Siapa pun yang nantinya akan terpilih sebagai Rais Aam dan Ketua Umum PBNU diharapkan bisa melakukan regenerasi kepemimpinan secara luas sehingga bisa membawa NU bertransformasi untuk menghadapi tantangan zaman.
Oleh
Rini Kustiasih
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Siapa pun yang nantinya akan terpilih sebagai Rais Aam dan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dalam Muktamar Ke-34 NU di Lampung, 23-25 Desember mendatang, diharapkan bisa melakukan regenerasi di tubuh NU. Regenerasi itu penting untuk menyiapkan NU dalam menghadapi berbagai tantangan di masa depan.
Koordinator Muslim Madani Syukron Jamal mengatakan, dorongan regenerasi di tubuh NU saat ini memang kuat. Namun, regenerasi ini sebaiknya tidak hanya dipahami sebatas pada pergantian Ketua Umum PBNU karena yang diperlukan oleh NU ialah regenerasi secara kelembagaan.
”Kalau dikaitkan dengan regenerasi Ketum PBNU saja, kan, kesannya mendukung salah satu calon. Tetapi, yang dimaksudkan ini ialah regenerasi kepemimpinan secara luas. Bagaimana kepemimpinan hasil Muktamar Ke-34 NU ini bisa membawa NU bertransformasi dalam konteks tantangan zaman saat ini. Misalnya, bagaimana menyiapkan struktur ekonomi di tubuh NU menuju era digital. Perubahan-perubahan itu, kan, tidak bisa dihindarkan dan muktamar ini harus membuka ruang itu,” katanya, di Jakarta, Selasa (14/12/2021).
Syukron juga berharap muktamar kali ini bisa membuka ruang dalam kontestasi seluas-luasnya. Saat ini, kontestasi di tubuh NU mengerucut kepada dua tokoh, yakni KH Said Aqil Siroj yang masih menjabat Ketum PBNU dan KH Yahya Cholil Staquf yang adalah Katib Aam PBNU.
Kendati demikian, berbagai wacana dilontarkan di ruang publik mengenai calon-calon alternatif, termasuk KH Marzuki Mustamar dari Jawa Timur hingga Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla, yang saat ini menjabat Mustasyar PBNU.
”Muktamar juga harus membuka ruang kontestasi seluas-luasnya. Dinamika ini pun wajar-wajar saja, dan memberikan pilihan yang terbuka lebar bagi muktamirin,” katanya.
Politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI), M Guntur Romli, mengatakan, PBNU sudah saatnya melakukan regenerasi kepemimpinan. Yahya dipandangnya merupakan sosok yang cocok untuk mengisi harapan regenerasi tersebut.
”Kiai Said selama ini memimpin dengan bagus, tetapi saat ini dengan kapasitas ilmunya yang mumpuni, serta senioritasnya, sudah waktunya beliau menempati posisi yang lebih tinggi, yakni bersama-sama dengan KH Miftachul Akhyar di jajaran syuriah, menjadi Wakil Rais Aam PBNU. Sedangkan untuk posisi Ketum PBNU yang kerjanya melayani kiai-kiai, itu biar yang lebih muda saja, yaitu Gus Yahya,” katanya.
Regenerasi itu, menurut Guntur, harus pula menempatkan NU kembali sebagai organisasi kultural dan tidak semata-mata kendaraan menuju kekuasaan. NU diharapkan tidak menjadi batu loncatan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden.
”Itu tidak baik bagi NU, karena ketika ada suatu kebijakan pemerintah lalu diam, maka NU dituduh sebagai bagian dari rezim pemerintahan. Padahal, NU harus di atas semua golongan,” katanya.
Tidak hanya suksesi
Dalam diskusi bertajuk ”Panas Muktamar NU dalam Persimpangan Jalan Menuju 2024”, Minggu (12/12/2021), Ketua PBNU Marsudi Syuhud mengatakan, dirinya mendukung Said Aqil untuk maju kembali dalam pemilihan ketua umum di Muktamar Ke-34 NU. Said dipandangnya telah memberikan banyak warisan di tubuh NU dalam kepemimpinannya dua periode ini. Contohnya ialah pembangunan pendidikan dari desa ke kota melalui pondok pesantren.
”Muktamar NU tidak hanya membahas soal suksesi Ketua Umum PBNU dan Rais Aam PBNU, tetapi juga membahas politik kenegaraan, seperti soal perubahan iklim, RUU Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga,” katanya.
Marsudi juga tidak sependapat terhadap penilaian yang mengatakan NU di bawah Said Aqil terlalu condong ke salah satu partai dan terlalu masuk ke dalam politik. PBNU tidak pernah mencalonkan seseorang dalam kontestasi politik, tetapi dicalonkan. Sebagai organisasi kader yang besar, NU memiliki ketokohan sampai ke ranting tingkat desa, bahkan sampai ke tingkat RT dan RW. Mereka pun tersebar di banyak afiliasi politik, tidak hanya satu partai.
”Kalau dibilang hanya terkooptasi pada satu partai, maka tidak ada wali kota dan bupati yang dari partai-partai yang ada seperti Partai Golkar dan PDI-P. Ini cara baca yang salah. Calon gubernur dari PDI-P banyak. Banyak orang NU di DPR, gubernur, wali kota, dan bupati. Bahkan lebih banyak dari partai-partai lain. Pandangan moderat NU berpengaruh tidak hanya di Indonesia, tapi dunia,” ujar Marsudi.
Delapan hal
Secara terpisah, Ketua Komisi Organisasi Muktamar NU Andi Najmi Fuaidi mengatakan, ada delapan bahasan dalam muktamar yang akan dilakukan oleh komisi organisasi.
Bahasan itu antara lain perubahan diksi organisasi akan menjadi perkumpulan, menyesuaikan dengan desain awal NU pada 1926; kemandirian NU melalui pendirian badan khusus yang berorientasi pada keuntungan, baik profit yang bersifat materi maupun sosial; serta kewenangan pengurus wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) untuk memberikan pengesahan bagi kepengurusan di tingkat majelis wakil cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU).
Bahasan lain ialah pengaturan mengenai kewenangan Rais Aam PBNU dalam mewakili NU di dalam dan luar pengadilan, yang sebaiknya diserahkan kepada Ketum PBNU, untuk menjaga marwah rais aam; evaluasi kepengurusan yang tidak lagi lima tahunan, tetapi setiap tahun; tata urutan peraturan di lingkungan NU; dan pemanfaatan teknologi informasi.
Soal pemanfaatan teknologi informasi ini, Andi mengatakan, regulasi NU harus bisa memanfaatkan perkembangan teknologi meskipun baru sebatas penunjang administrasi.
”Jadi, dalam kondisi-kondisi tertentu, permusyawaratan di lingkungan NU boleh menggunakan platform teknologi informasi atau virtual. Itu akan sah secara hukum. Mudah-mudahan semuanya bisa diterima oleh peserta muktamar. Kalaupun ada perdebatan, semoga perdebatannya memperbaiki apa yang sudah dirumuskan, bukan sebaliknya,” katanya.