Aset Tak Dipulihkan, Kerugian Kasus Asabri Berlipat
Pemulihan kerugian negara dalam kasus Asabri penting karena terkait hak pemegang polis asuransi yang wajib dipenuhi. Selain itu, dalam kejahatan ekonomi, efek jera baru akan tercapai jika pelaku korupsi dimiskinkan.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bertambahnya tersangka yang akan segera disidangkan dalam perkara dugaan korupsi di PT Asabri (Persero) yang juga dijerat dengan pasal pencucian uang dinilai positif. Dengan kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 22,7 triliun, upaya pemulihan kerugian harus jadi prioritas selain mengganjar para pelaku korupsi dengan hukuman penjara.
Dalam kasus dugaan korupsi Asabri, saat ini telah berjalan persidangan terhadap delapan terdakwa, yakni Lukman Purnomosidi (Direktur Utama PT Prima Jaringan); Jimmy Sutopo (Direktur Jakarta Emiten Investor Relation); Bachtiar Effendi (Direktur Keuangan Asabri Oktober 2008-Juni 2014); Hari Setianto (Direktur Asabri 2013-2014 dan 2015-2019); Adam Rachmat Damiri (Dirut Asabri 2011-Maret 2016); Sonny Widjaja (Direktur Utama Asabri 2016-2020); Heru Hidayat (Direktur PT Trada Alam Minera dan Direktur PT Maxima Integra); serta Benny Tjokrosaputro (Direktur Utama PT Hanson Internasional Tbk).
Kecuali Benny Tjokrosaputro, tuntutan bagi ketujuh terdakwa lainnya telah dibacakan jaksa penuntut umum. Sementara sidang dengan terdakwa Benny masih tahap pemeriksaan saksi.
Selain delapan orang tersebut, berkas perkara tersangka Teddy Tjokrosaputro (TT), adik kandung Benny Tjokrosaputro, juga telah dinyatakan lengkap dan telah dilimpahkan ke jaksa penuntut umum. Selain dijerat pasal dugaan korupsi, Teddy juga dijerat dengan pasal pencucian uang, sama seperti Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Pakuan Yenti Garnasih, ketika dihubungi, Rabu (29/12/2021), berpandangan, dengan kerugian negara yang sangat besar dalam kasus Asabri, maka yang mesti dikejar dalam kasus tersebut adalah pemulihan aset. Di satu sisi, hal itu terkait dengan adanya hak pemegang polis asuransi yang wajib dipenuhi. Di sisi lain, dalam kejahatan ekonomi, efek jera baru akan tercapai ketika pelaku dimiskinkan.
”Semangat dalam pidana ekonomi itu adalah pemulihan aset. Sebab, kalau asetnya tidak pulih, maka kerugiannya malah dua kali. Jadi, dalam kejahatan ekonomi, selain ada soal keadilan, juga ada unsur manfaatnya, selain soal kepastian hukum," kata Yenti.
Oleh karena itu, lanjut Yenti, penerapan pasal pencucian uang harus dilakukan agar pemulihan aset lebih optimal. Sebab, jika hanya bersandar pada Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, seseorang yang dipidana membayar uang pengganti bisa jadi memilih untuk tidak membayar meski mendapat tambahan kurungan. Akibatnya, pemulihan kerugian negara tidak maksimal.
Semenntara dengan pasal pencucian uang, penyidik dapat menyita aset yang diduga terkait kejahatan tanpa perlu izin dari pengadilan. Bagi penyidik, dengan penerapan pasal pencucian uang, maka ia tidak hanya mencari bukti adanya korupsi, tetapi juga mencari di mana hasil kejahatan itu disembunyikan atau digunakan.
”Pernah ada penelitian bahwa kejahatan ekonomi itu sulit dibuat jera karena pelaku sering kali hanya merasa sedang apes saja. Jadi, untuk membuat jera harus dirampas harta hasil kejahatannya, termasuk keuntungan jika ada, dan ditambah pidana denda,” tutur Yenti.
Secara terpisah, pengajar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, berpandangan, pencucian uang oleh pelaku pada intinya merupakan upaya untuk menyamarkan hasil kejahatan menjadi aset yang seolah didapatkan dari kegiatan yang tidak melawan hukum. Aset tersebut bisa atas nama yang bersangkutan atau pihak lain.
”Pada saat persidangan, penuntut umum harus bisa membuktikan bahwa aset yang disita dalam berbagai bentuk, entah uang atau aset lain atas nama pihak lain itu berasal dari dana Asabri. Itu tugas penuntut umum yang paling berat dalam perkara pencucian uang,” kata Fickar.
Sebagaimana Yenti, Fickar sependapat bahwa dalam tindak pidana pencucian uang, yang paling utama adalah pengembalian kerugian keuangan negara. Dalam kasus dugaan korupsi Asabri, keuntungan transaksi saham antara pihak swasta dan Asabri tersebut justru masuk ke kantong individu atau pihak tertentu, bukan Asabri. Meskipun keuntungan tersebut didapatkan melalui cara yang benar, rangkaian perbuatan tersebut tetap dikualifikasikan sebagai perbuatan korupsi.
Pada Selasa (28/12/2021), Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak menyampaikan, tersangka Teddy Tjokrosaputro beserta berkas perkara serta barang bukti perkaranya telah dilimpahkan ke jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Jakarta TImur. Dalam perkara itu, Teddy dijerat dengan pasal tindak pidana korupsi dan pasal pencucian uang.
Teddy, kata Leonard, adalah pemegang saham dan pemilik PT Hokindo Mediatama yang berubah menjadi PT Hokindo Properti Investama serta PT Rimo International Lestari Tbk. Bersama Benny, Teddy mengelola beberapa perusahaan, termasuk melakukan penawaran umum terbatas untuk saham (right issue) dengan mengatur sedemikian rupa sehingga perusahaan-perusahaan tersebut seolah-olah memiliki fundamental dan likuiditas yang baik.
”Selanjutnya, TT bersama-sama dengan terdakwa Benny Tjokrosaputro mengatur dan melakukan penjatahan pada pasar perdana kepada nomine untuk menaikkan harga saham pada pasar sekunder yang kemudian ditransaksikan dengan reksadana milik PT Asabri untuk mendapatkan keuntungan dan merugikan PT Asabri,” tutur Leonard.
Terkait dengan keuntungan yang didapatkan, Teddy bersama Benny menggunakannya untuk mengendalikan transaksi saham selanjutnya. Dana tersebut ditampung di rekening penampungan dengan nama pihak lain ataupun masuk ke rekening pribadi atas nama tersangka.
Selain itu, keuntungan yang berasal dari Asabri tersebut diduga digunakan untuk membeli sejumlah aset berupa tanah, hotel, dan mal yang ditempatkan menjadi kekayaan perseroan di bawah kendali tersangka.
”Setelah serah terima tanggung jawab dan barang bukti, tim jaksa penuntut umum akan segera mempersiapkan surat dakwaan atas nama tersangka TT ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi,” ujar Leonard.