Blusukan ke Tujuh Provinsi, Wapres Pastikan Penanggulangan Kemiskinan Ekstrem Berjalan
Pemerintah mempercepat penanggulangan kemiskinan ekstrem dengan memberikan tambahan bantuan tunai kepada rumah tangga miskin di 35 kabupaten/kota yang tersebar di tujuh provinsi.
Oleh
Mawar Kusuma Wulan
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Untuk memastikan berlangsungnya upaya percepatan penanggulangan kemiskinan ekstrem di tahun 2021, Wakil Presiden Ma’ruf Amin secara intensif akan mengunjungi tujuh provinsi yang menjadi prioritas pada tahun 2021. Pada periode Oktober hingga Desember tahun ini, pemerintah juga menargetkan pemberian tambahan bantuan tunai kepada rumah tangga miskin ekstrem di 35 kabupaten/kota prioritas di tujuh provinsi tersebut.
Wapres akan memulai blusukan untuk mengoordinasikan penanggulangan kemiskinan esktrem pada Rabu (29/9/2021) ini. Jawa Barat menjadi provinsi pertama kunjungan kerja Wapres dalam rangka percepatan penanggulangan kemiskinan ekstrem.
Selanjutnya pada Kamis (30/9/2021), Wapres dijadwalkan melakukan kunjungan kerja ke Kota Surabaya, Jawa Timur. Disusul kemudian dengan blusukan ke lima provinsi lain yang menjadi prioritas program Pengentasan Kemiskinan Ekstrem.
Sebelum melakukan kunjungan lapangan, pada Selasa (28/9/2021), Wapres Amin menggelar rapat secara virtual. Rapat dihadiri tujuh gubernur dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua, dan Papua Barat. Hadir pula dalam rapat 35 bupati dari ketujuh provinsi tersebut.
Kepada para gubernur dan bupati, Wapres Amin kembali menegaskan bahwa persoalan utama penanggulangan kemiskinan ekstrem bukan terletak pada anggaran.
Seusai paparan para pimpinan daerah, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan peta jalan percepatan penanggulangan kemiskinan ekstrem. Dalam peta jalan tersebut, periode Oktober hingga Desember tahun ini, pemerintah menargetkan pemberian tambahan bantuan tunai kepada rumah tangga miskin ekstrem di 35 wilayah prioritas.
”Program yang lain memakan waktu sehingga target tiga bulan di tahun ini, pemerintah akan menambah cash transfer dalam bentuk top up untuk 35 kabupaten/kota di prioritas tujuh provinsi,” ujar Airlangga.
Pada tahap selanjutnya, pemerintah berencana melakukan konvergensi program pemberdayaan dan bantuan sosial (bansos) ke 212 wilayah prioritas serta perbaikan basis data nasional yang menjadi dasar penentuan penerima bantuan.
Isu utama percepatan penanggulangan kemiskinan ekstrem adalah bagaimana memastikan program perlindungan sosial dan pemberdayaan dapat secara efektif mengurangi kemiskinan, termasuk kemiskinan ekstrem.
Berdasarkan hasil identifikasi Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), anggaran untuk program dan kegiatan penanggulangan kemiskinan, termasuk penanggulangan kemiskinan ekstrem, yang tersebar di sejumlah kementerian/lembaga dan pemerintah daerah pada tahun 2021 sudah relatif besar. Dari data Kementerian Keuangan, anggaran terkait kemiskinan di tahun 2021 mencapai Rp 526 triliun.
Anggaran tersebut terbagi dalam dua kelompok program, yaitu program/kegiatan dalam rangka mengurangi beban pengeluaran kelompok miskin ekstrem melalui bantuan sosial dan subsidi. Program lainnya adalah program pemberdayaan untuk meningkatkan produktivitas dalam rangka meningkatkan kapasitas ekonominya.
”Isu utama percepatan penanggulangan kemiskinan ekstrem adalah bagaimana memastikan program perlindungan sosial dan pemberdayaan dapat secara efektif mengurangi kemiskinan, termasuk kemiskinan ekstrem,” ujar Wapres.
Tepat sasaran
Menurut Wapres Amin, faktor utama agar program perlindungan sosial dan pemberdayaan tersebut efektif adalah memastikan bahwa program tersebut tepat sasaran dalam menjangkau lokasi kantong-kantong wilayah miskin ekstrem dan menyasar rumah tangga miskin ekstrem. Para Gubernur dan Bupati diminta memastikan bahwa seluruh rumah tangga miskin ekstrem di wilayah prioritas menerima semua program dari berbagai kementerian/lembaga. Dukungan dari pemerintah daerah juga harus dimaksimalkan serta pelibatan pihak non pemerintah.
Wapres Amin juga meminta agar Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) di tingkat provinsi dan kabupaten/kota dapat lebih aktif mengoordinasikan upaya mengatasi kemiskinan ekstrem di daerahnya masing-masing sehingga sasaran untuk menihilkan kemiskinan ekstrem dapat tercapai.
Wapres Amin kembali menegaskan arahan Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas pada 21 Juli 2021 untuk menurunkan tingkat kemiskinan ekstrem menjadi nol persen pada akhir 2024. Arahan tersebut diperkuat dalam pidato pengantar RAPBN 2022 dan Nota Keuangan pada 16 Agustus 2021 ketika Presiden Jokowi menekankan bahwa tujuan penurunan kemiskinan utamanya adalah menurunkan kemiskinan ekstrem.
Wapres Amin juga menekankan pentingnya pemahaman definisi kemiskinan ekstrem. Mengacu definisi Bank Dunia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa, kemiskinan ekstrem adalah sebesar 1,9 dollar Amerika Serikat PPP (purchasing power parity) per orang per hari. Pada 2021, tingkat kemiskinan ekstrem di Indonesia adalah 4 persen atau 10,86 juta jiwa. Tingkat kemiskinan nasional berdasarkan data Susenas yang dirilis BPS pada Maret 2021 adalah 10,14 persen atau 27,54 juta jiwa.
Sebagai tindak lanjut atas arahan Presiden Jokowi, upaya mengatasi kemiskinan ekstrem tahun 2021 difokuskan pada tujuh provinsi dan diprioritaskan pada 35 Kabupaten yang telah mewakili 20 persen jumlah penduduk miskin secara nasional. Penanggulangan kemiskinan ekstrem pada tahun 2021 ini akan mensasar 2,1 juta jiwa atau 899.000 rumah tangga.
Selain Menko Bidang Perekonomian, hadir mendampingi Wapres secara daring, antara lain, Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Koperasi dan UMKM Teten Masduki, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar, Menteri Sosial Tri Rismaharini, serta Kepala Badan Pusat Statistik Margo Yuwono.
Pendekatan desa
Ketika memberikan sambutan pada acara Peringatan Hari Hak untuk Tahu Sedunia 2021 pada Selasa (28/9/2021), Menteri Abdul Halim Iskandar sempat menyatakan rasa optimistis bahwa target kemiskinan ekstrem hingga nol persen pada 2024 bisa tercapai. ”Dengan kolaborasi, dengan transparansi saya menyakini desa-desa akan dengan mudah mencapai target mengatasi kemiskinan ekstrem desa hingga 0 persen sampai 2024,” ujar Abdul.
Menurut Abdul, mengatasi kemiskinan ekstrem tersebut bisa terwujud asalkan pemerintah pusat melakukan pendekatan dari desa. Dukungan pemerintah daerah juga sangat diharapkan untuk mengatasi kemiskinan ekstrem ini. ”Asal dibangun dan dilakukan melalui desa, bukan melalui Jakarta. Tapi kalau pendekatannya dari Jakarta, saya tidak yakin itu akan tercapai,” tambah Abdul.
Dalam kesempatan tersebut, Abdul juga memaparkan tentang Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) desa yang terus digaungkan oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi dalam upaya terpadu mewujudkan desa tanpa kemiskinan dan kelaparan di 74.961 desa di Indonesia. Sejak tahun 2021, SDGs desa dengan 18 tujuan dan 222 indikator pemenuhan kebutuhan warga, pembangunan wilayah desa, serta kelembagaan desa telah digunakan sebagai upaya terpadu untuk pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan. Hal ini seperti diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
Menurut Abdul, SDGs desa bukanlah konsep yang muluk-muluk, melainkan sangat mudah diaplikasikan. ”Bisa menyederhanakan desa dalam mengumpulkan data kemudian menggunakan hasilnya untuk memahami profil desa serta memanfaatkannya untuk menyusun perencanaan pembangunan desa, memilih prioritas kegiatan, dan memantau keberhasilan kegiatan serta mengukur capaian tujuan membangun desa,” tambahnya.
SDGs desa akan berjalan di atas prinsip no one left behind atau tidak ada satu warga pun yang terlewatkan dari manfaat pembangunan. ”Saya yakin betul, orang meragukan apa mungkin tahun 2024? Hari ini 2021, kondisi pandemi, apa mungkin terwujud? Apa yang menjadi target Pak Presiden bahwa di 2024 Indonesia nol persen kemiskinan ekstrem, saya jawab dengan tegas sangat mungkin,” ujar Abdul.