KY Matangkan Persiapan Seleksi Calon Hakim ”Ad Hoc” Tipikor
Juru Bicara Komisi Yudisial Miko Ginting mengatakan, bagian rekrutmen KY telah melakukan sejumlah persiapan untuk perekrutan calon hakim ”ad hoc” tipikor pada MA. ”Time line” proses seleksi sedang disusun.
Oleh
susana rita
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Yudisial tengah mempersiapkan segala sumber daya untuk melakukan rekrutmen calon hakim ad hoc tindak pidana korupsi pada Mahkamah Agung. Namun, pembukaan rekrutmen secara resmi baru akan dilakukan jika KY sudah menerima surat permintaan calon hakim dari Mahkamah Agung.
Juru Bicara KY Miko Ginting mengatakan, bagian rekrutmen KY telah melakukan sejumlah persiapan untuk perekrutan calon hakim ad hoc tipikor pada MA. Time line proses seleksi disusun. ”Tapi, kan, memang surat dari MA belum dikirim. Jadi, mekanisme seleksi formal belum dimulai,” ujar Miko saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (22/10/2021) malam.
Sebelumnya, MA kekurangan hakim ad hoc tipikor untuk tingkat kasasi dan peninjauan kembali. Sebab, empat hakim ad hoc tipikor yang ada di MA, yaitu Krisna Harahap, Mohammad Askin, Syamsul Rakan Chaniago, dan Latief, memasuki usia pensiun pada 22 Juli. Dengan demikian, tinggal tersisa tiga hakim ad hoc tipikor untuk menangani ratusan perkara korupsi di tingkat kasasi/PK yang masuk ke MA.
Selain persiapan yang mulai dilakukan, Ketua Bidang Rekrutmen Hakim KY Siti Nurdjanah, dalam kunjungannya ke Pengadilan Tinggi Yogyakarta, beberapa waktu lalu, mengungkapkan, pihaknya akan menggelar seleksi hakim pada November 2021. Siti Nurdjanah meminta masukan dari para hakim tinggi untuk menyempurnakan proses seleksi calon hakim agung dan hakim ad hoc yang selama ini berlangsung di KY.
Di sisi lain, kewenangan KY untuk melakukan seleksi calon hakim ad hoc kini sedang digugat oleh Burhanuddin, seorang dosen yang pernah mengikuti seleksi hakim ad hoc tipikor untuk MA pada 2016. Ia merasa hak konstitusionalnya dirugikan oleh ketentuan Pasal 13 Huruf a Undang-Undang KY yang memberikan kewenangan pada KY untuk mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc pada MA ke DPR untuk mendapatkan persetujuan.
Dalam pandangan Burhanuddin, aturan yang menyamakan hakim ad hoc dengan hakim agung merupakan pelanggaran konstitusional. Sebab, keduanya tidak sama baik dalam status, fungsi, maupun kewenangan yang melekat dalam jabatannya. Karena itu, model seleksi untuk kedua jabatan tersebut seharusnya juga berbeda. Burhanuddin berkeinginan agar seleksi calon hakim ad hoc tipikor dikembalikan ke MA seperti diatur dalam UU Pengadilan Tipikor, sebelum berlakunya ketentuan di dalam UU KY.
Pada 21 Oktober, Mahkamah Konstitusi menggelar persidangan kedelapan untuk perkara uji materi UU KY tersebut. Ini merupakan sidang terakhir sebelum sembilan hakim konstitusi menjatuhkan putusan.
Pada kesempatan itu, KY menghadirkan Benny K Harman, Ketua Komisi III DPR periode 2009-2014 yang terlibat dalam pembahasan UU KY. Menurut Benny, kewenangan KY melakukan seleksi hakim ad hoc tidak berasal dari perluasan frasa ”hakim agung” pada Pasal 24B Ayat (1) UUD 1945. Namun, kewenangan itu muncul dari frasa ”wewenang lain” di dalam pasal tersebut.
Seperti diketahui, bunyi Pasal 24B Ayat (1) UUD 1945 adalah Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga serta menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, dan perilaku hakim.
Menurut Benny, pembentuk undang-undang bisa menentukan ruang lingkup ”wewenang lain” tersebut selama norma yang dicapai adalah dalam rangka menjaga dan menegakkan keluhuran martabat hakim.
Benny menjelaskan, saat membahas RUU KY, tidak ada perdebatan mendalam mengenai hakim ad hoc. Seleksi hakim agung dan hakim ad hoc saat itu sudah diterima sebagai kewenangan KY. Sebab, sudah ada kesepakatan bahwa kedudukan fungsi hakim ad hoc dan hakim agung adalah sama, tidak ada hubungan hierarki antara hakim ad hoc dan hakim agung.
”Jadi tidak ada perbedaan. Karena persamaan fungsi tadi, tidak punya hubungan hierarki antara hakim ad hoc dan hakim agung. Semua sama. Maka, berdasarkan pandangan fungsi mereka ini, maka harus diatur di dalam satu norma dan diberikan kepada KY kewenangan untuk melakukan seleksi,” ujarnya.