Wacana Perpanjangan Usia Pensiun Perwira Tinggi TNI Bergulir, Dinilai Berisiko Hambat Regenerasi
Wacana perpanjangan masa jabatan Panglima TNI disampaikan Wakil Ketua Komisi I DPR dari Fraksi PKS Abdul Kharis Almasyhari. Ia meyakini Presiden Jokowi akan memperpanjang masa jabatan Jenderal Andika dua tahun.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO/IQBAL BASYARI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Wacana perpanjangan masa jabatan Panglima TNI dari usia 58 tahun menjadi 60 tahun mulai digulirkan pimpinan Komisi I DPR. Namun, perpanjangan masa jabatan ini dikhawatirkan menghambat regenerasi di tubuh TNI dan bisa berimplikasi masuknya TNI ke ranah jabatan sipil.
Wacana perpanjangan masa jabatan Panglima TNI pertama kali disampaikan Wakil Ketua Komisi I DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Abdul Kharis Almasyhari. Ia meyakini, Presiden Joko Widodo akan memperpanjang masa jabatan Andika Perkasa sebagai Panglima TNI selama dua tahun atau hingga 2024. Namun, hingga saat ini, DPR belum menerima usulan itu dari pemerintah.
Adapun Andika akan memasuki usia pensiun atau 58 tahun pada 21 Desember 2022. Persetujuan Andika untuk menjadi Panglima TNI sudah diambil dalam Rapat Paripurna DPR, Senin (8/11/2021). Ia kini tinggal menunggu pelantikan oleh Presiden Joko Widodo.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), TB Hasanuddin, saat dihubungi di Jakarta, Selasa (9/11/2021), mengatakan, perpanjangan masa jabatan ini bukan hanya untuk urusan Andika, melainkan juga penyesuaian di seluruh organisasi, baik TNI, Polri, maupun aparatur sipil negara. Bahkan, ia menyebut, rencana itu sudah dibicarakan dengan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan dan RB).
”Jadi, tidak benar (hanya untuk perpanjangan masa jabatan Andika) karena dua tahun lalu sudah dibicarakan dan setahun lalu sudah dikirim rencana itu ke Menpan dan RB untuk mendapatkan penyesuaian,” ujar Hasanuddin.
Secara khusus di lingkungan TNI, wacana perpanjangan masa jabatan perwira tinggi juga pernah disinggung Presiden Joko Widodo dalam rapat pimpinan Kementerian Pertahanan-TNI-Polri pada 2020. Saat itu, Presiden mengusulkan agar ada perubahan usia pensiun bagi bintara dan tamtama, dari 53 tahun menjadi 58 tahun.
Hanya saja, menurut Hasanuddin, perpanjangan masa pensiun itu tidak hanya untuk bintara dan tamtama, tetapi juga perwira tinggi. Namun, itu tetap harus merevisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. ”Ya, diubah dulu undang-undangnya, itu saja, selesai,” ucap Hasanuddin.
Menurut Hasanuddin, perpanjangan masa jabatan ini tidak akan menghambat regenerasi di tubuh TNI. Sebab, nyatanya, perubahan usia pensiun selalu terjadi. Di zaman revolusi, misalnya, usia pensiun berkisar 35-40 tahun. Kemudian, usia pensiun bertambah menjadi 55 tahun.
”Biasa saja. Bahwa kemudian harus ditata ulang, kenaikan pangkatnya, ya, itu harus. Misal begini, zaman saya, pensiun di usia 55 tahun, naik pangkat dari letnan satu ke kapten, itu cuma tiga tahun. Sekarang sesudah masa pensiun sampai 58 tahun, diatur menjadi lima tahun. Disesuaikan, dong. Jadi arahnya ke penyesuaian,” tutur Hasanuddin.
Harus menimbang kemendesakan
Anggota Komisi I DPR dari Partai Demokrat, Syarief Hasan, juga berpendapat, jika ingin memperpanjang masa aktif perwira, UU TNI harus direvisi. Cara lain, Presiden bisa mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu). Namun, ia mengingatkan, baik merevisi UU TNI maupun mengeluarkan perppu, semua harus didasari kemendesakan. Alasannya pun harus substansial.
”Urgensinya itu, kan, tergantung kacamata yang melihat. Bisa menurut kacamata Presiden urgensi, tetapi bagi DPR tidak urgensi. Lagi-lagi harus dirumuskan dengan baik. Sekali lagi kalau memang ada pandangan begitu, sangat terbuka. Salah satunya, tadi, merevisi UU TNI atau keluarkan perppu,” ucap Syarief.
Demokrat pun enggan berspekulasi akan mendukung atau tidak terhadap wacana perpanjangan masa jabatan tersebut. Sebab, Andika sendiri juga belum dilantik sebagai Panglima TNI.
”Silakan saja Pak Presiden untuk mengambil kebijakan bagaimana yang terbaik. Tetapi, betul-betul harus substansial dan esensial sekali. Contoh, persiapan pemilu dan sebagainya,” kata Syarief.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar, Dave Laksono, mempersilakan pemerintah jika ingin mengajukan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI agar bisa memperpanjang masa dinas TNI. Sebab, revisi UU menjadi salah satu jalan karena usia pensiun sudah diatur dalam UU TNI. ”Jika pemerintah mau, silakan mengajukan revisi UU TNI, nanti akan kami bahas,” ujarnya.
Namun, ia mengingatkan akan ada konsekuensi dari perpanjangan masa dinas tersebut. Pertama, perpanjangan masa dinas yang berimplikasi langsung pada masa pensiun akan berdampak pada keuangan negara. Sebab, negara harus menambah alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk pengeluaran gaji dan tunjangan anggota TNI.
Selain itu, perpanjangan masa dinas bisa berdampak pada regenerasi. Setidaknya di awal-awal implementasi perpanjangan masa dinas, akan ada penumpukan pegawai karena penundaan kenaikan pangkat. Namun, hal ini mestinya bisa diatasi karena sebelumnya TNI pernah memperpanjang masa dinas dari usia maksimal 55 tahun menjadi 58 tahun. ”Setelah itu pasti akan berjalan baik,” ujar Dave.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco meminta agar wacana perpanjangan masa jabatan dikaji secara komprehensif agar tidak menimbulkan polemik baru. ”Kita lihat urgensinya. Saya rasa perlu kajian yang panjang, butuh waktu lebih lama. Saya pikir itu juga harus ada kesepakatan dari fraksi-fraksi yang ada di DPR,” katanya.
Belum mendesak
Ketua Inisiatif untuk Demokrasi dan Keamanan Al Araf menilai, perubahan UU TNI untuk mengubah masa dinas belum mendesak. Ia mengingatkan, revisi UU guna memperpanjang masa dinas agar tak bermuatan politik. Sebab, akan berimplikasi pada masa jabatan yang lebih lama bagi pemegang jabatan strategis saat ini.
”Proses perpanjangan yang sarat kepentingan politik pribadi merupakan sesuatu yang tidak sehat. Sebab, perpanjangan masa dinas mestinya diukur dengan variabel tingkat kualitas prajurit, apakah fisik dan psikologisnya masih layak untuk bertugas dalam menjaga pertahanan negara,” katanya.
Penambahan masa dinas TNI, menurut Araf, justru akan membuat proses regenerasi di organisasi TNI mengalami stagnasi. Sebab, akan muncul penumpukan perwira menengah yang tidak mendapat jabatan akibat terbatasnya posisi di TNI, tidak sebanding dengan jumlah perwira aktif yang ada dan bertambah akibat masa jabatan yang diperpanjang.
Secara internal, hal ini bisa mengakibatkan organisasi menjadi tidak sehat karena perebutan jabatan bisa membuka ruang konflik. Pertarungan pun bisa membawa mereka masuk ke pertarungan lobi politik dan atasan sehingga membuat kompetisi tidak sehat.
Secara eksternal, stagnasi di organisasi membuat perwira TNI dikhawatirkan akan mengisi jabatan sipil. Meskipun pengisian jabatan TNI di ranah sipil sudah dibatasi, tidak tertutup kemungkinan akan merambah kementerian lain di luar sembilan kementerian dan lembaga yang sudah ditentukan.
”Seharusnya fokus mencari jalan keluar membenahi stagnasi dengan melakukan reorganisasi, regenerasi, dan promosi dalam tubuh TNI itu supaya tidak ada penumpukan, bukan justru menambah masa dinas,” kata Araf.