Setelah sekian lama Muktamar NU diadakan di Pulau Jawa, Muktamar ke-34 NU akhirnya berlangsung di tanah ”Sai Bumi Ruwa Jurai”, Lampung, yang dimulai Selasa (21/12/2021) ini. Meski pada 1936 juga pernah di Banjarmasin.
Oleh
Dian Dewi Purnamasari
·5 menit baca
Tiga hari ke depan, Selasa hingga Kamis (21-24/12/2021), Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama berlangsung di Provinsi Lampung. Dari tanah ”Sai Bumi Ruwa Jurai” di ujung selatan Pulau Sumatera ini, akan lahir pergantian kepemimpinan organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia itu. Selain itu juga lahirnya gagasan positif untuk mengatasi masalah umat, bangsa, dan dunia.
Muktamar sebagai forum permusyawaratan tertinggi NU itu digelar di empat lokasi terpisah, yaitu Universitas Negeri Lampung (Unila), Pondok Pesantren Darus Sa’adah, Universitas Islam Negeri (UIN) Bandar Lampung, dan Lapangan Saburai Enggal Bandar Lampung.
Pemilihan Lampung sebagai tuan rumah muktamar ke-34 itu sudah diputuskan sejak Oktober 2019. Namun, karena pada 2020 situasi pandemi Covid-19 menghantam Indonesia, muktamar ditunda sampai setahun. Di pengujung 2021, setelah melalui pertimbangan politik dan keselamatan, akhirnya muktamar jadi diselenggarakan.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siroj kala itu mengatakan, pasca-Muktamar ke-33 NU digelar di Jombang, Jawa Timur, ada keputusan bahwa muktamar selanjutnya harus dilaksanakan di luar Jawa. Alasannya, supaya ada pemerataan. Terutama, di lokasi yang belum pernah menjadi lokasi muktamar. Ada tiga wilayah yang sebelumnya mengajukan diri sebagai tuan rumah muktamar, yaitu Jawa Barat, Kalimantan Selatan, dan Lampung.
”Nah, Lampung kemudian muncul sebagai pilihan utama karena lokasinya berada di luar Jawa dan belum pernah ditempati muktamar,” ujar Said di Gedung PBNU Jakarta, 10 Oktober 2019.
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Robikin Emhas menjelaskan, sebelum Lampung terpilih menjadi tuan rumah muktamar, PBNU membentuk Tim Lima yang bertugas melakukan survei lokasi. Tim diketuai langsung oleh Robikin. Menurut Robikin, ada lima parameter yang dipakai Tim Lima untuk menilai kelayakan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) menjadi tuan rumah muktamar.
Pertama, nilai historikal atau sejarah dari kota tersebut. Maksudnya, apakah kota tersebut pernah menjadi tuan rumah muktamar atau belum. Kedua, performa organisasi, baik dari sisi kelengkapan struktur maupun perangkat NU. Wilayah tersebut harus lengkap Konferensi Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulamanya (MWCNU). Kelengkapan MWCNU juga dilihat dari ranting lembaga dan banomnya.
Ketiga, tim juga melihat perkembangan sosial kultural dan aspek-aspek politik lokal. Tim meneliti tempat-tempat yang mengajukan diri sebagai tuan rumah. Apakah ada aspek konflik internal ataupun eksternal NU atau tidak.
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Robikin Emhas menjelaskan, sebelum Lampung terpilih menjadi tuan rumah muktamar, PBNU membentuk Tim Lima yang bertugas melakukan survei lokasi.
Keempat, kemampuan untuk berbagi tanggung jawab berdasarkan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) NU. Penanggung jawab muktamar dipegang berdasarkan mandataris dari hasil muktamar sebelumnya dari Rais Aam dan Ketum PBNU. Kelima adalah kondisi infrastruktur.
”Tim menyurvei kelayakan PWNU menjadi tuan rumah dari sisi transportasi, penginapan, termasuk juga akses terhadap pemenuhan dasar muktamirin, seperti makanan dan minuman, agar bisa memuliakan para tamu, masyaikh, muktamirin, dan para penggembira,” kata Robikin.
Dari hasil penilaian Tim Lima, hasilnya dinyatakan Lampung sebagai provinsi yang layak menjadi tuan rumah Muktamar ke-34 NU. Keputusan kemudian dituangkan di Surat Keputusan Nomor 420/AII/04 D/10/2019 yang ditandatangani Rais Aam Miftachul Akhyar, Khatib Aam KH Yahya Cholil Staquf, Ketua Umum KH Said Aqil Siroj, dan Sekjen Helmy Faishal Zaini Hasan.
Sejarah muktamar
Dalam buku Ensiklopedia Nahdlatul Ulama: Sejarah, Tokoh, dan Khazanah Pesantren yang ditulis oleh M Imam Azis disebutkan, Muktamar NU pertama diselenggarakan di Surabaya pada 21 Oktober 1926. Muktamar digelar tak lama setelah NU berdiri dan tetap diselenggarakan di kota yang sama sampai muktamar ketiga. Selanjutnya, muktamar mulai diselenggarakan ke arah barat Jawa, mulai dari Semarang (1929), Pekalongan (1930), Cirebon (1931), Bandung (1932), Jakarta (1933), dan kembali ke timur, Banyuwangi, pada 1934.
Muktamar di luar Jawa pertama kali dilakukan di Banjarmasin pada 1936. Setelah itu, muktamar berkutat di Pulau Jawa lagi. Empat tahun sebelum kemerdekaan, tahun 1941, muktamar direncanakan di luar Jawa, yaitu di Palembang, Sumatera Selatan. Namun, rencana itu gagal karena situasi Perang Asia Pasifik. Selama enam tahun masa pendudukan Jepang, NU juga tidak bisa menyelenggarakan muktamar. Muktamar baru kembali dilakukan setahun pasca-kemerdekaan RI di Purwokerto, Jawa Tengah, pada 1946.
Dilansir dari situs nu.or.id, pemilihan tempat penyelenggaraan muktamar juga selalu terkait dengan upaya NU membantu umat Islam yang sedang mengalami masalah. Muktamar di Semarang tahun 1929, misalnya, digelar bersamaan dengan perpecahan dalam tubuh Syarikat Islam (SI) menjadi SI putih dan SI merah yang didominasi kelompok komunis.
Adapun Muktamar Pekalongan (1930) diselenggarakan setelah terjadi konflik hebat antara penduduk dan etnis Tionghoa sehingga NU perlu merasa meredamnya. Muktamar di Cirebon pada 1931 merupakan upaya untuk mengatasi perpecahan umat Islam dalam masalah keagamaan. Muktamar Bandung (1932) merupakan strategi pengembangan NU di wilayah Priangan, Jawa Barat.
Menurut rencana, pembukaan muktamar akan dilakukan di Pondok Pesantren Darussa’adah, Lampung Tengah, Rabu (22/12/2021). Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin dijadwalkan hadir membuka Muktamar ke-34 NU di Lampung.
Muktamar Nahdlatul Ulama merupakan forum permusyawaratan tertinggi NU yang dilaksanakan untuk membahas berbagai agenda. Di antaranya adalah mengevaluasi kinerja kepengurusan, penyusunan program baru, dan memilih pengurus untuk periode selanjutnya.
Menurut rencana, pembukaan muktamar akan dilakukan di Pondok Pesantren Darussa’adah, Lampung Tengah, Rabu (22/12/2021).
Selain itu, Muktamar NU juga membahas masalah keagamaan dalam forum yang dinamakan Bahtsul Masa’il. Forum Bahtsul Masa’il dibagi menjadi ke dalam sejumlah komisi, seperti Komisi Waqi’iyah, Qanuniyah, dan Maudluiyyah. Muktamar diikuti oleh pengurus pusat PBNU, PWNU, dan pengurus tingkat kabupaten atau Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU). Para pengurus ini berhak mengemukakan saran dan pendapat terhadap masalah yang dibahas di persidangan.
Seperti tradisi sejarah, semoga Muktamar ke-34 NU di Lampung kali ini menjadi kontribusi positif dari nahdliyin untuk mengatasi permasalahan bangsa dan dunia yang kompleks, di tengah tantangan pandemi. Sesuai dengan tema resmi muktamar ”Menuju Satu Abad NU: Membangun Kemandirian Warga untuk Perdamaian Dunia”….