Tim Seleksi Anggota KPU dan Bawaslu Tak Kunjung Ditetapkan
Masa jabatan anggota KPU dan Bawaslu periode ini berakhir pada 11 April 2022, maka tenggat pembentukan tim seleksi sesuai UU Pemilu tersisa sekitar sepekan lagi.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Satu pekan jelang tenggat, belum ada tanda-tanda Presiden Joko Widodo akan menetapkan tim seleksi anggota Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu. Kementerian Dalam Negeri, yang ditugaskan untuk mencari nama-nama calon anggota tim seleksi, memilih bungkam saat ditanyakan soal proses pembentukan tim. Pemerintah diingatkan agar anggota tim seleksi yang dipilih bukan titipan partai politik sehingga para penyelenggara pemilu yang terpilih nantinya berkualitas dan berintegritas.
Sesuai Pasal 22 Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, tim seleksi KPU dan Bawaslu ditetapkan paling lama enam bulan sebelum berakhirnya masa keanggotaan KPU dan Bawaslu. Masa jabatan anggota KPU dan Bawaslu periode ini berakhir pada 11 April 2022. Dengan demikian, pembentukan tim seleksi paling lambat pada 11 Oktober atau sekitar sepekan lagi.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Sebagai perbandingan, pada periode pertama Presiden Joko Widodo, tim seleksi anggota KPU dan Bawaslu telah ditetapkan Presiden pada 2 September 2017 atau sekitar tujuh bulan sebelum berakhirnya masa jabatan anggota KPU dan Bawaslu.
Staf Khusus Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Bidang Politik dan Media Kastorius Sinaga saat dihubungi Sabtu (2/10/2021), di Jakarta, meminta agar persoalan pembentukan tim seleksi anggota KPU dan Bawaslu ditanyakan kepada Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri Bahtiar. Namun, saat dimintai konfirmasi, Bahtiar tidak merespons.
Dalam webinar yang digelar Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) dengan tema ”Seleksi Penyelenggara Pemilu dalam Konteks Pemilu dan Demokrasi”, pertengahan Agustus lalu, Direktur Politik Dalam Negeri Ditjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri Syarmadani mengungkapkan, pihaknya telah mempersiapkan tahapan untuk memudahkan kerja tim melaksanakan tugasnya.
Selain itu, pihaknya sudah mulai menjaring nama-nama yang akan diusulkan menjadi bagian dari tim seleksi. Ini dilakukan untuk membantu presiden dalam menetapkan keanggotaan tim seleksi. ”Paling telat Oktober kami laporkan (nama-nama calon yang terjaring) ke Mendagri untuk kemudian dilaporkan ke Presiden,” ujarnya sembari menegaskan bahwa pihaknya membuka akses seluas-luasnya kepada publik untuk memberi masukan.
Bebas intervensi politik
Sementara itu, dalam diskusi virtual bertajuk ”Sukses Pemilu 2024 dan Mencari Sosok Penyelenggara Pemilu”, Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Alwan Ola Riantoby menuturkan, masalah rekrutmen anggota KPU dan Bawaslu sangat kompleks. Sebab, tim seleksi dibentuk oleh pemerintah sehingga publik juga sulit memastikan nama-nama yang muncul nanti bisa bebas dari kepentingan apa pun.
Seharusnya, pemerintah mampu membuat proses pemilihan anggota tim ini lebih terbuka agar publik juga dapat ikut mengawasi prosesnya. Selain itu, pemerintah harus mampu menjamin nama-nama anggota tim yang akan diusulkan ke presiden memiliki pengetahuan yang matang soal kepemiluan, independen, dan berintegritas.
”Tim pansel itu harus dibentuk dengan proses yang baik, maka juga akan menghasilkan penyelenggara yang baik,” ucap Alwan.
Lebih dari itu, pemerintah juga perlu belajar dari pengalaman bekas komisioner KPU Wahyu Setiawan yang terbukti menerima suap dalam kasus pergantian antarwaktu anggota DPR. Artinya, dalam penentuan nama anggota tim nanti, pemerintah juga harus lebih berhati-hati sehingga proses penyeleksian para anggota penyelenggara pemilu nanti juga harus lebih ketat.
”Jangan sampai nanti ada calon komisioner yang titipan partai politik atau malah tim panselnya yang begitu. Ini, kan, demi penyelenggaraan pemilu yang lebih baik ke depan. Kan, sudah ada standar-standarnya,” tutur Alwan.
Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia Hamdi Muluk sependapat dengan Alwan. Kualitas tim nanti akan memengaruhi pula komisioner KPU dan Bawaslu yang akan terpilih. Untuk itu, menurut dia, tim seleksi harus andal, imparsial, obyektif, berintegritas, dan cakap dalam pengetahuan soal kepemiluan. Secara khusus, tim seleksi tersebut harus bebas dari kepentingan apa pun, baik politik, suku, agama, maupun kelompok.
”Jadi, semua bermula dari tim pansel ini. Tim seleksi punya beban moral yang tinggi. Tugas pansel itu adalah mencari komisioner, mencari potensi-potensi komisioner yang juga andal, tangguh apalagi di tengah tantangan kompleksitas Pemilu 2024. Harus terpilih terbaik dari yang terbaik,” ujar Hamdi.
Anggota Tim Seleksi KPU dan Bawaslu periode 2017-2022 ini menyampaikan, komposisi ideal dari tim antara lain harus ada pakar kepemiluan, pakar ilmu politik, pakar hukum, pakar teknologi informasi, pakar manajemen, mantan komisoner penyelenggara pemilu yang tak maju lagi, tokoh masyarakat, serta pakar psikologi.
Jika tim berintegritas, Hamdi meyakini, akan semakin tertutup pula celah terpilihnya penyelenggara pemilu yang tidak berintegritas. ”Selagi tim pansel tegak lurus pada undang-undang, menjaga kewibawaan, profesionalitas, tidak partisan, berintegritas, tidak punya kepentingan, maka tidak akan ada masalah. Ada tekanan kiri-kanan, cuekin saja,” ucap Hamdi.
Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga, Hotman Siahaan, menambahkan, bukan hal yang mudah menjaga independensi dan integritas tim seleksi. Ia meyakini, tekanan-tekanan politik akan sangat besar saat proses pemilihan nanti.
”Bagaimana menjaga independensi ini, saya kira, pansel harus betul-betul kuat di tengah tarik-menarik kepentingan,” katanya.