Perkembangan keilmuan tentang kekuatan udara akan memperkuat TNI AU. Oleh karena itu, TNI AU mengeluarkan jurnal Patriot Biru.
Oleh
EDNA CAROLINE PATTISINA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — TNI Angkatan Udara perlu mengembangkan kajian keilmuan agar dapat berkembang. Kajian ini nantinya akan diikuti perkembangan konsep operasi untuk mengoptimalkan kekuatan udara dalam medan pertempuran.
Hal ini disampaikan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Fadjar Prasetyo, saat secara simbolis meluncurkan jurnal TNI AU ”Patriot Biru”, di Ardhya Loka Halim Perdanakusuma, Jakarta, Senin (7/3/2022).
Fadjar mengatakan, jurnal TNI AU diharapkan dapat memberikan kajian ilmiah terkini tentang berbagai perkembangan terakhir yang dapat memberi cakrawala pandang generasi penerus TNI AU, maupun masyarakat luas. ”Bahan itu juga dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan arah kebijakan TNI AU,” Fadjar.
Ia juga berharap agar jurnal ini bisa membuka akses studi ilmiah terkait perkembangan dunia militer, yang tidak hanya bermanfaat bagi kalangan militer, tetapi juga masyarakat dan menjadi referensi kredibel pada ekosistem akademis.
Jurnal TNI AU Patriot Biru, yang diinisiasi KSAU, merupakan media publikasi berkala berbagai hasil penelitian dan iptek kedirgantaraan, terbit setiap triwulan. Pada edisi I volume I, jurnal TNI AU berisi sembilan artikel. Selain dalam bentuk cetak, jurnal yang sudah mendapat nomor serial berstandar internasional (ISSN) dari LIPI dapat diakses secara elektronik pada alamat situs https://e-jurnal.tni-au.mil.id.
KSAU yang didampingi Asisten Komunikasi dan Elektronika KSAU Marsda Amrizal Mansur meminta seluruh jajaran TNI AU proaktif menyumbangkan ide dan konsepsi melalui wadah jurnal TNI AU Patriot Biru.
”Sehingga dapat membantu tercapainya peningkatan kualitas SDM sebagai kunci utama mewujudkan Angkatan Udara yang disegani di kawasan,” kata Fadjar.
Salah satu tema penting yang dibahas dalam jurnal tersebut adalah tentang perang siber. Richardus Eko Indrajit yang menjadi pembahas buku Cyber Warfare yang ditulis oleh Kolonel Rudy Gultom, seorang perwira TNI AU yang juga dosen di Universitas Pertahanan, mengatakan, realitasnya setiap hari Indonesia mengalami perang siber.
Hal ini tidak lagi sejalan dengan konsep perang konvensional yang pelakunya negara dan dideklarasikan terlebih dahulu.
Menurut Richardus, data tahun 2005 saja telah ada 1,5 juta serangan siber setiap hari di Indonesia. Angka ini ia perkirakan meningkat dua kali lipat. Yang menarik, pelaku serangan siber, 60 persen di antaranya ada di dalam Indonesia. Mereka tidak saja menyerang instalasi fisik, tetapi juga informasi.
”Bisa untuk intelijen, bisa juga untuk disinformasi dan lainnya,” kata Richardus.