Sebanyak 57 pegawai KPK itu memang sudah tak ada lagi di KPK. Namun, semangat pemberantasan korupsi tak pernah luntur. ”Sampai jumpa lagi! Titip KPK, ya,” seru mereka sambil melambaikan tangan ke awak media.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·5 menit baca
Ke-57 pegawai, plus satu pegawai yang juga dinyatakan tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK), tetapi telah memasuki usia pensiun, berpamitan kepada pegawai aktif di lobi Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi, Jalan Persada, Kuningan, Jakarta. Sejumlah pegawai aktif melepas mereka dalam suasana haru. Beberapa menitikkan air mata. Tidak tampak unsur pimpinan KPK di antara mereka.
Setelah berpamitan, 58 pegawai KPK yang tak lolos TWK itu berjalan bersama menuju Gedung ACLC.
Novel Baswedan dan Yudi Purnomo Harahap berjalan paling depan memimpin barisan 58 pegawai KPK yang berjalan dari Gedung Merah Putih ke Gedung C1 KPK, Jakarta, Kamis (30/9/2021) siang. Dengan kepala tegak dan tersenyum, mereka meninggalkan kantor KPK di hari terakhir menjadi punggawanya.
Meski sudah resmi diberhentikan sebagai pegawai KPK, raut kesedihan tidak tampak dari satu pun pegawai yang tak lolos TWK itu. Sepanjang perjalanan sejauh 600 meter, mereka menjawab setiap pertanyaan yang diajukan awak media yang mengerubungi rombongan dengan santai, bahkan tertawa bersama.
Air mata haru baru menitik ketika kelompok masyarakat sipil dan sejumlah mantan pimpinan KPK menghadang mereka di tengah jalan. Secara bergantian, publik yang selalu mendukung KPK itu menghampiri para pegawai, memberikan setangkai mawar merah, lalu memeluk erat mereka.
Kelompok masyarakat sipil yang hadir, antara lain, berasal dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Amnesty International Indonesia, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi). Hal itu juga disampaikan oleh mantan pimpinan KPK yang hadir, yakni Saut Situmorang, Busyro Muqoddas, Bambang Widjojanto, dan Abraham Samad.
Rina Emilda, istri penyidik senior KPK, Novel Baswedan, mengatakan sengaja hadir untuk menjemput suaminya dengan penuh kebanggaan. Selama menjadi anggota polisi, berpindah tugas menjadi penyidik KPK yang menangani berbagai kasus korupsi besar, hingga akhirnya diberhentikan karena tidak lolos TWK, kata Emilda, suaminya tak pernah melanggar kode etik.
Menurut Ketua KPK periode 2010-2011 Busyro Muqoddas, meski tidak lolos TWK, 57 pegawai ini telah teruji originalitas dan otentisitasnya sebagai pemberantas korupsi. Dengan rekam jejak dan integritas yang selama ini ditunjukkan, mereka merupakan modal sosial, moral, dan kultural bagi Indonesia yang tengah berada dalam dekadensi moral. Kepergian mereka dari KPK pun dinilai akan mengurangi kekuatan lembaga antirasuah secara signifikan.
Abraham Samad, Ketua KPK periode 2011-2015, mengatakan, para pegawai yang tidak lolos TWK telah berkontribusi besar pada pemberantasan korupsi di Indonesia. Menurut dia, pemberhentian itu pun bukan akhir dari kiprah mereka.
Sambutan meriah dan kebanggaan dari kelompok masyarakat sipil kontras dengan suasana kantor KPK. Di Gedung Merah Putih, hanya ada beberapa pegawai aktif yang mengantar 57 pegawai KPK sampai ke teras gedung seusai berpamitan. Tidak tampak satu pun unsur pimpinan KPK di sana.
Pada Rabu petang, saat ditanya soal 57 pegawai KPK yang diberhentikan, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam keterangan pers menuturkan, per Rabu, 57 pegawai KPK itu telah diberhentikan dengan hormat. Proses yang dilalui, menurut dia, panjang dan sudah diuji di Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung.
”Prinsipnya, hari ini (Rabu), KPK dengan 57 pegawai sudah tidak memiliki hubungan kepegawaian lagi. Mereka menjadi orang bebas,” katanya.
Bahkan, para pegawai pun mulanya kesulitan untuk memasuki Gedung Merah Putih. Selain karena diblokade puluhan aparat dan beberapa kendaraan taktis, akses di kartu identitas pegawai mereka juga tak lagi bisa digunakan. Mereka hanya diberikan akses sementara, hingga Kamis sore.
Konsolidasi menguat
Novariza, salah satu dari 58 pegawai yang tidak lolos TWK, mengaku, kesedihan sudah tidak ada lagi meski harus meninggalkan KPK yang sudah menjadi bagian dari hidupnya selama 14 tahun terakhir. Sejak hasil TWK diumumkan, pegawai yang dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) semakin solid. Hampir setiap hari mereka berdiskusi, tak hanya antarsesama pegawai, tetapi juga dengan masyarakat sipil untuk memperjuangkan hak dan memelihara semangat antikorupsi.
”Kami biasa berkumpul di sini, di Gedung KPK C1, karena tempat ini lebih terbuka, lebih terasa seperti ruang publik,” ungkap mantan Kepala Satuan Tugas Kerjasama antar Penegak Hukum KPK ini.
Bagi pegawai KPK, Gedung KPK C1 memang memiliki makna tersendiri. Di gedung itu dinilai tersimpan semangat reformasi untuk mewujudkan Indonesia yang bersih, bebas dari korupsi.
M Praswad Nugraha, mantan penyidik yang sudah 14 tahun bekerja di KPK, membenarkan, konsolidasi antarpegawai yang tidak lolos TWK memang kian intens. ”Yang tadinya cuek-cuekan jadi akrab, yang diam-diam sebelumnya jadi dekat,” katanya sambil terkekeh.
Dalam konsolidasi itu, salah satu yang menjadi bahasan adalah langkah pemberantasan korupsi yang bisa dilakukan dari luar KPK. Menurut rencana, pihaknya akan membentuk lembaga IM57+ Institut. IM diambil dari judul program perekrutan pegawai KPK, yakni Indonesia Memanggil, sedangkan 57+ adalah jumlah pegawai KPK yang tidak lolos TWK.
Ia melanjutkan, IM57+ Institut merupakan wadah kolaborasi mantan pegawai KPK dengan masyarakat untuk melanjutkan kerja-kerja pemberantasan korupsi. Pihaknya akan membagikan pengetahuan dan keahlian, mulai dari soal hukum, investigasi, manajemen organisasi, hingga pelatihan yang didapatkan selama belasan tahun bekerja di KPK untuk kepentingan masyarakat.
”Kami berutang kepada rakyat Indonesia untuk mengembalikan seluruh ilmu, pengetahuan, dan skill yang kami dapatkan selama 15-20 tahun di KPK. Itu semua harus dikembalikan tunai ke rakyat Indonesia,” tegas Praswad.
Hotman Tambunan, bagian dari pegawai yang tidak lolos TWK, menambahkan, pemberhentian dari KPK bukan halangan untuk terus menjaga nilai-nilai antikorupsi. Semangat untuk terus menyebarkan prinsip transparansi, kejujuran, dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan negara telah menghilangkan kesedihan dan membuatnya mampu berdiri tegak dan kokoh menatap masa depan.
Kini, 58 pegawai memang sudah tak ada lagi di KPK. Namun, semangat pemberantasan korupsi tak pernah luntur. ”Sampai jumpa lagi! Titip KPK, ya,” seru mereka sambil melambaikan tangan ke awak media.