Ada banyak cerita kecil, tetapi penting tentang Jenderal Andika Perkasa yang hari ini dilantik sebagai Panglima TNI oleh Presiden Jokowi. Dari kegemaran, cara berpikir, hingga terobosan yang dibuatnya.
Oleh
Edna C Pattisina
·5 menit baca
Setelah dilantik Presiden Joko Widodo, Rabu (17/11/2021) siang, Jenderal Andika Perkasa secara resmi menjabat Panglima TNI. Ia menggantikan Marsekal Hadi Tjahjanto yang baru saja berulang tahun ke-58, yang berarti akan resmi pensiun akhir November ini. Yang menarik, keduanya sama-sama pernah menjadi kepala dinas penerangan. Tidak heran, keduanya sama-sama piawai berinteraksi dengan masyarakat umum, termasuk media.
Ada banyak cerita kecil, tetapi penting tentang Jenderal Andika yang sebelumnya menjabat Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD). Tidak saja ia kerap memakai kaos body fit dengan gambar-gambar superhero komik, Andika juga sangat menjaga kondisi tubuhnya. Tidak saja untuk dirinya sendiri yang hobi fitnes alias weight lifting, ia juga mendorong perwira-perwira juniornya agar rutin berolahraga.
Tidak saja garasi terbuka di bawah ruangan KSAD kini dipenuhi alat-alat fitnes, tetapi juga di berbagai satuan. Andika juga menjaga pola makannya. Seorang asisten KSAD bercerita, ia tidak pernah melihat Andika makan nasi.
”Biasanya kalau makan di luar, Bapak KSAD pesan dada ayam yang kukus atau rebus, plus juice buah bergelas-gelas,” katanya.
Setiap Jumat pagi, ada olahraga bersama di Mabes TNI AD. Semua orang bisa memilih olahraga yang diinginkan. Andika kerap ikut dan ngobrol dengan semua orang dalam suasana nonformal.
Wartawan pun pernah diajak berolahraga bersama dilanjutkan dengan sarapan pagi, pecel atau soto ayam. Situasinya santai. Saat konferensi pers pun wartawan bisa bertanya apa pun.
Andika relatif terbuka dalam berkomunikasi dengan banyak pihak. Awal Juni 2021, setelah bertukar pesan singkat hampir tengah malam tentang cerita dari para prajurit TNI, Andika mengajak Kompas berdiskusi di ruang kerjanya.
Sayangnya, isi diskusi bersifat off the record sehingga tidak bisa ditulis. Namun, yang menarik dalam diskusi itu, Andika terbuka pada perbedaan pendapat. Ia selalu menyampaikan dasar-dasarnya dalam mengambil sikap dengan sistematis. Kerangka yang ia gunakan tidak saja sebagai militer, tetapi juga sebagai doktor dalam bidang kebijakan publik. Tidak heran, ia bisa sepakat untuk tidak sepakat.
Ia juga selalu meminta fakta untuk argumen yang diperdebatkan. Salah satu benda paling menarik di ruang kerjanya adalah sebuah televisi ukuran sangat besar yang tersambung dengan global positioning system. Ketika kami membahas sebuah insiden di Papua, gambar diperbesar sampai semaksimal mungkin untuk mendapatkan konteks dari peristiwa.
Andika termasuk perwira tinggi yang akrab dengan teknologi. Ketika menjabat Kadispen TNI AD, telepon genggamnya bukan yang terbaru, tetapi punya fasilitas-fasilitas yang canggih. Cara berpikirnya yang sistematis juga terlihat dari isi pesan singkatnya yang biasanya diberi nomor urut 1, 2, 3, dan seterusnya.
Kerangka berpikir kebijakan publik yang mendasari rencana-rencananya sebagai Panglima TNI selama 13 bulan ke depan. Program yang pertama ia sampaikan saat uji kelayakan dan kepatutan di DPR adalah tentang ”Penguatan Pelaksanaan Tugas-tugas TNI yang Didasarkan pada Peraturan Perundang-undangan”. Tiga poin yang menjadi penjabaran berusaha meletakan prajurit lebih sistematis dalam koridor negara hukum.
Upaya Andika untuk meletakkan prajurit TNI AD lebih profesional terlihat jelas saat terjadi insiden kasus Ciracas. Andika tidak saja membuka kesempatan seluas-luasnya pada publik untuk mengikuti peristiwa itu, tetapi juga memerintahkan jajaran Polisi Militer bertindak setegas dan seadil mungkin. Hal ini cukup menjadi terobosan mengingat selama ini kasus-kasus serupa kebanyakan menguap begitu saja.
Pekerjaan Andika memang tidak ringan. Kinerja TNI dalam operasi-operasi keamanan di Papua perlu perbaikan menyeluruh. Tidak saja dari jalur komando, tetapi juga dari sisi kemampuan personel. Di sisi lain, TNI juga tengah melaksanakan Operasi Militer Selain Perang seperti membantu pemerintah menangani wabah Covid19.
Walaupun sering tampil di halaman media sosial TNI AD, ada cerita tentang Jenderal Andika yang tidak banyak diketahui publik.
Inovasi ini tentang diplomasi militer. Ceritanya, TNI AD sudah 13 kali menjadi juara umum dari total 28 kali penyelenggaraan ASEAN Armies Rifle Meet (AARM), perlombaan menembak di antara Angkatan Darat se-ASEAN. Pada 2019, Andika punya ide lain. Alih-alih kembali menang, lebih baik TNI AD sebagai penyelenggaran AARM ke-29 membuat satu terobosan baru. Terobosan itu adalah, TNI AD memilih tidak menang.
Walaupun masyarakat dan TNI AD selalu bersukacita dengan predikat juara umum, kalau dipikir-pikir, apakah kemenangan yang dituju adalah sasaran strategis? Apakah memang kemenangan di AARM jadi ajang penting untuk menunjukkan efek gentar?
Pertama, tidak ada niat, Indonesia untuk perang dengan sesama negara ASEAN. Secara politik telah disepakati bahwa semua masalah antarnegara ASEAN akan diselesaikan dengan cara damai. Kedua, dalam menghadapi perkembangan lingkungan strategis dengan kompetisi antara AS dan China, justru persatuan ASEAN menjadi sangat penting. Dari sini Andika membuat perubahan.
Hal menarik terjadi di AARM ke-29 di Cipatat, Bandung. AARM memiliki bentuk baru. AARM tidak lagi menjadi ajang kompetisi antar-angkatan darat negara-negara ASEAN. Justru tentara dari berbagai negara ASEAN itu bersatu dalam empat tim yang masing-masing terdiri atas sepuluh orang, mewakili sepuluh negara ASEAN.
Mereka bahu-membahu, bertukar ilmu teknik menembak, dan mengatur strategi demi kemenangan tim. Hal ini sederhana, tanpa biaya tambahan, tapi efeknya besar. Tim mana pun yang menang, semua negara pulang dengan rasa bangga. TNI AD kalah secara medali, tetapi memenangkan hati dan pikiran militer negara-negara ASEAN.
Dalam kondisi negara yang serba terbatas, sementara tantangan jangka pendek dan panjang menerpa, Andika memiliki waktu yang terbatas sebagai Panglima TNI untuk berkiprah. Anton Aliabbas, pengajar di Universitas Paramadina, mengatakan, dalam jangka pendek ada dinamika keamanan domestik, yaitu Papua, dan regional, yaitu Laut China Selatan yang harus diperhatikan.
Alman Helvas Ali dari Semar Sentinel menggarisbawahi pentingnya implementasi program pertama Andika di mana jangan lagi tugas-tugas instansi sipil diserobot TNI atas nama OMSP.
Anton juga mengingatkan prioritas membangun SDM TNI. Dengan bekerja sama dengan tiga kepala staf, penataan dan perbaikan pola karier prajurit TNI mendesak dilakukan untuk menyelesaikan problem penumpukan perwira di kepangkatan tertentu.
Penerapan sistem merit dalam karier prajurit hendaknya juga dapat secara konsisten dan kontinu diterapkan, termasuk meningkatkan kualitas para perwira muda di TNI dengan pendidikan di kampus terbaik di dunia.