Kursus Memasak hingga Tata Rias, Cara Parpol Gaet Emak-emak
Memenuhi kuota 30 persen perempuan dalam kepengurusan parpol memang bukan perkara mudah. Butuh ”politik asyik” untuk memikat perempuan tertarik pada politik dan masuk menjadi pengurus parpol.
Pepatah bilang, banyak jalan menuju Roma. Pun begitu dengan partai politik, punya banyak jalan untuk menarik simpati rakyat. Bukan hanya parpol lama, partai-partai baru juga punya strategi khusus untuk menggaet pemilih.
Strategi khusus salah satunya disiapkan para pengurus Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) yang belum pernah mengikuti pemilihan umum (pemilu). Wakil Bendahara Umum Pimpinan Nasional PKN Winarti, misalnya, menggunakan kegiatan masak-memasak menu khas Nusantara untuk menggaet emak-emak agar mau bergabung dengan partai baru tersebut.
Sebelum bergabung di partai berlambang burung Garuda itu, Winarti memang aktif berkegiatan di Ikatan Ahli Boga Indonesia (Ikaboga). Bermodal pertemanan dan kemampuannya bersosialisasi, dia telah merekrut hampir 100 kader perempuan untuk masuk ke PKN sejak Januari 2022.
”Bisa dibilang, saya merekrut kader-kader perempuan itu melalui pertemanan dan persahabatan. Kami melakukan kegiatan memasak dari resep-resep Nusantara sembari memperkenalkan apa itu Partai Kebangkitan Nusantara,” kata Winarti saat dijumpai di kantor Pimpinan Nasional (Pimnas) PKN, pekan pertama April lalu.
PKN mulai dideklarasikan oleh mantan politikus Partai Demokrat, I Gede Pasek Suardika, pada 28 Oktober 2021. Kemudian, secara resmi, partai tersebut mendapatkan surat keputusan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) pada Januari 2022. Pasek yang juga pernah bergabung di Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) itu didaulat menjadi Ketua Umum Pimnas PKN.
Sebagai pengurus dan kader perempuan di PKN, Winarti memang mendapatkan tugas khusus untuk merekrut kader sebanyak-banyaknya. Partai yang masih sangat muda itu harus bekerja sangat keras untuk menjadi peserta Pemilu 2024, di antaranya memenuhi kuota keterwakilan 30 persen perempuan di kepengurusan tingkat pusat serta memperhatikan kuota keterwakilan perempuan di tingkat kepengurusan provinsi, kabupaten, dan kota.
Winarti sadar, tak cukup cara-cara biasa untuk mendekati kaum perempuan agar tertarik masuk ke parpol. Butuh pendekatan ”politik asyik” untuk menggaet kaum hawa. Pilihannya kemudian jatuh dengan membuat kursus memasak kuliner khas Nusantara dan pelatihan tata rias, kegiatan yang dekat dengan dunia perempuan.
Tak cukup cara-cara biasa untuk mendekati kaum perempuan agar tertarik masuk ke parpol. Butuh pendekatan ”politik asyik ” untuk menggaet kaum hawa.
Program pemberdayaan ekonomi kaum disabilitas hingga mendekati rumah singgah komunitas ibu yang tengah mendampingi anaknya terapi pengobatan penyakit atresia bilier juga menjadi pilihannya. Atresia bilier adalah penyakit langka pada saluran empedu yang menyerang bayi.
”Istilahnya kami dekati dulu mereka, ambil hatinya, kemudian jika sudah dekat baru ditawari masuk ke PKN mau atau tidak. Saya tidak mau langsung terang-terangan bicara politik, tetapi masuk melalui kegiatan sosial,” kata Winarti.
Setali tiga uang, Yuyun K Soemopawiro, Ketua Percepatan Kartu Tanda Anggota (KTA) Pimnas PKN, juga gencar mendekati kaum perempuan untuk direkrut menjadi kader. Bedanya, Yuyun memanfaatkan kegiatannya dalam olahraga yoga untuk menggaet calon kader. Kebetulan, Yuyun memang suka berolahraga yoga.
Saat berolahraga bersama komunitasnya, dia kerap memakai jaket berwarna hitam dengan aksen garis-garis merah putih berlambang burung Garuda di bagian tengah. Jaket berlogo PKN itu ternyata mampu mencuri perhatian teman-teman di komunitas yoganya. Mereka bertanya-tanya tentang PKN. Dari situ, Yuyun masuk dan memperkenalkan partai tersebut.
”Ternyata, orang itu tidak terlalu antipati dengan partai politik. Mungkin, karena mereka dekat secara personal dengan saya, tertarik dengan jaket yang saya pakai. Mereka justru mau membantu dan menanyakan apa yang saya butuhkan untuk partai,” kata Yuyun.
Ketua Umum PKN I Gede Pasek Suardika mengatakan, saat ini PKN memang sedang berfokus pada etape kedua untuk bisa lolos verifikasi di KPU. Dia menyadari partainya masih seumur jagung, baru tiga bulan sejak mendapatkan status badan hukum resmi di Kemenkumham. PKN juga terus mempelajari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan Peraturan KPU tentang Verifikasi Partai Politik. Tidak mudah bagi partai politik baru untuk bisa lolos dalam verifikasi dua tahap, yaitu administrasi dan faktual. PKN pelan-pelan memenuhi syarat itu hingga pendaftaran parpol peserta pemilu dibuka pada Agustus 2022.
”Di kepengurusan, dari 60 anggota pengurus, 18 orang adalah perempuan. Ini sudah sesuai dengan syarat keterwakilan minimal 30 persen perempuan di tingkat kepengurusan pusat,” kata Pasek.
Baca juga : Implementasi Keterwakilan Perempuan dalam Pemilu Belum Maksimal
Bukan hanya PKN, Partai Perindo juga mulai menyusun strategi untuk menggaet kader perempuan. Seperti diungkapkan Wakil Ketua Umum Partai Perindo Ferry Kurnia Rizkiyansyah, saat ini partainya sedang mempersiapkan penguatan kelembagaan infrastruktur partai dan keanggotan, termasuk kuota 30 persen perempuan. Berdasarkan pengalaman di Pemilu 2019, partai besutan pengusaha Harry Tanoesoedibjo ini mampu memenuhi kuota 30 persen di kepengurusan pusat. Kini, Perindo juga berusaha kembali memaksimalkan pemenuhan kuota 30 persen itu.
”Partai Perindo memiliki sayap yang berkonsentrasi dalam isu-isu perempuan, yaitu Kartini Perindo. Ini menjadi gerakan untuk merekrut kader-kader perempuan masuk di Perindo,” ujar Ferry.
Perindo sendiri sudah menjadi peserta Pemilu 2019, tetapi gagal melenggang ke parlemen karena perolehan suaranya tak memenuhi syarat ambang batas minimal 4 persen. Sebagai parpol nonparlemen, Partai Perindo harus memenuhi syarat verifikasi administrasi dan faktual untuk lolos sebagai peserta pemilu.
Ketua DPP Partai Perindo Bidang Perempuan dan Anak Ratih Gunaevy menambahkan, cara Perindo merekrut kader-kader perempuan secara terbuka memang melalui jaringan sayap perempuan, yaitu Kartini Perindo. Perekrutan dilakukan melalui jaringan kekerabatan dan konvensi rakyat. Ratih mengakui, merekrut kader perempuan memiliki seni tersendiri. Kader perempuan harus diyakinkan dengan pendekatan personal serta diajak berdiskusi untuk tahu visi dan misinya ke depan.
”Saya kerap meyakinkan calon kader perempuan seberapa penting peran mereka dibutuhkan jika ingin membuat perubahan yang lebih baik. Utamanya adalah mengubah pola pikir mereka agar mau terjun ke wilayah publik. Siapa lagi yang mau memperjuangkan isu perempuan jika bukan perempuan itu sendiri,” kata Ratih.
Ferry menambahkan, selain memenuhi keterwakilan perempuan dalam kepengurusan partai, Perindo juga terus meningkatkan kualitas perempuan yang masuk ke partai. Para kader perempuan ini harus paham dan pro kepentingan publik. Sehingga, ketika mereka masuk dalam lingkaran pengambil kebijakan seperti anggota DPR, mereka bisa bicara dan fokus pada isu-isu perempuan.
Sama dengan parpol nonparlemen dan parpol baru, parpol lama seperti Partai Persatuan Pembangunan (PPP) juga sudah mulai mematangkan strategi pemenangan elektoral Pemilu Serentak 2024. Wakil Ketua Umum PPP Ermalena menuturkan, keterwakilan perempuan dalam pencalonan anggota legislatif menjadi salah satu fokus utama dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) PPP di Jakarta, pekan lalu. PPP menargetkan ada 30 persen calon legislatif (caleg) yang berasal dari kaum perempuan. Jika dihitung dibutuhkan paling tidak 7.000 caleg perempuan di seluruh Indonesia.
”PPP tidak mau hanya sekadar memenuhi target keterwakilan perempuan 30 persen. Kami ingin perempuan yang diletakkan di sana memiliki kemampuan elektoral dan kemampuan menjadi caleg terpilih yang bisa membawa aspirasi masyarakat nantinya,” katanya.
Ermalena tak memungkiri, merekrut kader perempuan untuk masuk ke politik tidaklah mudah. Banyak perempuan yang masih menganggap bahwa dunia politik adalah dunia yang maskulin. Oleh karena itu, PPP terus melakukan sekolah politik bagi perempuan untuk mematahkan anggapan-anggapan tersebut. Perempuan dididik untuk bisa berkomunikasi dengan masyarakat.
Sebanyak 30 persen dana bantuan politik PPP pun difokuskan untuk kegiatan peningkatan kapasitas politik perempuan. Khusus untuk persiapan Pemilu 2024, PPP akan memulai sekolah pendidikan politik untuk perempuan setelah Lebaran.
”Sekolah pendidikan politik untuk perempuan ini disesuaikan dengan segmen masing-masing. Untuk kader yang baru masuk, mereka harus tahu apa itu ke-PPP-an dan apa manfaatnya bergabung dengan PPP. Setelah itu, baru mereka diberi pemahaman untuk bagaimana bisa memenangi pemilu dengan strategi elektoral,” kata Ermalena.
Peneliti senior Pusat Penelitian Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Siti Zuhro, menuturkan, isu pengarusutamaan jender bukanlah hal baru dalam dunia politik dan kepemiluan. Sejak tahun 2004, aturan pengarusutamaan jender di parpol untuk menjadi peserta pemilu sudah mulai diberlakukan. Artinya, sudah empat kali pemilu nasional yang memberlakukan aturan itu.
Baca juga : Implementasi Kebijakan Afirmasi Perempuan Terganjal Sistem Pemilu
Namun, baru sejak Pemilu 2009, para aktivis dan pegiat isu perempuan mulai mengawal ketat aturan representasi perempuan di partai politik tersebut. Idealnya, sekarang, partai-partai diasumsikan sudah mahir atau bahkan mulai berinovasi untuk melakukan rekrutmen kader perempuan.
”Akses-akses seharusnya lebih terbuka, rekrutmen bisa dilakukan lebih transparan. Ini tentu membutuhkan komitmen dan kerja serius dari fungsionaris partai. Bagaimana agar mereka bisa memenuhi kuota 30 persen perempuan dan memastikan mereka yang bergabung memiliki kapasitas dan kualitas,” kata Siti Zuhro.
Menurut Siti Zuhro, hal yang bisa dilakukan untuk efektif merekrut kader perempuan adalah melakukan pengumpulan bakat (talent pool) berbasis data perempuan, baik di level provinsi, kabupaten, maupun kota. Data itu bisa dimanfaatkan fungsionaris partai dalam pola perekrutan kader perempuan.
Selain itu, idealnya fungsionaris parpol juga proaktif melalukan pencarian (head hunter) dan melamar kader-kader perempuan potensial. Parpol bisa memetakan calon kader perempuan yang bagus melalui jalur kampus, organisasi perempuan, ataupun komunitas-komunitas perempuan. Sebab, menurut Zuhro, kader-kader yang berkualitas dan berkapasitas biasanya enggan untuk melamar ke parpol. Mereka harus didekati dan diyakinkan untuk mau bergabung ke parpol tertentu.
”Berikan prospek yang cerah bagi calon kader perempuan. Yakinkan mereka bahwa pemilu adalah kompetisi yang sehat untuk memperjuangkan isu-isu perempuan agar lebih baik ke depannya. Harus ada keberpihakan dan kerja-kerja proaktif dari fungsionaris partai yang sebenarnya bisa dimulai sejak Pemilu 2019 usai,” kata Zuhro.
Jika hal itu dilakukan, kata Zuhro, otomatis kader-kader perempuan yang masuk ke parpol akan terseleksi menjadi lebih berkualitas. Parpol tidak sembarangan melakukan perekrutan, seperti melalui jalur nepotisme, kekerabatan, dan koncoisme. Jika ada pola keberpihakan pengarusutamaan jender yang utuh dari parpol, pemenuhan syarat keterwakilan perempuan 30 persen ini pun akan lebih mudah dipenuhi.