Tokoh senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Sabam Sirait meninggal dunia, Rabu (29/9/2021) malam. Anggota Dewan Perwakilan Daerah itu mengabdikan diri pada dunia politik sepanjang pemerintahan tujuh Presiden RI.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Politisi senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Sabam Sirait tutup usia, Rabu (29/9/2021) malam, sekitar pukul 22.37. Berpulangnya anggota Dewan Perwakilan Daerah ini meninggalkan kehilangan mendalam bagi para kolega, sahabat, serta dunia politik Tanah Air.
Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) Gomar Gultom, dalam keterangannya, Kamis (30/9/2021), di Jakarta, mengatakan, dirinya mengenal Sabam sebagai orang yang mampu hadir sebagai ”Imam” di tengah karut-marut perpolitikan bangsa.
”Seorang politisi senior yang konsisten dengan komitmen politiknya untuk menegakkan demokrasi dan memperjuangkan aspirasi rakyat. Untuk kedua hal ini, beliau tak kenal lelah dan juga tak kenal takut. Masyarakat politik Indonesia sempat menjulukinya ’Mr Interupsi’,” katanya.
Betapa tidak, menurut Gultom, di masa pemerintahan Orde Baru yang hegemonik, Sabam pernah menginterupsi persidangan MPR, sesuatu yang sangat mengejutkan ketika itu. ”Kita sama mengetahui bahwa ketika itu berlaku pemeo mufakat dulu baru musyawarah untuk MPR sehingga agenda persidangan selalu bak prosesi yang sudah diatur alur percakapannya, bak Soeharto dan kelompencapir,” ucapnya.
Seorang politisi senior yang konsisten dengan komitmen politiknya untuk menegakkan demokrasi dan memperjuangkan aspirasi rakyat. Untuk kedua hal ini, beliau tak kenal lelah dan juga tak kenal takut. Masyarakat politik Indonesia sempat menjulukinya ’Mr Interupsi’.
Karier politik Sabam pun merentang sejak masa Orde Lama, Orde Baru, hingga Reformasi. Gultom mengenang Sabam sebagai pelintas batas. Sebab, dia dinilai mampu menembusi sekat-sekat perbedaan.
Sebagai pelintas batas, dia tidak hanya berjuang bagi tegaknya demokrasi dan kemanusiaan di Indonesia, tetapi juga di mancanegara. ”Dia sangat kuat mendukung kemerdekaan negara Palestina dan dengan kukuh menolak untuk berkunjung ke Israel. Dalam berbagai kesempatan, dia dengan lantang membela perjuangan rakyat Irak untuk menegakkan kedaulatan mereka, seraya mengecam keras serangan Amerika atas Irak,” kata Gultom.
Menurut Gultom, sebagai seorang politisi di tengah masyarakat majemuk Indonesia, Sabam menolak untuk menyembunyikan kesaksian imannya sebagai seorang Kristiani. Namun, pada saat yang sama dia juga menolak untuk membatasi karya perjuangan iman hanya lewat lembaga gerejani. Baginya, karya dan kehadiran iman Kristen, terlalu luas, sehingga tak harus dibatasi oleh tembok-tembok gereja.
”Kita harus mampu mengedepankan kehadiran kita sebagai ’garam dan terang’ dunia, perlu banyak berbuat tetapi tidak perlu pamer. Janganlah tangan kirimu tahu apa yang dilakukan oleh tangan kananmu,” demikian Gultom mengenang perkataan Sabam yang kerap kali dikatakannya.
Sabam yang lahir di Pulau Simardan, Tanjungbalai, Sumatera Utara, 13 Oktober 1936, adalah penerima Bintang Mahaputra Utama. Ia adalah anggota DPR Gotong Royong (DPR-GR) periode 1967-1973, anggota DPR RI perioode 1973-1982, anggota Dewan Pertimbangan Agung Republik Indonesia (DPA-RI) periode 1983-1993, anggota DPR RI periode 1992-2009, anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) periode 2019-sekarang.
Di dalam kehidupan kepartaian, Sabam adalah pejabat Sekretaris Jenderal Partai Kristen Indonesia (Parkindo) 1963-1967, Sekjen Parkindo 1967-1973, dan merupakan penandatangan deklarasi pembentukan Partai Demokrasi Indonesia (PDI), 10 Januari 1973. Ia bahkan menjadi Sekjen PDI tiga periode, yakni 1973-1976, 1976-1981, dan 1981-1986. Sabam juga turut mendirikan Partai Demokrasi Indonesia (PDI-P), September 1998. Ia menjadi anggota Dewan Pertimbangan Pusat (Deperpu) PDI-P 1988-2008.
Staf ahli Sabam Sirait, Kiki Sidabutar, mengatakan, Sabam dirawat intensif di RS Siloam selama 50 hari terakhit. ”Opung (Sabam) dirawat di ruang ICU selama 50 hari terakhir,” ujar Kiki.
Sementara itu, PDI-P mengucapkan dukacita yang sangat mendalam atas wafatnya Bapak Sabam Sirait. ”Pagi ini saya melaporkan kepada Ibu Megawati Soekarnoputri. Seluruh keluarga besar PDI Perjuangan mengucapkan bela sungkawa yang mendalam, dan dengan mengingat jasa-jasa Pak Sabam Sirait yang dikenal sebagai deklarator partai ketika fusi partai dilakukan pada tahun 1973 menjadi PDI, maka partai memberi penghormatan kepada Almarhum Bapak Sabam Sirait melalui protokol partai,” kata Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto.
Hasto mengatakan, Sabam Sirait merupakan politisi senior dengan pengalaman yang begitu panjang di dalam mengabdi pada bangsa dan negara. ”Almarhum dalam sejarah pengabdian di PDI tercatat menjadi Sekjen PDI dari tahun 1973 hingga 1986. Pak Sabam Sirait memiliki pengalaman yang sangat panjang sebagai anggota DPR dan juga sebagai Dewan Pertimbangan Pusat PDI-P pada tahun 1998-2008. Atas jasa-jasanya yang begitu besar, seluruh anggota dan kader PDI-P memberikan penghormatan terbaik dan mendoakan semoga dilancarkannya jalannya dan mendapat tempat terbaik.
”Selamat jalan Pak Sabam Sirait, buku yang mengungkapkan pengalaman Pak Sabam dengan menegaskan bahwa pada dasarnya politik itu suci akan terus menjadi pegangan guna memperkuat gerak PDI Perjuangan di dalam membangun peradaban bagi Indonesia Raya,” imbuh Hasto.