Tuntaskan Persoalan di Wadas dengan Persuasif dan Partisipatif
Kendati masih ada warga Wadas, Purworejo, yang menolak penambangan batu andesit di wilayahnya, pemerintah tetap akan melanjutkan pembangunan Bendungan Bener. Pendekatan persuasif dan partisipatif harus dikedepankan.
Oleh
NINA SUSILO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rencana pembangunan proyek strategis nasional Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, akan tetap dilanjutkan pasca-insiden yang terjadi di Wadas, Kecamatan Bener, Purworejo, pada Selasa (8/2/2022). Masih adanya penolakan terhadap pembangunan bendungan, terutama areal penambangan batu andesit untuk bendungan, harus dituntaskan secara persuasif, partisipatif, dan bermartabat.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan, pemerintah menggencarkan pembangunan untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Setiap pembangunan pun diklaimnya menjunjung tinggi rasa keadilan. Hal ini berlaku termasuk untuk pembangunan Bendungan Bener. Oleh karena itu, insiden di Wadas pada Selasa, ditegaskannya, tak akan memberhentikan rencana pembangunan bendungan.
”Persoalan yang masih ada hendaknya bisa diselesaikan secara persuasif, partisipatif, dan bermartabat seperti yang pernah dilakukan oleh Pak Jokowi pada saat menjabat Wali Kota Solo,” ujarnya.
Insiden di Wadas dipicu penolakan sebagian warga atas penambangan batu andesit di Wadas untuk pembangunan Bendungan Bener. Areal yang ditambang menurut rencana seluas 617 bidang tanah. Dari jumlah itu, baru pemilik dari 353 bidang tanah yang menyetujuinya, sisanya atau pemilik dari 264 bidang tanah menentangnya.
Perbedaan sikap ini lantas berujung konflik dengan pengerahan aparat keamanan ke Wadas saat kegiatan pengukuran lahan untuk areal tambang oleh petugas Badan Pertanahan Nasional pada Selasa. Polisi berdalih yang dilakukannya di Wadas merupakan upaya untuk mencegah eskalasi konflik antara kubu pro dan kontra. Namun, sejumlah kalangan berbeda melihatnya. Tindakan kepolisian dianggap represif dan berlebihan.
Terkait hal ini, Moeldoko mengatakan, aparat keamanan memiliki parameter dalam menjalankan tugasnya. Parameter itu adalah proporsional dan profesional sesuai situasi yang dihadapi. ”Kalau tidak sesuai parameter, perlu dievaluasi,” ujarnya.
Ia juga meminta masyarakat melihat dengan jernih konflik yang terjadi di Desa Wadas. ”Kita sering percaya lebih awal atas sebuah informasi walaupun itu sesungguhnya ’disinformasi’. Sebagai contoh, polisi menyerang Desa Wadas, padahal yang sesungguhnya (terjadi) polisi mengamankan Desa Wadas,” tuturnya.
Kalaupun terjadi penangkapan, lanjutnya, polisi mengatakan hal tersebut dilakukan untuk mengamankan semua pihak. Dengan demikian, tidak terjadi konflik di antara masyarakat. ”Kalau itu tujuannya, saya pikir itu langkah mitigasi yang diperlukan,” ujar Moeldoko.
Secara terpisah, Direktur YLBHI Muhamad Isnur menilai justru informasi yang diterima pemerintah yang disinformasi. ”Tidak ada konflik, perbedaan sikap biasa saja. Justru polisi menyerbu dan datang ke kampung dan masjid menangkapi warga,” ujarnya.
Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah Inspektur Jenderal Ahmad Luthfi membantah polisi telah bertindak represif. Di masjid, personel kepolisian menyebar untuk melindungi warga pro-penambangan yang berlari menyelamatkan diri dari amuk kelompok kontra.
Sebanyak 250 personel, lanjut Ahmad, dikerahkan untuk mengamankan kegiatan pengukuran tanah sesuai permintaan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Karena ada tindakan provokatif warga, sebanyak 64 warga ”diamankan” dan dimintai keterangan. Warga kemudian dilepas keesokan harinya.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo pun meminta maaf kepada warga Desa Bener atas kericuhan yang terjadi. Namun, meski menghadapi penolakan sebagian warga, rencana penambangan dan pembangunan bendungan akan tetap diteruskan.