Klaim Keberhasilan Operasi Intelijen Pun Berbalas Bantahan...
Kedutaan Besar Iran di Jakarta akhirnya bersuara soal pengakuan Ghassem Saberi Gilchalan terkait aktivitas intelijen di Indonesia. Kedubes Iran membantah adanya aktivitas intelijen. Berbeda dari keterangan Gilchalan.
Oleh
TIM KOMPAS
·6 menit baca
Akhirnya keterangan yang dinanti-nanti dari Kedutaan Besar Iran di Jakarta terkait Ghassem Saberi Gilchalan (49) datang juga. Minggu (12/12/2021) pagi, masuk pesan Whatsapp dari petugas Diplomasi Publik Kedubes Iran di Jakarta, Ali Pahlevani Rad. Ia menulis dalam bahasa Indonesia, ”Siang ini kami akan kirimkan respons dari kedutaan, ya, Pak.”
Tak sampai setengah jam, ia mengirim surat jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tim Kompas. Pertanyaan via surat itu dikirim ke Ali, Senin (29/11/2021), atau 11 hari sebelum tulisan pertama soal Gilchalan diterbitkan, Kamis (9/12/2021).
Pertanyaan itu terkait permintaan konfirmasi soal sosok Gilchalan serta pengakuannya terkait aktivitas intelijen yang dilakukan di Indonesia. Sehari jelang tulisan pertama terbit, Kompas mengingatkan Ali sekaligus menginformasikan rencana pemuatan tulisan. ”Terima kasih atas informasi yang disampaikan,” balasnya.
Setelah tulisan terbit, Kompas kembali mengirim pesan kepada Ali, mengingatkan permintaan konfirmasi, tetapi tak berbalas. Respons soal Gilchalan baru muncul setelah terbit tulisan keempat bertajuk ”Kedok Membangun Basis Intelijen di Bali” yang diikuti embaran rencana tulisan terakhir berjudul ”Operasi Intelijen yang Diklaim Berhasil”.
Surat dari Kedubes Iran yang ditandatangani Kepala Bagian Diplomasi Umum Kedubes Iran Bita Zolali, antara lain, menyangkal operasi intelijen oleh Gilchalan. ”Berbagai tuduhan miring yang telah disampaikan berkaitan dengan aktivitas beliau di Indonesia adalah tidak benar dan tidak berdasar,” ujarnya.
Dia menyebut Indonesia dan Iran ialah dua negara sahabat dengan hubungan yang baik dan bersejarah. Bahkan, pada 2020, kedua negara merayakan 70 tahun hubungan diplomatik yang penuh dengan kerja sama konstruktif. ”Dalam kaitan ini, pihak-pihak yang tak senang dengan perkembangan hubungan bilateral Iran dan Indonesia berupaya menyalahgunakan berbagai hal untuk tujuan jahat mereka,” katanya.
Pertanyaan soal sosok Gilchalan direspons: ”Kedutaan Besar Republik Islam Iran memiliki kewajiban melindungi privasi warga negaranya dan sesuai peraturan Iran dan beragam konvensi internasional serta dengan penuh menghormati hukum negara tuan rumah, hanya membela hak-hak warga negaranya di luar negeri.”
Adapun Gilchalan mengklaim operasinya di Indonesia berhasil. Hal itu disampaikannya dalam pengakuan tertulis berbahasa Persia yang ia buat untuk penegak hukum ataupun saat ditemui Kompas di Lembaga Pemasyarakatan Pemuda Kelas IIA Tangerang, Banten, November.
Misi dimaksud ialah membebaskan tanker Iran, MT Horse. ”Saya datang ke Indonesia untuk membantu tanker Iran, MT Horse, yang diadili di Batam. Pemerintah Iran mengirim saya untuk membantu membebaskan kapal itu dan mengembalikannya ke Iran,” ujarnya.
Kedatangan Gilchalan ke Indonesia, 18 Mei 2021, bersamaan dengan persidangan tanker MT Horse. Kapal itu disita Badan Keamanan Laut di perairan Kalimantan pada Januari 2021 karena melanggar alur pelayaran. MT Horse mengangkut 1,8 juta barel minyak mentah, yang nilainya dapat mencapai Rp 25 miliar.
MT Horse disita saat memindahkan muatan minyaknya ke tanker berbendera Panama, MT Freya. Dalam sidang 25 Mei, majelis hakim Pengadilan Negeri Batam, Kepulauan Riau, memvonis setahun penjara dengan percobaan dua tahun kepada nakhoda MT Horse, Mehdi Monghasemjahromi, sama dengan tuntutan jaksa.
Hakim lalu memerintahkan nakhoda dibebaskan. Setelah putusan, MT Horse juga dilepas. ”Ya (misi itu berhasil), semuanya berjalan dengan baik. Tanker dibebaskan oleh pengadilan,” kata Gilchalan.
Sebelum ke Indonesia, dalam pengakuan tertulisnya, Gilchalan mengatakan, ia menghubungi kenalannya di Bali dan di Batam untuk mencari tahu kondisi MT Horse. Dari kenalan di Batam, didapat informasi MT Horse terlibat masalah hukum, nakhodanya dipenjara dan menunggu proses persidangan di PN Batam. Setelah menyampaikan informasi itu kepada Sayed Alireza Mir Jafari yang merekrutnya, Gilchalan diperintahkan segera ke Indonesia.
Gilchalan lalu mengurus izin tinggal di Indonesia dengan menghubungi agen pembuat visa di Bali. Namun, sebelum berangkat, ia bertemu Sayed dan rekannya, Mehdi, di Teheran.
Sayed mengatakan, tanker MT Horse harus dibebaskan karena amat penting. Gilchalan dibekali 10.000 dollar AS atau setara Rp 140 juta. Namun, setibanya di Indonesia, Sayed memintanya mengubah tujuan dari Batam ke Bali karena tanker akan segera bebas. ”Kamu harus pergi ke Bali untuk membangun perusahaan, lalu kembali ke Iran,” tulis Gilchalan.
Karena pandemi Covid-19, banyak tempat tutup di Bali. Gilchalan lalu melaporkan hal itu ke Sayed dan meminta pulang lebih awal ke Iran. Permintaan itu disetujui Sayed. Dia meminta, setelah dari Iran, Gilchalan melanjutkan misi pencarian warga Iran di Malaysia, yakni Hamed Nasrallah. Orang yang disebut berbahaya bagi negara itu sudah pernah diintai Gilchalan di Malaysia.
Hasil ekstraksi ponsel Gilchalan oleh penegak hukum Indonesia juga menemukan foto-foto rumah Nasrallah. Dalam pengakuannya, Ghilcalan mengaku ada ancaman dari Daniel Ghorbani terhadap keselamatan keluarganya jika ia meneruskan pengintaian.
Belum jelas
Dalam surat pengakuan ataupun saat bertemu Kompas, Gilchalan tak menyebutkan caranya membebaskan tanker MT Horse. Namun, hasil ekstraksi 11 ponselnya oleh penegak hukum menemukan sejumlah jejak yang diduga terkait kasus MT Horse.
Di ponselnya, misalnya, ada foto MT Horse serta foto tiga pejabat pertahanan dan militer Indonesia. Ada pula beberapa percakapan Whatsapp dengan seseorang di Batam terkait upaya pembebasan tanker. Salah satu pesan orang itu ke Gilchalan dalam bahasa Inggris ialah: ”Brother, sejak awal kami bekerja underground untukmu sebagai pemilik kapal, bukan untuk kedutaan. Kalau butuh dokumen, kami butuh pengacara, tidak perlu cap, cuma tanda tangan kamu saja di kertas. Kami akan melakukan yang terbaik untukmu.”
Orang di Batam yang dimaksud saat dikonfirmasi, Selasa (16/11/2021), bertutur, Gilchalan yang mengaku bernama Majid minta bantuan hukum membebaskan tanker MT Horse dari jerat pidana. Saat hendak ke Indonesia, Mei 2021, Gilchalan berjanji menemuinya, tetapi itu tak terwujud.
Ekstraksi ponsel Gilchalan juga menemukan dokumen penawaran jasa konsultasi strategis dan bantuan hukum dari Persatuan Cakra Sembilanbelas Nusantara (Perkasa) kepada Tulip Shipping Ltd, pemilik terdaftar MT Horse.
Surat yang dikirim pada Februari 2021 itu ialah tanggapan atas permintaan Tulip Shipping Ltd untuk mendampingi kasus MT Horse. Ketua Perkasa Mayor Jenderal (Purn) Andogo Wiradi dalam surat itu mengatakan, untuk memenuhi permintaan Tulip, dibentuk tim khusus, yang terdiri atas dua institusi konsultan penasihat strategis dan pendampingan hukum. Dalam proposal, jasa itu ditawarkan 300.000 dollar AS atau setara Rp 4,2 miliar.
Ketika dikonfirmasi, Rabu (17/11/2021), Andogo membenarkan telah mengajukan penawaran jasa konsultasi strategis dan pendampingan hukum untuk kasus tanker MT Horse. Informasi itu didapatkan dari Kedubes Iran di Jakarta. Dia mengaku tak mengenal Gilchalan. Namun, negosiasi itu tak berbuah kesepakatan. ”Sampai penawaran saja, enggak deal,” katanya.
Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso mengatakan, BIN atau kepolisian perlu menginterogasi Gilchalan untuk menelusuri operasi apa yang dilakukan di Indonesia sehingga dia klaim berhasil. Investigasi juga diperlukan guna mengetahui operasi lain yang mungkin dilakukan Gilchalan di Indonesia.
Mantan Wakil Kepala BIN As’ad Said Ali menyebutkan, investigasi awal bisa dilakukan dengan menelusuri pihak-pihak yang dihubungi Gilchalan melalui ponselnya.