Majelis Rakyat Papua Barat Minta Dilibatkan dalam Percepatan Pembangunan Papua
Pemerintah mendorong percepatan pembangunan di Papua dan Papua Barat. Masukan masyarakat setempat perlu diakomodasi untuk memastikan pembangunan sesuai kebutuhan dan tepat sasaran.
Oleh
NINA SUSILO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah tengah menyelesaikan Rancangan Induk Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua 2021-2041. Dalam seluruh proses percepatan pembangunan ini, Majelis Rakyat Papua Barat meminta dilibatkan.
Rancangan Induk Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (RIPPP) 2021-2041 akan dituangkan dalam bentuk peraturan presiden. Saat ini, rancangan masih pada tahap akhir harmonisasi dengan aturan perundang-undangan lainnya. Program-program yang direncanakan dalam RIPPP disiapkan oleh pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan kabupaten, serta mengakomodasi aspirasi masyarakat seperti yang diwakili oleh Majelis Rakyat Papua Barat dan Majelis Rakyat Papua.
Wakil Presiden Ma’ruf Amin dalam audiensi selama sekitar 40 menit secara daring dengan Ketua Umum Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) Maxsi Nelson Ahoren, Selasa (1/3/2022), menjelaskan, dengan masukan masyarakat, diharapkan semua program tepat sasaran dan sesuai kebutuhan masyarakat.
”Itulah sebabnya, kami selaku pemerintah pusat memberi kesempatan untuk memperoleh informasi atau aspirasi dari masyarakat selain dari pemerintah daerah, provinsi, maupun dari kabupaten,” kata Wapres Amin.
Dalam pertemuan itu, Maxsi Ahoren hadir bersama anggota MRPB Mathias Komegi dan Anton H Rumbruren. Selain itu, hadir pula Kepala Sekretariat Wakil Presiden Ahmad Erani Yustika, Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Sekretariat Wapres Suprayoga Hadi, dan Staf Khusus Wapres Masykuri Abdillah.
Dalam audiensi, Ketua Umum MRPB Maxsi Nelson Ahoren menyampaikan aspirasi dan masukan masyarakat yang telah dirangkum kepada Wapres. MRPB menyampaikan dukungan serta meminta supaya selalu diikutsertakan dalam pelaksanaan kebijakan dan program pembangunan nasional, khususnya di Papua Barat.
Sejauh ini, menurut Maxsi, MRPB telah dilibatkan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas dalam pembahasan pembobotan draf dokumen RIPPP. Aspirasi orang asli Papua telah disampaikan kepada Kementerian PPN/Bappenas dan Wapres secara tertulis. Karena itu, diharap aspirasi tersebut diterima dan dimuat menjadi dokumen RIPPP 2021-2041.
Seluruh proses dan tahapan pelaksanaan RIPPP diharapkan melibatkan MRPB sebagai lembaga representasi kultural orang asli Papua (OAP). Untuk menjamin keterlibatan aktif OAP dan kepercayaan kepada pemerintah, lanjut Maxsi, pemerintah perlu mengakomodasi partisipasi komponen-komponen utama orang asli Papua. Hal ini dikoordinasi oleh Majelis Rakyat Papua/MRPB.
Dengan partisipasi aktif, rasa memiliki bisa ditumbuhkan. Pembangunan juga diharap mengutamakan keadilan, kesejahteraan, dan kemakmuran OAP. Selanjutnya, pembangunan diikuti pendekatan keamanan berperspektif kultural.
Khusus untuk pengadaan tanah yang berstatus tanah atau wilayah adat dan pemanfaatan sumber daya alam yang terdapat di dalamnya, pembangunan harus mengikutsertakan MRPB. Untuk melindungi hak-hak tradisional dan kepentingan OAP, perjanjian kerja sama pemerintah/pemerintah daerah dengan pihak lain juga perlu melibatkan MRPB.
Semua pihak
Sejauh ini, selain Peraturan Presiden mengenai RIPPP, regulasi yang disiapkan untuk mendorong percepatan pembangunan di Provinsi Papua dan Papua Barat adalah Peraturan Presiden tentang Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otsus Papua (BP3OKP).
Untuk memastikan program percepatan berjalan baik, diperlukan juga kerja sama berbagai pihak, termasuk Majelis Rakyat Papua Barat. ”Untuk percepatan pembangunan Papua, termasuk di Papua Barat, ini memang perlu dukungan dari semua pihak secara optimal, dan saya minta kepada Majelis Rakyat Papua Barat turut mengawal pelaksanaan daripada percepatan ini. Percepatan pembangunan Otsus Papua maksud saya, khususnya di Papua Barat,” tutur Wapres Amin.
MRPB sebagai lembaga yang beranggotakan para perwakilan OAP, yang terdiri dari unsur adat, agama, dan perempuan, diminta untuk konsisten menyosialisasikan kebijakan-kebijakan pemerintah yang telah dirancang kepada seluruh lapisan masyarakat.
Di akhir audiensi, Wapres mengimbau MRPB agar terus menyosialisasikan kebijakan-kebijakan afirmatif yang telah dirancang untuk menyejahterakan masyarakat Papua dan Papua Barat.
Masykuri menambahkan, sejauh ini, aspirasi dan masukan masyarakat Papua diserap dari berbagai kesempatan. Dua pekan lalu, dalam seminar dan konferensi pimpinan-pimpinan Gereja di Tanah Papua, para pemuka agama dari Papua dan Papua Barat menyampaikan beberapa rekomendasi.
”Pada dasarnya pimpinan Gereja ingin terlibat secara aktif dalam percepatan pembangunan di Papua. Kalau dulu, belum ada keterlibatan secara langsung. Wapres menyambut baik hal ini,” tutur Masykuri yang hadir secara daring dalam konferensi tersebut mewakili Wapres Amin.
Selain itu, kata Masykuri, sebagian pimpinan Gereja juga meminta supaya ada pengurangan jumlah personel keamanan di Papua dan Papua Barat. Pemerintah, menurut dia juga menginginkan hal tersebut. Namun, pemerintah tetap wajib melindungi warga Papua-Papua Barat dan mendorong pembangunan supaya kesejahteraan di tanah Papua terwujud.
”Ini yang menjadi komitmen Presiden dan Wapres,” ujarnya.
Keamanan kondusif dinilai sebagai modal untuk pembangunan kesejahteraan. Pendekatan kebudayaan, spiritual, dan keagamaan juga diharap bisa meredam gejolak keamanan.