pemerintah, Saldi meminta untuk melampirkan bukti studi kelayakan teknis, ketersediaan lahan, kemudian rekomendasi hasil kajian Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, masterplan yang dikeluarkan Bappenas, dan lainnya. Data tersebut penting untuk melihat apakah UU IKN benar direncanakan dengan baik ataukah tidak.
Orang yang mendalilkan secara formal juga harus menyampaikan bukti-bukti yang memadai. Kalau tidak, kami terpaksa memutus dengan mengandalkan bukti yang ada di DPR saja dan bukti-bukti yang diajukan Presiden. Tolong ini dipikirkan betul oleh kedua pemohon ini.
Sementara kepada DPR, Saldi meminta adanya dokumen mengenai pergeseran-pergeseran rumusan norma sepanjang siklus pembahasan. Dokumen tersebut digunakan untuk melacak perubahan norma yang dibahas dari waktu ke waktu. Sebab, MK perlu menilai secara komprehensif mengenai benar atau tidaknya pendapat-pendapat yang disampaikan oleh masyarakat itu berpengaruh dalam pembahasan.
”Salah satu cara menilainya adalah bagaimana pembentuk undang-undang mengadopsi pendapat itu, tentu akan ada perubahan-perubahan norma. Dulu pendapatnya begitu, setelah bertemu dengan kelompok ini ada perubahan norma ini, dan segala macamnya. Kalau itu kami disediakan, akan jauh lebih baik,” kata Saldi.
Atas permintaan tersebut, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa dan perwakilan DPR, Arteria Dahlan, menyanggupi dan akan segera mengirimkan seluruh dokumen yang dibutuhkan.
Dalam keterangannya, Suharso mengungkapkan, para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk menguji UU IKN. Sebab, tidak ada keterkaitan antara pembahasan RUU IKN dan para pemohon. Menurut pemerintah, pemohon tidak bisa menguraikan adanya keterkaitan tersebut.
Baca juga : Persiapan IKN Butuh Dukungan Publik
Pada dasarnya, tambahnya, pembentukan UU IKN sudah sesuai dengan asas-asas pembentukan perundang-undangan yang ada. Ada kejelasan tujuan, kehasilgunaan, dan lainnya. Politik hukum pemindahan IKN diuraikan panjang lebar oleh Suharso. Ia pun memastikan pemindahan IKN tidak akan mengganggu anggaran negara yang digunakan untuk penanganan pandemi Covid-19 seperti yang dikhawatirkan para pemohon. Pemerintah merancang berbagai sistem pembiayaan dalam pembangunan IKN nantinya.
Arteria pun sepakat dengan pendapat pemerintah bahwa para pemohon tidak memiliki legal standing untuk mengajukan permohonan. Pembuatan UU IKN tidak memengaruhi kehidupan pemohon, dalam arti para pemohon tetap dapat melaksanakan profesinya sebagai dosen, guru, wiraswasta, dan lainnya.
Selain itu, Arteria mengungkapkan, proses pembahasan RUU IKN sudah mengakomodasi pendapat publik melalui partisipasi mereka dalam pertemuan, rapat-rapat, atau kunjungan kerja. Ini terjadi sejak proses perencanaan hingga pembahasan RUU.
Lebih jauh Arteria menjelaskan, DPR telah belajar dari putusan MK mengenai uji formil Undang-Undang Cipta Kerja lalu. Pihaknya sudah mempersiapkan naskah RUU serta perubahan-perubahan di setiap pembahasannya, juga naskah akademik RUU IKN.
”Nanti hand out-hand out akan kami kirim ke persidangan MK. Semuanya, Yang Mulia. Kalau dikatakan asal-asalan, nanti Yang Mulia kaget-kagetlah. DPR hebat sekali, dalam waktu 42 hari bisa menyelesaikan berbagai masalah. Karena emang kita kerja serius,” ungkap Arteria.
DPR juga akan mengirimkan bukti-bukti terkait pergeseran norma di sepanjang pembahasan. ”Kami akan kirimkan dalam bentuk matriks. Draf tanggal berapa, pergeserannya di mana, nanti terlihat,” ujarnya.