Jaksa Akan Telusuri Aset untuk Pidana Uang Pengganti Kasus Jiwasraya
Perampasan aset terpidana korupsi Jiwasraya, Benny Tjokrosaputra dan Heru Hidayat, akan dimulai dari uang tunai, aset yang mudah dieksekusi. Untuk aset bangunan akan melibatkan Pusat Pengelolaan Aset Kejaksaan Agung.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kejaksaan akan menelusuri aset-aset terpidana kasus tindak pidana korupsi Asuransi Jiwasraya, khususnya terhadap Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro. Aset sitaan dari kasus tersebut yang nilainya mencapai Rp 18 triliun diputuskan dirampas untuk negara dan mereka tetap dikenai pidana membayar uang pengganti Rp 16,8 triliun.
Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Bima Suprayoga, Selasa (28/9/2021), mengatakan, dalam putusan Mahkamah Agung dipertimbangkan bahwa aset sitaan tersebut merupakan hasil kejahatan. Dengan demikian, pidana uang pengganti dibayar di luar aset yang telah disita.
Pada perkara tersebut, penyidik telah menyita sejumlah aset yang diklaim nilainya mencapai Rp 18 triliun. Kemudian, kepada Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat, majelis hakim menjatuhkan pidana tambahan berupa membayar uang pengganti senilai Rp 16,79 triliun secara tanggung renteng. Benny harus membayar uang pengganti Rp 6.078.500.000.000, sedangkan Heru senilai Rp 10.728.783.375.000.
”Kami berkomitmen untuk melaksanakan putusan MA tersebut, khususnya terkait pelaksanaan pidana uang pengganti, kami akan menelusuri aset-aset yang menjadi milik terpidana,” kata Bima.
Terkait pidana uang pengganti, lanjut Bima, mungkin hal itu akan menjadi tantangan tersendiri bagi jaksa eksekutor. Sebab, banyak aset kedua terdakwa yang telah disita untuk kasus Asuransi Jiwasraya serta ada pula yang disita untuk kasus dugaan tindak pidana korupsi PT Asabri (Persero) yang kini sudah masuk tahap persidangan.
Di sisi lain, kedua terpidana tersebut juga dipidana penjara seumur hidup sehingga terdapat kemungkinan uang pengganti tidak dibayar karena keduanya tetap akan dipenjara seumur hidup. Namun, Bima memastikan, pihaknya akan berupaya menelusuri aset-aset milik terpidana yang masih ada dan dapat digunakan untuk membayar uang pengganti.
Terkait dengan aset sitaan yang diputus agar dirampas untuk negara, menurut Bima, hal itu akan dilakukan bertahap. (Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta)
Terkait dengan aset sitaan yang diputus agar dirampas untuk negara, menurut Bima, hal itu akan dilakukan bertahap. Perampasan aset akan dilakukan mulai dari aset yang mudah untuk dieksekusi, seperti uang tunai. Sementara untuk aset seperti tanah, bangunan, hingga surat berharga akan melibatkan Pusat Pengelolaan Aset Kejaksaan Agung.
Adapun mengenai keberatan pihak ketiga yang mempunyai itikad baik terkait asetnya yang turut disita, lanjut Bima, mereka dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan sebagaimana diatur Pasal 19 Undang-Undang 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selain pidana uang pengganti, empat terpidana lain dalam kasus korupsi Asuransi Jiwasraya juga dipidana denda Rp 1 miliar. Pidana denda tersebut dijatuhkan kepada Hendrisman Rahim, Joko Hartono Tirto, Syahmirwan, dan Hary Prasetyo. Menurut Bima, hingga saat ini belum ada terpidana yang membayar pidana denda tersebut.
Secara terpisah, kuasa hukum Benny Tjokrosaputro, Muchtar Arifin, mengatakan, pihaknya belum dapat menyampaikan sikap terkait putusan MA tersebut. Sebab, hingga saat ini pihaknya belum menerima salinan putusan MA.
”Kami akan menyampaikan sikap setelah kami membaca putusan tersebut yang hingga saat ini belum kami peroleh dari pengadilan,” kata Muchtar.
Terkait dengan putusan mengenai perampasan aset yang telah disita, lanjut Muchtar, hingga saat ini hal tersebut masih dalam proses hukum di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat. Sebab, terhadap aset tersebut, Benny Tjokrosaputro tengah mengajukan keberatan.
Pengajar hukum pidana Universitas Katolik Parahyangan Bandung, Agustinus Pohan, berpandangan, ketika aset sitaan dirampas bagi negara sementara terpidana tetap dijatuhi hukuman membayar uang pengganti, berarti pengadilan melihat bahwa keseluruhan hasil kejahatan adalah keseluruhan nilai aset yang disita ditambah pidana uang pengganti. Itu berarti hasil keseluruhan kejahatan dalam kasus itu berjumlah sekitar Rp 34 triliun.
Menurut Agustinus, meski Banny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat telah dipidana penjara seumur hidup, bukan berarti pidana penjara sebagai pengganti uang pengganti. Sebab, bisa jadi dalam perjalanan terpidana mendapatkan remisi.
Ketika aset sitaan dirampas bagi negara, sementara terpidana tetap dijatuhi hukuman membayar uang pengganti, berarti pengadilan melihat bahwa keseluruhan hasil kejahatan adalah keseluruhan nilai aset yang disita ditambah pidana uang pengganti. (Agustinus Pohan)
”Bisa jadi pidana seumur hidup dalam perjalanan waktu mendapatkan remisi. Sebab, kalau mendapat remisi, hukumannya bisa berkurang menjadi 20 tahun sehingga penambahan pidana penjara sebagai pengganti uang pengganti menjadi punya makna,” tutur Agustinus.