Sepanjang 2021, KY Tangani 13 Dugaan Perbuatan Merendahkan Martabat Hakim
Komisi Yudisial telah menindaklanjuti informasi tentang 13 PMKH yang diterima sepanjang 2021. Namun, tak semuanya berujung pada pelaporan kepada pihak yang berwajib. Sebagian besar justru tidak dilanjutkan.
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Yudisial telah menindaklanjuti informasi tentang 13 perbuatan merendahkan kehormatan dan keluhuran hakim atau PMKH yang diterima sepanjang 2021. Namun, tak semua informasi tersebut berujung pada pelaporan kepada pihak yang berwajib. Sebagian besar justru tidak dilanjutkan.
Selain karena tidak ada bukti yang mendukung terjadinya PMKH, terkadang hakim yang bersangkutan juga enggan untuk melanjutkan kasus tersebut ke proses hukum. Demikian salah satu catatan Komisi Yudisial, khususnya bidang sumber daya manusia, hukum, advokasi, dan pengembangan, seperti disampaikan komisioner KY, Binziad Kadafi, Selasa (28/12/2021).
Salah satu dugaan PMKH yang ditindaklanjuti KY, di antaranya terjadi dalam persidangan perkara pidana mantan pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Ketika itu, KY menindaklanjuti gambar ketika tim kuasa hukum menunjuk-nunjuk hakim di persidangan. Akan tetapi, setelah klarifikasi dilakukan, baik terhadap kuasa hukum tim HRS maupun komunikasi intens dengan majelis hakim dan pimpinan pengadilan, didapati bahwa yang ditunjuk-tunjuk tersebut bukanlah hakim. Tim kuasa hukum menunjuk-nunjuk layar yang memuat gambar terdakwa yang diduga diperlakukan secara tidak patut.
”Setelah diklarifikasi ke hakim, para hakim memilih untuk tidak melanjutkan kasus tersebut. Mereka memilih fokus pada perkara yang ditangani, mengingat bebannya yang cukup berat. Di samping itu, menurut hasil analisis kami, majelis hakim masih bisa memegang kendali terhadap persidangan,” ujar Binziad Khadafi.
Baca juga: Mengawal Kualitas Hakim
Selain peristiwa di PN Jakarta Timur, penanganan dugaan PMKH juga dilakukan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kupang, PN Limboto/Pengadilan Tinggi Manado, PN Bengkulu, PN Bengkalis, PN Banyuwangi, dan lain-lain.
PMKH tersebut juga meliputi hal yang beragam mulai dari dugaan pencemaran nama baik terhadap hakim dan keluarganya, ketidakpuasan terhadap tindakan administratif atas sanksi yang diberikan kepada hakim, perusakan fasilitas pengadilan, hingga konten-konten yang diduga mencemari nama baik hakim.
Teror pada hakim
Contoh kasus lain adalah peristiwa teror yang diterima para hakim di PN Bengkalis yang berada di wilayah perbatasan Malaysia dan Indonesia. Di tempat tersebut, kasus narkotika cukup tinggi, bahkan yang berujung pada ancaman pidana mati.
Menurut Binziad, ada teror terhadap hakim-hakim di rumah dinas, misalnya menyebar bangkai binatang di halaman rumah dinas, mencoret-coret tembok rumah dinas dengan kata-kata atau gambar yang tidak senonoh di rumah dinas hakim perempuan, juga merusak ban sampai menusuk kendaraan yang digunakan hakim.
Dalam kasus tersebut, Binziad mengatakan, pihaknya menurunkan tim ke lokasi, kemudian berkoordinasi dengan pihak kepolisian untuk memperketat pengamanan rumah dinas hakim.
Di antaranya, perlunya patroli rutin di rumah dinas hakim. Komunikasi dengan pimpinan MA juga dilakukan agar ada kebijakan dari pimpinan pengadilan untuk memperhatikan rumah dinas para hakim tersebut. MA juga diminta untuk memperhatikan pengadilan-pengadilan yang memiliki karakteristik perkara yang khusus, seperti di Bengkalis.
Ada juga hakim PN Subang yang melaporkan kasus pembongkaran atau pencurian di rumahnya. Kasus tersebut telah dilaporkan ke pihak berwajib, tetapi penanganan yang dilakukan sungguh lamban. KY kemudian meneruskan informasi tersebut ke Komisi Kepolisian Nasional. Untuk kasus pencurian, setelah ditindaklanjuti KY ditemukan bahwa hal tersebut tidak terkait dengan perkara yang sedang ditangani.
Di Banyuwangi, seorang terpidana menyerang majelis hakim seusai persidangan. Meski tidak luka secara fisik, hal ini mencederai martabat hakim. Hal tersebut kemudian dilaporkan ke kepolisian. Di PTUN Makassar, seorang hakim tinggi meninggal di kamar kosnya. Namun, tidak ditemukan indikasi PMKH dan yang bersangkutan meninggal dengan sebab yang wajar.
Majelis hakim Pengadilan Agama Wangi Wangi juga menerima kekerasan dari pihak beperkara. Namun, kasus tersebut tidak ditindaklanjuti karena pelaku telah dibina oleh pihak kepolisian dan berjanji tidak akan mengulangi hal yang sama. Lain halnya dengan peristiwa pengerahan massa di PN Pinrang dan kericuhan di PN Dobo yang dipicu kasus sengketa tanah antara warga dan TNI AL yang diadili di pengadilan tersebut.
Diakui KY bahwa 13 penanganan PMKH tersebut sangat kecil jika dibandingkan dengan jumlah persidangan yang digelar di pengadilan yang berjumlah jutaan. Hal ini terkait dengan posisi hakim di dalam persidangan yang memegang peran sentral. Selain itu, hukum acara juga memberikan kewenangan penuh kepada majelis hakim untuk menjaga tertib persidangan. Dalam situasi normal, potensi hakim menjadi korban atau terviktimisasi relatif kecil.
Di luar faktor tersebut, menurut Binziad, sering kali hakim enggan melanjutkan proses penanganan PMKH dengan berbagai alasan. Misalnya, hakim tidak mau direpotkan untuk urusan tersebut, mengingat tugas dan beban kerja yang dimiliki sangat berat. Penanganan PMKH yang berlanjut hingga proses hukum di kepolisian kadang menyita waktu hakim ketika proses penyelidikan dan penyidikan berjalan.
”Bagi sebagian hakim, itu dinamika sehari-hari. Misalnya, untuk pengadilan-pengadilan yang sibuk, protes dari pihak beperkara baik jaksa maupun kuasa hukum hingga terjadi heated argument, lalu tereskalasi menjadi tindakan. Bagi kalangan eksternal, hal tersebut bisa jadi dinilai sudah berlebihan atau melampaui batas. Tetapi, kadang kala oleh hakim itu dimaknai sebagai tugas sehari-hari,” ujarnya.
Meskipun demikian, KY akan menyosialisasikan secara lebih masif terkait kewenangan KY untuk melakukan advokasi terhadap hakim-hakim yang mengalami PMKH. Sebab, meskipun sudah ada di dalam ketentuan perundang-undangan, ada hakim yang belum mengetahui hal tersebut. ”Akan kami dorong ke depan sosialisasi lebih masif, supaya hakim ketika mengalami PMKH, yang menurut mereka layak ditindaklanjuti karena memiliki dampak sistemik, dapat ditangani,” ujarnya.
Selain diikuti oleh awak media, pemaparan catatan KY dalam bidang SDM, advokasi, hukum, dan pengembangan itu juga diikuti oleh sejumlah hakim dari berbagai pengadilan serta Kepala Biro Hukum dan Humas MA Soebandi.
Salah satu hakim yang juga dari bagian Humas PN Jakarta Utara Doeyamto yang mengikuti acara tersebut mempertanyakan langkah KY dalam menangani PMKH oleh negara. Ia mencontohkan tidak dipenuhinya hak konstitusional hakim, seperti hak keuangan. Sebelumnya, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2012, tetapi sudah dinyatakan bertentangan dengan undang-undang. Akan tetapi, PP tersebut hingga kini belum direvisi.
Terkait hal tersebut, Binziad Kadafi mengungkapkan, KY juga akan melakukan advokasi terhadap kebijakan yang terkait dengan peningkatan martabat hakim, baik kepada pemangku kepentingan (negara) maupun masyarakat yang lebih luas. ”Apakah advokasi KY mencakup advokasi kebijakan agar negara lebih memperhatikan nasib, terutama martabat para hakim secara lebih baik, saya jawab iya. Dengan langkah lobi kebijakan, kemudian kajian-kajian, termasuk advokasi ke pemangku kepentingan. Dari sisi negara dan masyarakat. Agar jaminan penghargaan ke para hakim bisa diberikan lebih baik,” ujarnya.
Selain itu, KY mengupayakan adanya perbaikan terhadap fasilitas rumah dinas karena hal tersebut dinilai sangat krusial dan signifikan. Begitu pula dengan jaminan keamanan untuk para hakim. ”Bisa dibayangkan bagi hakim yang menangani perkara kontroversial, secara intrinsik hidup penuh ketegangan, sementara rumah dinas tidak terlindungi. Ini menjadi perhatian,” ujarnya.
Tahun depan, KY akan melakukan survei terhadap fasilitas rumah dinas dan sistem pengamanannya. Hal serupa dilakukan di pengadilan sehingga PMKH baik secara fisik maupun nonfisik dapat diminimalkan.
Baca juga: Kaleng ”Winnie The Pooh” dan Rentetan Putusan MA Lain yang Janggal
Fokus tahun 2022
Binziad Khadafi mengungkapkan, pada 2022, pihaknya akan fokus melakukan analisis terhadap putusan-putusan berkekuatan hukum tetap. Analisis putusan tersebut nantinya digunakan untuk menjadi dasar pemberian rekomendasi dalam promosi dan mutasi hakim. ”Kami akan menghidupkan Pasal 42 UU No 48/2009 dan pasal serupa dalam UU lain. Akan kami hidupkan dalam kacamata yang positif,” ujarnya.
Selain itu, pihaknya juga akan membenahi aturan internal KY supaya hambatan-hambatan regulasi yang selama ini menjadi kendala dalam melaksanakan tugas secara efektif dapat diatasi. Di antaranya, perlunya penyesuaian dalam penanganan laporan masyarakat secara elektronik agar dapat terselenggarakan secara efektif. Pengawasan persidangan secara elektronik mengingat saat ini pengadilan telah mengadaptasi perkembangan teknologi informasi.