Ryamizard: Perintah Presiden Selamatkan Orbit 123 BT
Ryamizard Ryacudu, Menteri Pertahanan 2014-2019, mengatakan, pengadaan satelit untuk mengisi slot Orbit 123 derajat BT didasarkan pada diskresi Presiden. Pengadaan satelit itu kini merugikan negara Rp 815 miliar.
Menteri Pertahanan 2014-2019 Ryamizard Ryacudu di Cibubur, Senin (17/1/2022)
JAKARTA, KOMPAS—Ryamizard Ryacudu, Menteri Pertahanan periode 2014-2019, mengatakan, ada diskresi atau perintah langsung Presiden Joko Widodo untuk menyelamatkan Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur. Selain itu, ada unsur kedaruratan karena kalau Indonesia tidak segera menunjukkan komitmennya mengisi slot itu, slot tersebut bisa diberikan kepada pihak lain.
Penggunaan slot orbit itu mewajibkan Pemerintah RI melalui Kementerian Pertahanan mengoperasikan satelit di orbit tersebut. Penyewaan dan pengadaan satelit yang mulai dilaksanakan pada 2015 itu kini merugikan negara. Lewat keputusan pengadilan arbitrase internasional di Inggris dan Singapura, Pemerintah RI dihukum membayar beberapa perusahaan yang terlibat dalam penyewaan dan pengadaan satelit itu, senilai total Rp 815 miliar.
Ryamizard yang ditemui di kediamannya di Jakarta, Senin (17/1/2022), menyampaikan, pada 2015 saat Kementerian Pertahanan menyewa satelit untuk mengisi Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) yang berada di atas Sulawesi itu memang belum ada anggarannya. Namun, Kemenhan tetap menyewa satelit untuk menyelamatkan slot orbit, sesuai perintah Presiden.
”Memang belum ada anggaran. Namun, kami harus segera mengisi slot itu untuk menunjukkan komitmen (mengisi slot orbit),” katanya.
Saat itu, menurut Ryamizard, kondisi darurat karena pada 7 Desember 2015 Indonesia harus menunjukkan komitmen kepada International Telecommunication Union (ITU) untuk mengisi Slot Orbit 123 derajat BT. Sebab, pada 19 Januari 2015, Satelit Garuda -1 yang ada di slot orbit itu keluar dari orbit sehingga terjadi kekosongan di Slot Orbit 123 derajat VT. Sesuai peraturan ITU, slot itu harus segera diisi. Jika tidak diisi, slot orbit tersebut akan diberikan kepada negara lain.
Agar tetap dapat memanfaatkan slot orbit itu, berbagai pertemuan kemudian dilakukan antar-instansi pemerintah. Salah satunya Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara kala itu meminta Ryamizard mengambil alih pengelolaan Orbit 123 derajat BT agar dapat digunakan untuk Satelit Komunikasi Pertahanan. Pertemuan tersebut juga dilanjutkan dengan pertemuan dua kementerian itu dengan Komisi I DPR terkait Kemenhan sebagai pengelola slot orbit tersebut. Terakhir, pada awal Desember 2015, Presiden meminta agar Orbit 123 BT dikelola oleh Pemerintah Indonesia dan jangan sampai kesempatan ini lepas.
Baca juga :Dari Orbit 123 Bujur Timur yang Menjadi Dugaan Korupsi...
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Febrie Adriansyah memberikan keterangan mengenai proses hukum dugaan korupsi sewa satelit di Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur, Jumat (14/1/2022) di Kejaksaan Agung. Jampidsus didampingi Jaksa Agung Muda Pidana Militer Anwar Saadi (kanan) dan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak (kiri).
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Febrie Adriansyah memberikan keterangan mengenai proses hukum dugaan korupsi sewa satelit di Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur, Jumat (14/1/2022), di Kejaksaan Agung. Jampidsus didampingi Jaksa Agung Muda Pidana Militer Anwar Saadi (kanan) dan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak (kiri).
Dalam kondisi waktu yang terbatas, draf kontrak satelit segera ditandatangani dan diajukan ke ITU. Kontrak itu berisi penyewaan SatelisArtemis milik Avanti Communication Limited pada 6 Desember 2015 meski persetujuan penggunaan slot orbit dari Kemenkominfo baru diterbitkan pada 29 Januari 2016. Untuk mengisi slot orbit itu, anggaran Kemenhan bertambah Rp 1,327 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) tahun 2016 untuk pengadaan satelit.
”Saya ini prajurit. Mendapat perintah selamatkan orbit 123 BT, saya lakukan dan berhasil. Kalau itu tidak saya lakukan, orbit itu bisa diambil pihak lain dan membahayakan kedaulatan negara,” kata Ryamizard.
Ia menggarisbawahi, perintah Presiden Joko Widodo agar Slot Orbit 123 BT itu diselamatkan untuk kepentingan nasional adalah diskresi. Walaupun secara normatif ada beberapa hal yang tidak sesuai, langkah itu harus dilakukan.”Pertama karena ada diskresi dan kedua, ada ancaman kedaulatan kalau itu tidak dilakukan. Nah, itu tupoksi Kemenhan,” kata Ryamizard.
Kanaka Hidayat, anggota tim ahli pengadaan satelit di Kemenhan kala itu, menambahkan, Indonesia tidak akan bisa masuk dalam pertemuan operator di ITU kalau tidak menunjukkan rencana pemilikan satelit di orbit yang diperuntukkan. Ia mengatakan, Slot Orbit 123 derajat BT itu merupakan slot orbit untuk satelit L-Band yang sangat bagus untuk militer.
Slot orbit untuk satelit L-Band, lanjutKanaka yang juga anggota Dewan Profesi dan Asosiasi Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel),sangat terbatas di seluruh dunia, salah satunya Slot Orbit 123 derajat BT. Operator yang mengoperasikan jenis satelit ini juga sangat terbatas. Namun, ia mengakui Satelit Artemisdengan spesifikasi L-Band milikAvanti Communication Limitedtidak persis sama dengan kebutuhan. Akan tetapi, saat itu hanya satelit tersebut yang tersedia untuk bisa segera mengisi slot yang kosong.
Satelit Artemisdengan spesifikasi L-Band milikAvanti Communication Limitedtidak persis sama dengan kebutuhan. Akan tetapi, saat itu hanya satelit tersebut yang tersedia untuk bisa segera mengisi slot yang kosong.
Gugatan arbitrase
Untuk penyewaan satelit itu, Ryamizard menyampaikan, pihaknya telah menginstruksikan kepada jajaran di Kemenhan agar proses kontrak sewa satelit dilakukan sesuai aturan yang berlaku. Dalam pelaksanaannya, pembayaran sewa satelit dilakukan Kementerian Keuangan dengan menggunakan kas negara. ”Jangankan pegang uangnya. Lihat saja enggak pernah karena uangnya langsung dari Kementerian Keuangan ke Avanti,” ujar Ryamizard.
Ryamizard kemudian mengungkapkan, awalnya Indonesia masih membayar tagihan sewa satelit kepada Avanti. Pada akhir Agustus 2016, pemerintah membayar sewa satelit itu sekitar 3,75 juta dollar AS. Namun, selanjutnya tidak ada lagi pembayaran dari kas negara untuk sewa satelit tersebut.
Akibatnya, Avanti kemudian mengajukan gugatan arbitrase internasional ke Pengadilan Arbitrase Internasional di Inggris. Hingga 30 Juni 2017, total tagihan yang belum dibayar Kemenhan sebesar 16,8 juta dollar AS. Pengadilan pun menghukum Pemerintah RI membayar Rp 515 miliar kepada Avanti.
Tak hanya soal sewa satelit, permasalahan juga muncul pada pengadaan satelit untuk mengisi slot orbit tersebut. Salah satu perusahaan yang terlibat dalam kontrak pengadaan satelit itu, Navayo International AG, menuntut Pemerintah RI di Pengadilan Arbitrase Internasional Singapura. Dalam keputusan 22 April 2021, Pemerintah RI dihukum membayar tagihan pengadaan satelit kepadaNavayo International AG sebesar 16 juta dollar AS.
Pengadaan satelit oleh Navayo ini pun dibenarkan oleh Kanaka. Menurut dia, saat itu Navayo memperoleh pekerjaan untuk pengadaan peralatan pengoperasian satelit di darat, sementara pengadaan satelit di angkasa diserahkan kepada Airbus Defense Space. ”Sampai sekarang peralatannya (yang disediakan oleh Navayo) masih ada. Satelitnya belum (ada),”ucapnya.
Baca juga :Kejagung Usut Dugaan Korupsi Pengelolaan Satelit Orbit 123
Menko Polhukam Mahfud MD dalam wawancara khusus dengan Kompas, Senin (13/12/2021), di Jakarta.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyampaikan, keputusan arbitrase terkait gugatan yang diajukan beberapa perusahaan yang terlibat dalam penyewaan dan pengadaan satelit itu telah merugikan negara tak kurang dari Rp 815 miliar. Tak hanya itu, Indonesia juga terancam kehilangan kesempatan menggunakan slot Orbit 123 derajat BT yang cukup strategis.
Sementara itu, beberapa pejabat di Kemenhan yang dimintai konfirmasi terkait penyewaan dan pengadaan satelit ini hingga Senin malam belum ada yang merespons.