Pengambilan Keputusan Tanpa Kehadiran Fisik Anggota DPR Tetap Konstitusional
Hakim konstitusi menilai, pada pengesahan RUU Minerba, terdapat kebijakan nasional dalam upaya pencegahan penyebaran Covid-19. Rapat virtual sebagai pengganti kehadiran fisik jadi pilihan terbaik dalam pengesahan RUU.
Oleh
SUSANA RITA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mekanisme pengambilan keputusan untuk hal-hal penting dan strategis di Dewan Perwakilan Rakyat, seperti pengesahan sebuah rancangan undang-undang, dapat dilakukan melalui persidangan secara virtual. Mahkamah Konstitusi menoleransi hal tersebut jika ada alasan yang benar-benar kuat, di antaranya mencegah penyebaran Covid-19.
Hal ini terungkap di dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas uji materi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) yang dibacakan pada Rabu (27/10/2021).
”Menurut Mahkamah, kehadiran secara fisik dalam pengesahan RUU (rancangan undang-undang) adalah tetap mutlak sepanjang tidak ada alasan yang kuat untuk menyimpangi syarat tersebut,” kata Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih saat membacakan pertimbangan putusan nomor 60/PUU-XVIII/2020, Rabu (27/10/2013).
MK menolak uji formil Undang-Undang No 3/2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang diajukan oleh Alirman Sori dan Tamsil Linrung (keduanya adalah anggota Dewan Perwakilan Daerah), Erzaldi Rorman Djohan (Gubernur Kepulauan Bangka Belitung), Perkumpulan Syarikat Islam yang diwakili oleh Hamdan Zoelva, Marwan Batubara dan Budi Santoso (pemerhati persoalan pertambangan dan batubara), serta Ilham Rifki Nurfajar dan M Andrean Saefudin (mahasiswa).
Salah satu dalil yang diajukan yang membuat UU Minerba cacat formil, menurut pemohon, adalah pengesahan RUU Minerba dalam sidang paripurna tanggal 12 Mei 2020 tidak sah. Sebab, sidang paripurna tersebut tidak memenuhi kuorum mengingat banyak anggota DPR tidak hadir secara fisik.
Kondisi tersebut memang tidak sesuai dengan putusan MK Nomor 79/PUU-XVIII/2019 yang dibacakan pada 4 Mei 2021. Pada putusan tersebut, MK menyatakan, kehadiran fisik dalam proses pembentukan undang-undang termasuk dalam persetujuan bersama adalah sebuah keharusan.
Kehadiran merupakan bentuk konkret pelaksanaan konsep perwakilan rakyat sekaligus juga untuk memberi kesempatan bagi anggota legislatif yang sejak semula tidak ikut membahas pembentukan suatu undang-undang sebagai akibat mekanisme internal DPR yang membagi pembentukan undang-undang berdasarkan komisi atau gabungan komisi. Selain itu, kehadiran fisik anggota DPR juga penting untuk mengantisipasi terjadinya pengambilan putusan melalui voting.
Pada rapat paripurna pengesahan RUU Minerba, pada 12 Mei 2020, sangat sedikit anggota DPR yang hadir di Senayan. Pemohon mengajukan bukti berupa rekaman video persidangan paripurna yang menunjukkan hal tersebut.
Pada rapat paripurna pengesahan RUU Minerba, pada 12 Mei 2020, sangat sedikit anggota DPR yang hadir di Senayan. Pemohon mengajukan bukti berupa rekaman video persidangan paripurna yang menunjukkan hal tersebut. Hal ini memang sesuai dengan risalah persidangan DPR yang diperiksa MK yang menunjukkan hanya 83 anggota DPR yang hadir di ruang rapat paripurna secara fisik, sementara 355 anggota DPR lainnya hadir secara virtual.
Dalam keterangannya, DPR berargumen bahwa kehadiran secara virtual dilakukan karena pada saat itu merupakan masa penanggulangan pandemi Covid-19. DPR harus memenuhi protokol kesehatan yang ditetapkan pemerintah. Presiden ketika itu sudah menetapkan pandemi Covid-19 sebagai bencana nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non-alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Di tingkat global, seperti disinggung MK, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 11 Maret 2020 menyatakan Covid-19 menjadi pandemi di sebagian besar negara di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Penyebarannya meningkat dari waktu ke waktu dan telah menimbulkan korban jiwa, serta kerugian material yang kian besar pada aspek ekonomi, sosial, dan kesejahteraan masyarakat.
Secara faktual, MK juga mengetahui bahwa saat itu masyarakat tengah menghadapi ancaman pandemi Covid-19 yang penyebarannya relatif cepat dan dengan tingkat fatalitas yang tinggi sehingga tindakan pencegahan penyebaran penting dilakukan oleh semua pihak.
Terkait pelaksanaan rapat paripurna secara hybrid (kombinasi daring dan luring) dalam rapat paripurna pengesahan RUU Minerba, MK menyatakan bahwa hal itu merupakan wujud sikap kehati-hatian untuk mencegah penyebaran pandemi Covid-19.
Dalam konteks proses kerja di parlemen, pelaksanaan rapat secara virtual sudah diakomodasi di dalam Pasal 254 Ayat (4) Tata Tertib DPR. Disebutkan pelaksanaan rapat virtual dilakukan dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi khusus dalam keadaan tertentu, yakni keadaan bahaya, kegentingan yang memaksa, keadaan luar biasa, keadaan konflik, bencana alam, dan keadaan tertentu lainnya.
Terkait pelaksanaan rapat paripurna secara hibrida (kombinasi daring dan luring) dalam rapat paripurna pengesahan RUU Minerba, MK menyatakan bahwa hal itu merupakan wujud sikap kehati-hatian untuk mencegah penyebaran pandemi Covid-19. Sikap hati-hati itu di antaranya dilakukan dengan cara menjaga jarak atau melakukan pembatasan fisik (physical distancing) dan mengurangi pertemuan di dalam ruangan tertutup.
Lagi pula, menurut Enny, hal tersebut tidak hanya dilakukan untuk kegiatan Rapat Paripurna DPR, tetapi juga pada seluruh kegiatan resmi kenegaraan lainnya, termasuk dalam pelaksanaan kewenangan eksekutif dan yudikatif.
”Di tengah agenda pengesahan RUU Minerba, terdapat kebijakan nasional yang penting untuk dilakukan dalam upaya pencegahan penyebaran Covid-19. Oleh karena itu, pelaksanaan rapat secara virtual sebagai pengganti kehadiran secara fisik di dalam ruang rapat dapat dikatakan merupakan pilihan terbaik dalam menyelesaikan pembahasan dan pengesahan rancangan undang-undang, termasuk RUU Minerba,” ujar Enny.
Selain itu, MK juga memperhatikan bahwa tidak ada keberatan dari anggota DPR yang hadir secara virtual atas pengesahan RUU Minerba. ”Dengan demikian, pengesahan RUU Minerba pada rapat paripurna tanggal 12 Mei 2020 yang mendasarkan pada alasan yang dikemukakan di atas, maka kehadiran anggota secara virtual haruslah dipersamakan dengan kehadiran secara fisik sehingga tetap memenuhi kuorum,” kata Enny.