Gus Yahya, Cak Imin, dan Relasi PKB-NU
Tiga ketua PCNU di Jawa Timur dipanggil PBNU lantaran diduga terlibat dalam aktivitas politik praktis. Mereka dimintai klarifikasi setelah dilaporkan terlibat dalam dukung-mendukung calon presiden.
Dua pekan terakhir, muncul semacam ”demam” dukungan kepada Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Abdul Muhaimin Iskandar untuk maju pada Pemilihan Presiden 2024. Hampir setiap hari ada deklarasi dukungan untuk politikus yang dikenal dengan sebutan Cak Imin itu untuk menjadi calon presiden.
Deklarasi mendukung calon presiden (capres) sebenarnya lumrah terjadi karena merupakan bagian dari dinamika politik. Namun, dukung-mendukung untuk petinggi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) saat ini menjadi tak biasa karena terjadi di tengah perubahan lanskap kebijakan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) 2022-2027.
Dukungan bagi Cak Imin di antaranya datang dari berbagai kelompok masyarakat, termasuk mereka yang terafiliasi dengan NU. Di antaranya kelompok yang menamakan diri Fatayat Malang Raya, warga muda NU Surabaya, pemuda kreatif Bojonegoro, guru ngaji se-Jombang, guru perempuan NU Malang, warga NU Mojokerto, nahdliyin Sidoarjo, perajin UMKM Sidoarjo, hingga tokoh masyarakat Ternate. Pernyataan dukungan itu disampaikan bersamaan dengan safari politik yang dilakukan Cak Imin ke sejumlah daerah, mulai dari Sidoarjo, Banyuwangi di Jawa Timur, Yogyakarta, hingga Ternate (Maluku Utara).
Namun, maraknya deklarasi dukungan untuk Cak Imin ternyata berujung pemanggilan tiga ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) oleh Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf. Mereka adalah Ketua PCNU Sidoarjo Zainal Abidin, Ketua PCNU Banyuwangi M Ali Makki Zaini, dan Ketua PCNU Bondowoso Abdul Kadir Syam.
Ketiga pemimpin PCNU itu dipanggil Gus Yahya—sebutan untuk Yahya Cholil Staquf—untuk dimintai klarifikasi atau tabayun karena tindakan dan ucapannya diduga terkait dengan politik praktis yang melibatkan PKB. Ketua PCNU Banyuwangi mendatangkan Muhaimin ke Kantor PCNU di Jalan Ahmad Yani, Banyuwangi, pada 19 Januari. Adapun PCNU Sidoarjo dipanggil lantaran semua Majelis Wakil Cabang (MWC) NU se-Kabupaten Sidoarjo diduga terlibat dalam sejumlah kegiatan PKB. Kedua ketua PCNU itu pun kemudian meminta maaf kepada PBNU.
Sementara Ketua PCNU Bondowoso dipanggil pada 24 Januari lalu karena pernyataannya. Melalui rekaman video yang ditayangkan di berbagai platform media sosial, Abdul Qadir Syam mengatakan, ”Bukan PKB yang peralat NU, tapi NU yang peralat PKB.”
Tidak berakhir di situ, dua hari setelah pemanggilan Ketua PCNU Bondowoso, Wakil Sekjen PBNU Rahmat Hidayat Pulungan mengeluarkan rilis yang, antara lain, menyebutkan tentang perlunya PKB menjaga etika politik. ”PKB justru langsung masuk ke PCNU atau MWCNU tanpa mendahulukan etika, permisi atau kulonuwun kepada pimpinan Nahdlatul Ulama,” katanya.
Dinamika yang terjadi setelah maraknya deklarasi dukungan untuk Cak Imin di tengah upaya ”bersih-bersih” politik praktis di tubuh PBNU ini tentu memicu pertanyaan, ada apa antara PKB dan PBNU?
Wakil Sekretaris Jenderal PKB Saiful Huda, Selasa (1/2/2022), mengatakan, maraknya dukungan kepada Muhaimin sebenarnya cukup mengejutkan. ”Mungkin karena warga merasa Cak Imin bisa merawat dan menjaga demokrasi di Indonesia. Karena dari sekian banyak tokoh yang digadang-gadang sebagai capres, tidak ada yang berlatar belakang aktivis. Ada momentum di sini sehingga mereka menemukannya di figur Cak Imin,” ujarnya.
PKB memetakan, dukungan untuk Muhaimin muncul dari kalangan internal ataupun eksternal PKB. Dukungan warga nahdliyin dipandang sebagai semangat untuk mendudukkan kader NU di kursi kepemimpinan nasional, sebagaimana dulu KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang menjadi Presiden ke-4 RI. Kader NU yang dipandang bisa mewakili kepentingan politik nahdliyin, menurut Huda, adalah Muhaimin.
Huda yang juga Ketua DPW PKB Jawa Barat itu menyebutkan, hubungan warga NU dengan PKB tidak ada rekayasa dan semuanya berjalan natural. Sebab, faktanya, PKB memang lahir dari rahim NU. Kebijakan yang ingin menjauhkan PKB dari NU justru ahistoris. Tindakan yang ahistoris tidak akan diterima oleh masyarakat. Kondisi itu bahkan bisa sampai menimbulkan politik resistensi.
Selama ini, lanjut Huda, PKB secara kontinu bermitra sinergis dengan warga NU dan menjadi wadah aspirasi nahdliyin. Manifestasi hubungan yang alamiah itu tidak terlepas dari kaitan sejarah antara pendirian PKB dan NU. PKB didirikan jajaran PBNU saat dipimpin oleh Gus Dur sebagai ketua umum dan KH Ilyas Ruchyat sebagai rais aam. Saat itu, PBNU memandang perlunya dibentuk parpol untuk mewadahi aspirasi nahdliyin.
Oleh karena itu, Huda mempertanyakan, saat banyak kekuatan politik ingin menyatu, aspirasi politik warga NU justru dibatasi. ”Hari ini, seharusnya hal terbaik ialah menyatukan aspirasi warga NU dan tidak menciptakan fragmentasi. Karena agenda PKB berkaitan dengan kesejahteraan dan kemaslahatan masyarakat dan itu akan lebih baik dilakukan dengan penyatuan aspirasi politik warga NU,” ujarnya.
Tak menjauhi PKB
Sejak terpilih menjadi ketua umum, Gus Yahya beberapa kali menegaskan sikap kelembagaan NU untuk menjaga jarak yang sama dengan semua kekuatan politik di Tanah Air. Masuknya sejumlah politisi lintas partai di jajaran PBNU adalah refleksi dari upaya untuk menjaga jarak yang sama dengan semua kekuatan politik. Minimal dengan hadirnya para kader lintas partai di PBNU, organisasi kemasyarakatan Islam tersebut dapat memahami maksud dan tujuan berbagai kepentingan politik terhadap NU. Selanjutnya, NU dapat merespons dengan tepat dan tidak menjadi tunggangan politik.
Baca juga : Gus Yahya : Calon Presiden dan Wapres Tak Berasal dari PBNU
Salah satu politisi yang direkrut, mantan Wakil Gubernur Jawa Timur yang kini menjadi Wali Kota Pasuruan, Jatim. Pria yang dikenal dengan panggilan Gus Ipul itu dipercaya untuk duduk di kursi Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBNU. Selain itu, ada anggota Fraksi Partai Golkar DPR, Nusron Wahid, yang ditetapkan sebagai salah satu Wakil Ketua Umum PBNU. Ada pula Ketua DPD PDI-P Kalimantan Selatan Mardani H Maming yang dipercaya menjadi Bendahara Umum PBNU. Pada jajaran Ketua PBNU ada Nasyirul Amri yang merupakan anggota Fraksi PDI-P DPR.
Dengan mengajak kader-kader organisasi yang memiliki pengalaman politik, Yahya berharap NU punya jarak yang sama dan seimbang dengan semua kekuatan politik. ”Sekarang ini banyak pihak dengan kepentingan masing-masing yang ingin memperebutkan NU. Kami harus membangun kapasitas NU untuk menghadapi pihak-pihak ini supaya ada hubungan adil. NU tidak dieksploitasi saja, tetapi ada kerja sama yang bermartabat antarkedua pihak,” kata Yahya dalam acara dialog ”Harapan Baru Perjuangan Besar NU 2022-2027,” yang disiarkan secara daring, pertengahan Januari lalu.
Lebih jauh, Yahya mengelaborasi maksudnya. ”Mereka ini adalah orang-orang yang punya kapasitas sehingga tahu ada kepentingan apa di balik kelompok-kelompok di luar NU dan bagaimana kami berurusan dengan mereka sehingga ada hubungan yang bermartabat, tidak mengeksploitasi NU, dan NU tidak sekadar menjadi tunggangan, tetapi harus saling menguntungkan. Keuntungan itu untuk masyarakat luas,”ungkapnya.
Ketua PBNU yang juga mantan Bupati Bondowoso Amin Said Husni menambahkan, sama sekali tidak ada niatan menjauhi PKB. ”Saya sendiri orang PKB dan Gus Yahya juga orang PKB. Jadi, tidak ada niatan menjauhi PKB dengan kebijakan itu,” katanya.
PBNU hanya ingin memastikan pengurus dari pusat hingga ke ranting tidak terlibat urusan politik praktis. PKB tetap bisa menjalankan kegiatannya layaknya parpol. PKB tetap bisa menyapa warga NU, tetapi tidak membawa NU secara kelembagaan.
Sekarang ini banyak pihak dengan kepentingan masing-masing yang ingin memperebutkan NU. Kami harus membangun kapasitas NU untuk menghadapi pihak-pihak ini supaya ada hubungan adil. NU tidak dieksploitasi saja, tetapi ada kerja sama yang bermartabat antarkedua pihak
Hubungan warga NU dengan PKB berlangsung alamiah karena ikatan historis. Meski begitu, tidak semua nahdliyin mendukung atau memilih PKB. Mengutip survei Alvara, Amin menyampaikan bahwa 50 persen penduduk Muslim di Indonesia berafiliasi dengan NU. Artinya, jumlahnya bisa 100 juta-150 juta jiwa. Namun, yang menjadi konstituen PKB paling tinggi sekitar 13 juta jiwa sehingga bisa disimpulkan bahwa lebih dari 100 juta warga nahdliyin lainnya tersebar di parpol-parpol lain.
Dengan pertimbangan itu, jika PBNU hanya memberikan perhatian pada PKB, ada potensi ratusan juta warga NU lainnya yang luput dari perhatian. ”Bahwa konstituen PKB adalah nahdliyin memang itu fakta di lapangan begitu. Tetapi, dalam upaya untuk kepentingan politik praktis, NU secara kelembagaan tidak boleh terlibat dan dilibatkan,” katanya.
Dengan demikian, semestinya semua melihat kebijakan PBNU itu sebagai sesuatu yang baik. Tidak perlu ada satu parpol pun yang merasa dijauhi dan ditinggalkan oleh PBNU.
Terancam
Melihat dinamika antara PKB dan PBNU, pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, mengatakan, sikap tegas Yahya melakukan ”bersih-bersih” secara langsung mengancam PKB. Tangan-tangan jaringan PKB di lapangan seakan ”diamputasi”. Sebab, bagaimanapun selama ini struktur NU di daerah adalah motor penggerak sekaligus basis massa PKB.
”Saya kira pasti ada konflik batin. Bagaimana mungkin pasar pemilihnya yang selama ini jadi andalan PKB itu tiba-tiba diamputasi. Ketika deklarasi Cak Imin, PCNU tiba-tiba dipanggil. Itu menunjukkan Gus Yahya tidak main-main dengan kebijakannya,” katanya.
Baca juga : Muhaimin Siap Maju Capres 2024
Adi melihat PBNU saat ini ingin menjadi rumah bersama bagi semua kepentingan. Sekalipun secara historis PBNU yang melahirkan PKB, tetapi selama ini hubungan keduanya tidak terkait secara langsung. Ini karena baik NU maupun PKB merupakan entitas yang otonom. ”Kalau ada pemikiran PKB adalah anaknya NU, maka seharusnya ada pertanggungjawaban PKB kepada PBNU, tetapi kan mekanisme itu tidak ada,” katanya.
Medan juang PKB tentu akan lebih terjal karena dukungan politik oleh struktur NU secara vulgar dilarang. Pertarungan antar-kekuatan politik di basis massa NU tentu akan lebih terbuka karena otomatis semua parpol bisa leluasa menebar pengaruh.
Koordinator Jaringan Muslim Madani (JMM) Syukron Jamal berpandangan, kebijakan Yahya terkait dengan relasi dengan politik praktis, sudah tepat. Berdasarkan hasil Muktamar ke-27 di Situbondo pada 1984, NU dinyatakan sebagai organisasi yang tidak melakukan kegiatan politik ataupun terkait dengan parpol.
Namun, kondisi ini jelas sangat berpengaruh bahkan merugikan PKB yang notabene lahir dari NU itu sendiri, yakni sebagai wadah aspirasi nahdliyin pasca-Reformasi.Dalam perjalanan politiknya, PKB juga menjadikan nahdliyin sebagai basis suara termasuk melalui kekuatan struktural NU, utamanya dalam 10 tahun terakhir ini.
"Apa yang dilakukan Gus Yahya akan sedikit banyak mendegradasi PKB di akar rumput secara jangka panjang. Gus Yahya sendiri saya lihat sejatinya bukan ingin bersih-bersih atau jaga jarak dengan politik praktis atau parpol, tapi lebih ingin menjadikan NU rumah bersama untuk kepentingan umat dan bangsa, tanpa memosisikan lebih kepada salah satu parpol," kata Syukron.
Bagaimanapun dinamika antara NU dan PKB tentu akan berdampak dalam pertarungan elektoral menuju 2024. Sesuai harapan PBNU, semoga politik tidak sekadar menjadikan NU sebagai tunggangan semata, tetapi melahirkan kemaslahatan bagi umat dan masyarakat luas tanpa terkecuali.…