TNI dan Polri Sepakat Ubah Pendekatan Penanganan Konflik di Papua
Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa dan Kepala Polri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo sepakat mengubah strategi penyelesaian konflik di Papua dengan mengedepankan pendekatan yang humanis.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sepekan setelah dilantik oleh Presiden Joko Widodo, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa menemui Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (23/11/2021). Dalam diskusi yang berlangsung sekitar satu jam, keduanya sepakat mengubah paradigma dan pendekatan operasi yang selama ini dilakukan di Papua, yakni dengan menekankan aspek humanis.
Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa mengatakan, penanganan Papua merupakan topik prioritas yang dibahas bersama Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo pada Selasa siang. Baik Andika maupun Listyo sepakat, pendekatan yang digunakan dalam operasi di Papua harus diubah. Salah satu alasannya adalah karena kerap terjadi tumpang tindih antarkedua institusi saat melaksanakan tugas di lapangan.
Ia menambahkan, pendekatan baru yang dimaksud sudah dibahas secara detail dengan Listyo. Akan tetapi, hal itu belum bisa disampaikan kepada publik karena masih menunggu momentum yang tepat. ”Mudah-mudahan minggu depan saya akan ke Papua dan (pendekatan baru) ini akan saya jelaskan di sana. Itu adalah hal yang harus saya lakukan karena sesuai dengan janji saya saat fit and proper test,” kata Andika.
Meski belum bisa menjelaskan secara rinci, Andika memastikan bahwa pendekatan yang dimaksud sejalan dengan gagasan yang telah ia sampaikan saat mengikuti uji kelayakan dan kepatutan calon Panglima TNI di DPR, dua pekan lalu. Dalam paparan tertutup kepada Komisi I DPR, Andika mengungkap akan mengedepankan upaya humanis dalam penyelesaian konflik di Papua. Perlakuan keamanan di Papua semestinya juga bisa dilakukan dengan cara yang sama dengan di daerah lainnya.
Hal serupa juga ia sampaikan setelah mengunjungi Markas Besar TNI Angkatan Laut, Senin (22/11). Menurut Andika, tertembaknya dua prajurit TNI di Yahukimo, Papua, bukan hal yang mengejutkan karena pendekatan operasi yang dilakukan dinilai kurang efektif.
Andika berpandangan, sudah saatnya pendekatan operasi di Papua diubah agar lebih efektif. Ia pun akan melakukan orientasi internal terkait operasi di seluruh wilayah Indonesia, tidak terkecuali di Papua.
Mudah-mudahan minggu depan saya akan ke Papua dan (pendekatan baru) ini akan saya jelaskan di sana. Itu adalah hal yang harus saya lakukan karena sesuai dengan janji saya saat fit and proper test.
Tidak bisa dimungkiri, operasi penegakan hukum yang selama ini dilakukan belum bisa menghentikan konflik dan kekerasan yang terjadi di Papua. Hal itu berakibat pada jatuhnya korban, baik dari warga sipil, aparat, maupun kelompok kriminal bersenjata.
Catatan Kompas, sepanjang Januari-November 2021 telah terjadi 35 penyerangan KKB di Kabupaten Intan Jaya, Yahukimo, Nduga, Pegunungan Bintang, Puncak, dan Maybrat. Puluhan serangan itu menyebabkan 16 aparat keamanan dan 15 warga sipil meninggal. Selain itu, 21 aparat keamanan dan 10 warga juga terluka karena serangan yang sama (Kompas.id, 21/11/2021).
Listyo membenarkan telah mendiskusikan berbagai hal terkait dengan penguatan sinergitas dan soliditas TNI/Polri untuk menjaga stabilitas keamanan negara dengan Andika. Kedua pihak akan meneruskan tugas yang selama ini diamanatkan secara langsung oleh Presiden Joko Widodo, terutama untuk mengakselerasi vaksinasi Covid-19 secara nasional.
Hingga saat ini, masih ada sejumlah daerah yang cakupan vaksinasinya belum mencapai 50 persen, salah satunya Papua. Ini akan dipercepat untuk memenuhi target pemerintah, yakni mencapai cakupan vaksinasi 70 persen pada Desember 2021.
”Dan tentunya kami juga membahas bagaimana kita mengubah paradigma pola-pola penanganan terhadap beberapa gangguan kriminalitas, seperti di Papua; Poso, Sulawesi Tengah,” kata Listyo.
Evaluasi
Peneliti Papua dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Cahyo Pamungkas, sependapat, pendekatan keamanan yang diterapkan di Papua harus segera dievaluasi. Sebab, pendekatan yang selama ini dilakukan terbukti belum bisa menuntaskan masalah di sana.
Menurut Cahyo, hal itu bisa dilakukan dengan mengevaluasi kebijakan labelisasi teroris. Sebab, pada dasarnya, kelompok kriminal bersenjata di Papua bukan teroris, melainkan bagian dari gerakan separatis. Pendekatan untuk menyelesaikan masalah dengan mereka semestinya dilakukan dengan dialog. ”Karena mereka adalah gerakan separatis, seharusnya yang dikirim ke Papua bukan tentara atau polisi, melainkan juru runding untuk menegosiasikan perbedaan kepentingan dan pandangan,” tuturnya.
Ia menambahkan, operasi penegakan hukum yang selama ini diterapkan juga perlu ditinjau kembali, bahkan jika perlu dihentikan. Selama ini, sekalipun diberi nama operasi penegakan hukum, tetapi tidak pernah ada satu pun kasus yang diajukan ke pengadilan. Dengan demikian, bisa dikatakan praktik itu justru lebih mengarah pada operasi militer.
Selain itu, menurut Cahyo, untuk mengoptimalkan pendekatan nonkekerasan, TNI/Polri harus mengimplementasikan jeda kemanusiaan dalam waktu dekat. Jeda kemanusiaan yang dimaksud adalah menghentikan baku tembak antara aparat dan KKB untuk memberikan kesempatan bagi warga sipil yang berada di dalam pengungsian atau terjebak dalam konflik untuk keluar dari zona konflik ke zona damai. ”Terakhir, dibutuhkan dialog untuk mencari solusi politik yang permanen antara pemerintah dan kelompok yang menginginkan kemerdekaan Papua,” ujarnya.