Kesuksesan pembangunan Ibu Kota Negara Nusantara tak hanya ditentukan pimpinan negeri ini, tetapi juga harus ada sokongan dari seluruh elemen bangsa, terutama partisipasi publik.
Oleh
Tim Kompas
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Rangkaian kegiatan Presiden Joko Widodo di titik nol kilometer Ibu Kota Negara Nusantara tak hanya menyimbolkan keberagaman Indonesia, tetapi menyiratkan pula pentingnya kolaborasi untuk mencapai satu tujuan. Arti penting kolaborasi ini ditekankan Presiden Jokowi agar proyek pembangunan ibu kota negara itu sukses. Kolaborasi tidak sebatas di tataran elite, tetapi terutama menyerap suara publik.
Penyatuan tanah dan air dari semua provinsi mengawali kegiatan Presiden di titik nol kilometer Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur (Kaltim), Senin (14/3/2022). Tanah dan dan air yang diambil dari tempat bersejarah di setiap provinsi diserahkan oleh gubernur atau yang mewakilinya kepada Presiden, diawali Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan diakhiri Gubernur Kaltim Isran Noor. Presiden lalu menuang tanah dan air itu ke dalam kendi tembaga yang disebut Kendi Nusantara.
”Hari ini, Senin, 14 Maret 2022, kita hadir bersama-sama di sini dalam rangka cita-cita besar dan pekerjaan besar yang akan kita segera mulai, yaitu pembangunan Kota Nusantara,” kata Presiden Jokowi saat memberi sambutan.
Apresiasi disampaikan Presiden kepada para pimpinan daerah yang membawa tanah dan air dari wilayah mereka. ”Ini bentuk kebinekaan kita dan persatuan yang kuat di antara kita dalam membangun Ibu Kota Nusantara,” kata Presiden.
Dari total 34, sebanyak enam gubernur tak bisa hadir dengan alasan kesehatan sehingga diwakilkan kepada wakil gubernur atau asisten sekretaris daerah. Hadir pula Ketua MPR Bambang Soesatyo, sejumlah menteri, Kepala Otorita IKN Bambang Susantono dan wakilnya, Dhony Rahajoe, serta 15 tokoh masyarakat Kaltim.
Setelah penyatuan tanah, Presiden bersama pimpinan daerah menanam tanaman di lokasi titik nol. Tanaman ini khas dari daerah masing-masing. Presiden juga berdiskusi dengan 15 tokoh masyarakat Kaltim dan meninjau Persemaian Mentawir di Desa Mentawir, Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara, yang bibitnya akan digunakan untuk merehabilitasi hutan di kawasan IKN. Malam harinya, Presiden menginap di kemah di titik nol.
Bambang Soesatyo minta agar pembangunan Nusantara berlanjut setelah Presiden Jokowi mengakhiri masa jabatan pada 2024. ”Pembangunan IKN tak boleh mangkrak,” ujarnya.
Untuk memastikannya, MPR tengah menyusun kajian Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) yang kedudukan hukumnya lebih kuat dibandingkan undang-undang sehingga menjamin keberlangsungan pembangunan IKN. Dari kajian sementara, PPHN dibentuk lewat payung hukum Ketetapan MPR. Konsekuensinya, diperlukan amendemen terbatas UUD 1945.
Bagi Isran Noor, pemilihan IKN di Kaltim membanggakan masyarakat Kaltim dan diyakini berdampak luas dari sisi pemerataan dan keadilan pembangunan di Indonesia.
Bagi Anies Baswedan, pemindahan IKN memberi peluang untuk mempercepat pembangunan di Jakarta sebagai salah satu kota global.
Kebutuhan legitimasi
Peneliti otonomi daerah di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Mardyanto Wahyu Tryatmoko, mengingatkan, masih banyak problem dalam pembangunan IKN, mulai dari persoalan status tanah, tata kelola lingkungan, hingga bentuk pemerintahan Otorita IKN.
Hal ini, menurut dia, tidak baik sebagai sebuah kebijakan publik. Kebijakan publik harus mendapat legitimasi penuh dari publik. Legitimasi tak cukup hanya dihadirkan dari para kepala daerah. ”Jadi, jangan lupa kolaborasi itu termasuk dengan masyarakat, misalnya meminta partisipasi, dukungan, dan sebagainya,” ujarnya.
Deputi Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Erasmus Cahyadi mengatakan, IKN berada di kawasan yang sebelumnya lokasi konsesi izin perusahaan. Kawasan tersebut juga ruang hidup masyarakat adat turun- temurun. Sedikitnya ada 21 komunitas masyarakat adat yang hidup di sana. ”Jika terjadi negosiasi untuk kepentingan IKN, siapa yang bernegosiasi? Perusahaan itu atau masyarakat adat pemilik tanah?” tanyanya.
Persoalan lainnya, tumpang-tindih klaim izin konsesi. Hal ini sering menyebabkan konflik agraria. Berdasarkan catatan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), dalam lima tahun terakhir, ada sekitar 30 konflik agraria dengan lahan seluas 64.000 hektar di Kaltim.
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Usep Setiawan mengatakan, KSP meminta Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional untuk mengidentifikasi dan memverifikasi status tanah di IKN. Dengan demikian, pembangunan tak menyisakan masalah pertanahan.
Saat berdiskusi dengan Presiden, tokoh adat di Kaltim berharap pembangunan IKN tak hanya pembangunan infrastruktur. Mereka ingin pengembangan sumber daya manusia lebih diutamakan. (CIP/IDO/CAS/HLN/JUM/IKI/COK/TAM/BOW)