KY Usulkan Puluhan Hakim Dijatuhi Sanksi, Hanya Dua yang Ditindaklanjuti MA
Mayoritas rekomendasi penjatuhan sanksi bagi hakim yang tidak ditindaklanjuti dinilai terkait dengan teknis yudisial atau masih berhubungan dengan teknis perkara.
Oleh
susana rita
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Yudisial merekomendasikan penjatuhan sanksi kepada 85 hakim yang dinilai terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim atau KEPPH. Namun, dari rekomendasi yang sudah dikirimkan ke Mahkamah Agung, hanya dua usulan sanksi yang dapat ditindaklanjuti. Mayoritas rekomendasi yang tidak ditindaklanjuti dinilai terkait dengan teknis yudisial atau masih berhubungan dengan teknis perkara.
Dalam laporan akhir tahun Komisi Yudisial (KY) bidang pengawasan, Selasa (21/12/2021), komisioner KY, Sukma Violetta, mengungkapkan, pelanggaran ringan dengan rekomendasi sanksi ringan mendominasi hasil kerja pengawasan KY.
Sebanyak 64 hakim (dari total 85 hakim yang diusulkan mendapatkan hukuman etik) perlu dijatuhi hukuman ringan berupa teguran lisan, teguran tertulis, atau pernyataan tidak puas, 14 hakim perlu dijatuhi hukuman sedang (non-palu), dan 7 lainnya diusulkan untuk dihukum berat.
Namun, hingga Selasa, baru dua usulan sanksi KY yang dapat ditindaklanjuti. Sebanyak 38 usulan sanksi ditolak oleh MA karena memasuki ranah yudisial, sedangkan 13 lainnya masih menunggu respons dari MA. Masih ada 32 usulan sanksi yang hingga kini belum dikirim ke MA karena masih proses minutasi.
Berkenaan dengan sedikitnya rekomendasi KY yang ditindaklanjuti, Juru Bicara Mahkamah Agung Andi Samsan Nganro mengakuinya. Namun, pihaknya memiliki alasan sendiri, yakni pemeriksaan yang dilakukan KY masuk ke ranah teknis yudisial. Berdasarkan catatan MA hingga 8 Desember, ada tiga rekomendasi KY yang ditindaklanjuti. Dua di antaranya sudah selesai, sedangkan satu lainnya masih menunggu pelaksanaan sidang Majelis Kehormatan Hakim.
”Sisanya memang tidak ditindaklanjuti serta ada beberapa yang ada kaitannya dengan masalah hukum acara yang ditindaklanjuti dengan turun tim pemeriksa Bawas (Badan Pengawasan MA),” ujar Andi Samsan.
Pada 2021, KY menerima 1.346 laporan masyarakat dan 783 surat yang ditembuskan ke KY. Dari berbagai aduan yang masuk, jumlah kasus yang ditangani hingga dibawa sampai rapat pleno pimpinan KY untuk diambil keputusan sebanyak 186 laporan. Sebanyak 138 laporan diputuskan tidak terbukti ada pelanggaran kode etik, sedangkan 48 lainnya terbukti ada pelanggaran etik. Untuk sampai pada kesimpulan tersebut, KY meminta keterangan dari 453 orang termasuk pelapor, hakim terlapor, dan ahli.
Dari pelanggaran yang ditemukan, 71 kasus di antaranya terbukti tidak bersikap profesional dalam menjalankan tugasnya. Contohnya clerical error, melebihi jangka waktu penanganan, keliru dalam mengidentifikasi obyek sengketa, majelis tidak lengkap, tidak melaksanakan hukum acara dengan baik, dan salah dalam penerapan pembuktian.
Sementara delapan hakim lainnya dinilai melanggar kode etik hakim, terutama tidak berperilaku adil. Misalnya, hakim berpihak dalam memeriksa dan memutus perkara, memutus perkara tanpa bukti yang cukup sehingga menguntungkan salah satu pihak, serta hakim menghilangkan atau tidak mencantumkan bukti yang diajukan pihak berperkara.
Di luar itu, tiga hakim dijatuhi sanksi karena melanggar kesusilaan (selingguh) dan tiga lainnya terbukti tidak menjaga martabat hakim. Perilaku tidak menjaga martabat hakim tersebut misalnya melakukan kekerasan dalam rumah tangga, menjadi makelar perkara, dan melakukan pertemuan dengan pihak-pihak berperkara.
Kasus kekerasan terhadap perempuan
Pada tahun ini, KY memberi perhatian khusus terhadap kasus dugaan mafia tanah serta kekerasan terhadap perempuan dan anak. Menurut Sukma, pihaknya ingin menunjukkan keseriusan di dalam memantau penanganan perkara sengketa tanah di pengadilan. Ke depan, pihaknya akan menjalin sinergisitas dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
”Kementerian ATR/BPN sudah mengajukan 13 permohonan pemantauan sidang atas sengketa tanah yang ditangani pengadilan. Sebanyak 12 sidang sudah selesai dipantau. Ada satu permohonan yang tidak bisa dilakukan pemantauan karena keburu sudah diputus,” ujar Sukma.
Selain permohonan pemantauan sidang perkara sengketa tanah yang diminta oleh Kementerian ATR/BPN, KY juga menangani perkara-perkara serupa. Ada 31 perkara yang secara khusus mendapat perhatian KY.
Menurut Kepala Biro Pengawasan Hakim KY Mulyadi, pihaknya sudah menganalisis 31 kasus sengketa tanah. Secara umum, pihaknya tidak menemukan adanya pelanggaran kode etik di dalam proses persidangan.
”Dalam persidangan yang dipantau KY semua berjalan seperti biasa dan baik-baik saja. Jadi, nanti sesuai arahan Bu Sukma, kita bisa melakukan analisis terhadap putusan kasus sengketa tanah itu setelah inkracht. Itu salah satu langkah yang akan dilakukan KY ke depan,” ujarnya.
Tahun ini, KY juga memantau pemeriksaan perkara perempuan dan anak yang berhadapan dengan hukum. KY menerima 11 laporan pengaduan masyarakat terkait dengan perilaku hakim dalam menyidangkan perkara tersebut.
”Jumlah ini memang minim sekali dibandingkan dengan jumlah perkara perempuan yang berhadapan dengan hukum. Enam di antaranya merupakan permintaan agar KY melakukan pemantauan. Semua sudah dilakukan pemantauan,” ujar Sukma.
Namun, saat ditanya lebih jauh mengenai evaluasi terkait pelaksanaan Peraturan MA Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum, Sukma mengatakan belum melakukan penelitian secara khusus. Pihaknya juga belum bersinergi dengan pihak lain, seperti Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), untuk secara serius menggarap isu perempuan dan anak.
”Kami baru tahap awal. Selama ini, KY dalam menjalankan tugas tidak secara khusus memberikan penekanan pada jenis perkara tertentu, semua ritmenya sama. Namun, sejak 2020 dan 2021, kami memberi perhatian khusus untuk perkara-perkara yang menarik perhatian masyarakat,” kata Sukma.