Lobi-lobi Jelang Seleksi KPU-Bawaslu di DPR Rentan Jadi Ajang Transaksi Politik
Komisi II DPR tidak menganjurkan calon anggota KPU dan Bawaslu menggelar pertemuan informal dengan partai politik. Akan ada pertemuan formal yang dijadwalkan saat uji kelayakan dan kepatutan oleh DPR.
Oleh
IQBAL BASYARI/PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Lobi-lobi politik dengan dalih perkenalan menjelang tahap uji kelayakan dan kepatutan calon anggota KPU dan Bawaslu di DPR mesti diungkap ke publik. Keterbukaan calon penyelenggara pemilu dan partai politik dibutuhkan untuk menepis kecurigaan politik transaksional.
Lobi-lobi politik dalam seleksi calon anggota KPU dan Bawaslu periode 2022-2027 terungkap dari sejumlah anggota Komisi II DPR. Namun, mereka tidak mengungkapkan nama-nama calon yang menghubunginya tersebut.
Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay di Jakarta, Senin (10/1/2022), mengatakan, publik sudah sering mendengar adanya pertemuan antara calon penyelenggara pemilu dan partai politik menjelang uji kelayakan dan kepatutan di DPR.
Pertemuan yang sulit dihindari itu semestinya hanya sebatas perkenalan. Jangan sampai menjadi ajang transaksi politik yang menghasilkan kesepakatan-kesepakatan tertentu dengan saling bertukar kepentingan jangka pendek yang bisa merusak kemandirian penyelenggara pemilu.
Pertemuan-pertemuan itu, lanjut Hadar, sebaiknya dilakukan secara terbuka sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas kepada publik. Apabila pertemuan dilakukan secara tertutup, parpol perlu menginformasikan siapa saja calon penyelenggara yang ditemui dan isi dari pertemuan tersebut. Inisiator pertemuan pun mesti diungkap agar publik tahu siapa pihak yang aktif menginisiasi pertemuan.
”Jangan anggap publik tidak tahu apa-apa. Ruang-ruang gelap seperti ini harus dibuka untuk menghindari kecurigaan publik terhadap proses seleksi anggota KPU dan Bawaslu. Jika sejak awal publik tidak percaya terhadap proses seleksi, akan membebani lembaga penyelenggara pemilu sehingga publik sulit mempercayai kerja-kerja mereka setelah terpilih,” tutur Hadar.
Di sisi lain, lanjut Hadar, calon penyelenggara pemilu yang berkeliling ke parpol juga harus mengungkapkan pertemuan-pertemuan yang dilakukannya. Jika memang tidak ada kesepakatan dalam pertemuan itu, perlu ditegaskan ke publik sebagai bentuk akuntabilitas calon penyelenggara negara.
”Yang lebih mendasar, publik perlu tahu proses uji kelayakan dan kepatutan serta pertimbangan dalam memilih calon penyelenggara, apakah berasal dari proses uji kelayakan dan kepatutan atau ada pertimbangan dari proses lainnya,” ucap Hadar.
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Mardani Ali Sera, mengungkapkan, saat ini sudah ada calon anggota KPU dan Bawaslu yang menghubungi dirinya dan beberapa anggota Komisi II lainnya. Mereka memperkenalkan dirinya sebagai calon anggota KPU atau Bawaslu yang lolos menuju tahap uji kelayakan dan kepatutan di DPR.
Meski demikian, ia menegaskan, lobi yang dilakukan oleh calon anggota KPU dan Bawaslu tersebut tidak akan menentukan keterpilihan. Proses pemilihan calon anggota KPU dan Bawaslu di DPR akan dilakukan secara musyawarah untuk mufakat. Sebelum uji kelayakan dan kepatutan, DPR akan mengadakan rapat internal untuk melihat kebutuhan penyelenggara pemilu ke depan.
”Kami berharap yang terpilih ini bukan representasi partai politik a, b, c, tetapi kita lihat yang mampu mendukung beban negara yang mana penyelenggara pemilu itu nanti berat sekali,” ujar Mardani.
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Guspardi Gaus, berjanji DPR akan bekerja profesional dalam memilih calon anggota KPU dan Bawaslu. Uji kelayakan dan kepatutan akan dilakukan secara terbuka. Setiap anggota Komisi II akan memberikan pertanyaan untuk menggali wawasan, kepribadian, dan jam terbang para calon.
Menurut dia, DPR tidak punya beban karena 24 calon tersebut dipilih oleh masyarakat yang diwakili tim seleksi. ”Kalau seandainya timsel bekerja profesional, tidak ada titipan, berintegritas, dan independen, siapa pun yang dipilih DPR tidak akan menimbulkan apa-apa karena semuanya orang hebat,” tuturnya.
Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan, pertemuan antara calon penyelenggara pemilu dan parpol cukup penting dalam kaitannya menyamakan pandangan terhadap agenda-agenda politik. Namun, ia tidak menganjurkan calon penyelenggara pemilu menggelar pertemuan informal dengan parpol. Sebab, nantinya akan ada pertemuan formal yang dijadwalkan saat uji kelayakan dan kepatutan.
”Kalau calon penyelenggara pemilu mau membangun komunikasi dengan parpol, tergantung parpol mau atau tidak, itu hak mereka. Tetapi, pastinya akan ada pertemuan resmi saat uji kelayakan dan kepatutan,” katanya.
Doli mengatakan, saat ini DPR masih menunggu surat resmi dari Presiden Joko Widodo terkait 14 nama calon anggota KPU dan 10 nama calon anggota Bawaslu. Setelah itu, pimpinan DPR akan menyerahkan tahapan selanjutnya ke Komisi II DPR untuk melakukan uji kelayakan dan kepatutan agar memilih tujuh anggota KPU dan lima anggota Bawaslu.
Sementara itu, Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu 2024 beranggotakan Aman, DEEP Indonesia, ICW, IPC, JPPR, Kode Inisiatif, KIPP, Netfid Indonesia, Netgrit, Perludem, Pusako FH Andalas, Puskapol UI, dan SPD menilai penting bagi Komisi II DPR mendorong proses uji kelayakan dan kepatutan yang partisipatif serta transparan.
Mereka juga dituntut mendalami figur dan rekam jejak para calon. DPR pun harus membuka ruang komunikasi dengan publik seluas-luasnya untuk mendapatkan masukan dan informasi mengenai kriteria calon dan rekam jejak para calon itu.