“Izinkan kami melalui surat ini berikan tanggapan dan menyampaikan informasi untuk menerangkan opini para pembaca terhormat harian Kompas,” kata Kepala Bagian Diplomasi Umum Kedubes Iran Bita Zolali.
Oleh
TIM KOMPAS
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kedutaan Besar Republik Islam Iran di Jakarta menyangkal aktivitas intelijen yang dilakukan warganya, Ghassem Saberi Gilchalan, di Indonesia. Permintaan deportasi terhadap Gilchalan yang diajukan berulang disebut sebagai bentuk perlindungan warganya yang terlibat masalah hukum di luar negeri.
Melalui surat Nomor Ref. 1400-300-21M/10 tertanggal 12 Desember 2021, Kedutaan Besar Iran di Jakarta merespons pemberitaan Kompas, ”Paspor Palsu Kuak Operasi Intelijen Asing”, Kamis (9/12/2021), ”Permintaan Deportasi Berulang dari Kedutaan Besar Iran”, Jumat (10/12/2021), ”Seribu Jam Berujung Surat Pengakuan Intelijen Asing”, Sabtu (11/12/2021), dan “Kedok Membangun Basis Intelijen di Bali”, Minggu (12/12/2021).
Surat jawaban itu diberikan setelah dua pekan sebelumnya Kompas meminta konfirmasi tentang dugaan aktivitas intelijen Ghassem Saberi Gilchalan di Indonesia. Kompas pertama kali menghubungi Petugas Diplomasi Publik Kedubes Iran Ali Pahlevani Rad pada Senin (29/11/2021), sekaligus mengirimkan surat permintaan wawancara dan daftar pertanyaan dalam bahasa Inggris melalui aplikasi WhatsApp. Pada hari yang sama, ia menyatakan surat sudah diterima.
Sehari setelahnya, Kompas menanyakan perkembangan respons Kedubes Iran, yang oleh Ali dijawab dengan pertanyaan tentang jadwal pemuatan berita. Setelah diberitahu berita akan dimuat sepekan setelahnya, ia berjanji akan mengabari kembali. Pada Kamis (2/12/2021) atau sepekan sebelum jadwal pemuatan, Kompas kembali menanyakan tindak lanjut atas permintaan wawancara kepada Ali. Dia mengatakan, Iran akan menjawab pertanyaan yang diajukan, namun sampai saat itu mereka masih mempelajarinya.
Lima hari berselang, tidak ada kabar yang diberikan Ali, kami mengingatkan bahwa tulisan akan mulai ditayangkan, Kamis (9/12/2021). Pesan serupa kembali kami kirimkan sehari sebelum penayangan artikel pertama. Namun, tidak ada tanggapan apa pun dari Ali. Ia baru menghubungi kembali pada Minggu (12/12/2021), sekaligus mengirimkan respons tertulis yang ditandatangani Kepala Bagian Diplomasi Umum Kedubes Iran Bita Zolali serta dibubuhkan stempel resmi.
”Izinkan kami melalui surat ini berikan tanggapan dan menyampaikan informasi untuk menerangkan opini para pembaca terhormat harian Kompas,” kata Zolali.
Ia menjelaskan, berdasarkan peraturan Republik Islam Iran dan berbagai konvensi internasional yang disepakati global, Kedutaan dan Konsulat Jenderal Republik Islam Iran di luar negeri bertanggung jawab untuk melindungi dan membela hak warganya di luar negeri. Oleh karena itu, ketika ada persoalan yang melibatkan warga negara Iran, maka pihak Kedutaan wajib memeriksa kesehatan fisik dan mental warganya melalui pertemuan tatap muka atau panggilan telepon.
Kedutaan juga bertanggung jawab memastikan warganya yang bermasalah didampingi penasihat hukum, proses hukum dan pengadilan yang mengadilinya pun berjalan secara adil sesuai dengan hukum di negara tuan rumah. Perlindungan itu diberikan untuk semua warga negara Iran di luar negeri, termasuk Indonesia. Pihaknya juga berkewajiban untuk melindungi privasi warga negaranya sesuai dengan peraturan Iran dan beragam konvensi internasional serta dengan penuh menghormati hukum negara tuan rumah, hanya membela hak-hak warga Iran di luar negeri.
”Terkait dengan kasus Bapak Ghassem Saberi Gilchalan kami dapat sampaikan bahwa berbagai tuduhan miring yang telah disampaikan berkaitan dengan aktivitas beliau di Indonesia adalah tidak benar dan tidak berdasar,” kata Zolali.
Gilchalan ditangkap Polri karena menggunakan paspor palsu untuk pergi ke Bali dan menghindari berbagai pembatasan sosial yang berlaku selama pandemi Covid-19. Pembatasan itu dinilai menyulitkan proses mendapatkan visa kunjungan wisata di Indonesia. Pengadilan Negeri Tangerang telah menjatuhkan hukuman dua tahun penjara kepada Gilchalan. Saat ini, ia masih menjalani masa hukumannya itu di Lembaga Pemasyarakatan Pemuda Kelas IIA, Kota Tangerang, Banten.
Terkait dengan permohonan deportasi yang disampaikan Kedubes Iran, tambah Zolali, di masa pandemi Covid-19 berbagai negara di dunia menempuh kebijakan yang fleksibel, seperti skema pembebasan bersyarat, cuti bersyarat, cuti menjelang bebas, atau pergantian hukuman penjara ke denda dengan tujuan mencegah penyebaran Covid-19 di tahanan dan lapas.
”Sesuai dengan standar prosedur yang berlaku, dalam hal terjadi kasus hukum atau pengadilan bagi salah satu warganya, Kedubes Iran di Jakarta menyampaikan permohonan deportasi dan pengembalian ke Iran untuk menjalankan hukuman mereka,” katanya.
Iran juga telah menyampaikan permohonan kerja sama transfer para tahanan kepada pemerintah Indonesia. Mereka berharap, dengan terbentuknya dasar hukum yang diperlukan, kerja sama ini dapat dilakukan antarnegara.
Zolali menambahkan, Iran dan Indonesia merupakan dua negara yang bersahabat serta telah memiliki hubungan yang begitu bersejarah dan baik. Dalam kaitan ini, menurutnya, ada pihak-pihak yang tidak senang dengan perkembangan hubungan bilateral Iran dengan Indonesia dan berupaya untuk menyalahgunakan berbagai hal untuk mencapai tujuan-tujuan jahat mereka.
”Kedua negara pada tahun 2020 silam merayakan 70 tahun hubungan diplomatiknya yang penuh dengan kerja sama konstruktif dan saling mengisi untuk kepentingan bersama,” ujarnya.
Secara terpisah, Gilchalan saat ditemui di Lapas Pemuda Kelas II A Tangerang, November mengaku bekerja untuk pemerintah Iran. Melalui seorang bernama Sayed Alireza Mir Jafari, ia diperintahkan untuk datang ke Indonesia untuk membebaskan tanker MT Horse yang disita otoritas Indonesia di Batam, Kepulauan Riau, Januari 2021. Selain itu, ia juga mengaku diminta untuk membangun perusahaan di Bali. Namun, penggunaan paspor palsu disebut atas inisiatif pribadinya.
”Saya bekerja untuk pemerintah, karena saya cinta negara dan masyarakat Iran. Kami harus melindungi warga dari masalah apa pun. Jika ada masalah yang terjadi, tentu pemerintah harus membawa mereka kembali ke negara kami,” katanya.
Ia menambahkan, pihak Kedubes Iran juga beberapa kali menemuinya ketika persidangan paspor palsu berlangsung. Mereka juga memberikan bantuan hukum saat mengajukan banding. Gilchalan menegaskan, kedatangannya di Indonesia tak bermaksud membuat masalah, karena ia pun sudah pernah tinggal lama di Indonesia. ”Saya cinta Indonesia, saya menyukai nasi uduk dan nasi kuning,” ujarnya.