Pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi Kembali Diperpanjang
Dewan Perwakilan Rakyat kembali memperpanjang pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. Sebelumnya permintaan perpanjangan disampaikan pimpinan Komisi I DPR.
JAKARTA, KOMPAS
—
Dewan Perwakilan Rakyat kembali memperpanjang pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. Namun, proses pembahasan ini diprediksi akan terus berjalan alot karena hingga kini belum juga ada titik temu antara Komisi I DPR dan pemerintah terkait keberadaan lembaga otoritas pengawas perlindungan data pribadi.
Permohonan perpanjangan pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) disampaikan pimpinan Komisi I DPR dalam rapat konsultasi pengganti rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR, Senin (11/4/2022). Setelah itu, permohonan tersebut disetujui dalam Rapat Paripurna DPR, Senin (12/4/2022).
Ketua DPR Puan Maharani mengatakan, pembahasan RUU PDP akan diperpanjang sampai masa sidang V 2021/2022 mendatang. DPR dan pemerintah pun berkomitmen untuk menyelesaikan RUU tersebut. ”Karena masih diperlukan waktu dalam pengkajian, pembahasan RUU PDP akan diperpanjang,” katanya.
Baca juga : Memastikan Perlindungan Data Pribadi
Selain perpanjangan pembahasan RUU PDP, rapat paripurna juga menyetujui perpanjangan empat RUU lain, yakni RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, RUU tentang Hukum Acara Perdata, RUU tentang Praktik Psikologi, dan RUU tentang Landas Kontinen.
Selain perpanjangan pembahasan RUU PDP, rapat paripurna juga menyetujui perpanjangan empat RUU lain, yakni RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, RUU tentang Hukum Acara Perdata, RUU tentang Praktik Psikologi, dan RUU tentang Landas Kontinen.
Hingga kini, pembahasan RUU PDP berjalan alot karena pemerintah dan DPR belum menyepakati lembaga yang akan memegang otoritas pengawas perlindungan data pribadi. Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menginginkan agar otoritas itu berada di bawah Kemenkominfo. Sementara DPR menginginkan agar otoritas tersebut berdiri independen karena kebocoran data terjadi di sektor swasta ataupun pemerintah.
Menunggu instruksi Presiden
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), TB Hasanuddin, mengatakan, kepastian penyelesaian RUU ini bergantung kepada pemerintah. Sebab, ia menilai, pembahasan RUU macet karena belum ada kesepahaman antara pemerintah dan DPR terkait keberadaan lembaga otoritas pengawas data pribadi.
Padahal, mayoritas fraksi di Komisi I DPR sudah solid menginginkan agar lembaga itu berdiri independen. Fraksi yang belum sepaham hanya Partai Nasdem. Untuk diketahui, Menkominfo Johnny G Plate merupakan Sekretaris Jenderal Nasdem.
”Kalau persoalan lembaga otoritas itu selesai, pembahasan RUU akan berjalan cepat. Hal-hal lain dalam draf RUU tidak ada masalah,” kata Hasanuddin.
Agar pembahasan tak terus berlarut-larut, menurut Hasanuddin, Menkominfo harus segera melaporkan persoalan ini ke Presiden Joko Widodo. Ia meyakini, jika Presiden nanti memberikan arahan mengenai keberadaan lembaga otoritas perlindungan pribadi, fraksi-fraksi DPR akan mematuhi instruksi tersebut.
”Jadi, mestinya, Menkominfo lapor Presiden daripada macet begini terus. Biar cepat selesai juga. Kalau tidak, ya, terus saja begini, akan kuat-kuatan, tarik-tarikan. Nanti kami juga menunggu arahan dari Presiden seperti apa,” tutur Hasanuddin.
Mestinya, Menkominfo lapor Presiden daripada macet begini terus. Biar cepat selesai juga. Kalau tidak, ya, terus saja begini, akan kuat-kuatan, tarik-tarikan. Nanti kami juga menunggu arahan dari Presiden seperti apa.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Nasdem, Muhammad Farhan, mengatakan, fraksinya akan terus mempertahankan agar lembaga otoritas perlindungan data pribadi itu berada di bawah Kemenkominfo. Dengan berada di bawah Kemenkominfo, menurut dia, lembaga itu akan lebih cepat efektif bekerja dibandingkan harus membuat lembaga baru.
”Jadi, tujuannya untuk efektivitas. Sekarang ini kita sedang dalam kondisi darurat perlindungan data. Pusat data nasional nanti ada di bawah Kemenkominfo juga. Nanti akan keluar peraturan di mana semua lembaga negara harus menyimpan data yang mereka miliki tersebut di pusat data nasional, tidak boleh di cloud, sehingga tercipta kedaulatan data,” kata Farhan.
Lagi pula, lanjut Farhan, jika harus membentuk lembaga baru, biaya yang dikeluarkan akan sangat besar. Selain itu, jika otoritas itu diserahkan ke lembaga lain, seperti Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), ia meyakini kinerjanya pun tidak akan optimal. Sebab, saat ini saja, anggaran BSSN sudah dipotong sampai 50 persen.
Farhan menyampaikan, Presiden sesungguhnya ingin agar pembahasan RUU PDP dapat diselesaikan di level DPR tanpa harus ada campur tangan Presiden secara langsung. Namun, jika pembahasan RUU ini terus berkepanjangan, menurut dia, bukan tidak mungkin Presiden akan membentuk Gugus Tugas Percepatan Pembahasan RUU PDP.
”Pasti Presiden akan membentuk satgas khusus nanti kalau memang ini kelamaan,” ucapnya.
Baca juga : RUU Perlindungan Data Pribadi Terbengkalai
Dengan adanya pembahasan, kami akan cari concern-nya terkait apa yang dikhawatirkan oleh DPR. Jika dianggap bakal tidak independen, nanti, kan, bisa dikasih aturannya, siapa yang berwenang mengawasi dan bagaimana pengawasannya, itu bisa dibuat aturannya.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kemenkominfo Semuel Pangerapan menyambut baik perpanjangan pembahasan RUU PDP. Dengan ini, ia berharap segera mendapat titik temu dengan DPR.
”Dengan adanya pembahasan, kami akan cari concern-nya terkait apa yang dikhawatirkan oleh DPR. Jika dianggap bakal tidak independen, nanti, kan, bisa dikasih aturannya, siapa yang berwenang mengawasi dan bagaimana pengawasannya, itu bisa dibuat aturannya,” kata Semuel.
Ia pun berharap agar semua pihak tidak apriori dengan pemerintah. Sebab, jika kelak lembaga otoritas itu berada di bawah Kemenkominfo dan terjadi kesalahan, pemerintah juga bisa digugat. ”Nanti akan dibahas lagi di rapat bersama dengan DPR. Ini, kan, harus keputusan bersama antara DPR dan pemerintah. Jadi, kami harap ada penyelesaian,” ujarnya.
Ia hanya menegaskan, akan lebih baik jika pengawasan tersebut tetap berada di tangan pemerintah. Hal ini sejalan dengan peraturan lain terkait dengan PDP, seperti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik serta PP No 80/2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik di mana kewenangan pengawasan itu ada di tangan pemerintah.
”Kalau bukan diberikan kepada pemerintah, lalu diberikan kepada siapa? Bagaimana pertanggungjawaban dan pengendaliannya nanti? Sebab, dengan diberikan kepada pemerintah, ini akan menjadi lebih jelas siapa yang bertanggung jawab,” tutur Semuel.