Wapres: Laju Kemiskinan Terus Dikendalikan
Pandemi Covid-19 menyebabkan peningkatan jumlah kemiskinan, selain berdampak pada kesehatan dan ekonomi. Pemerintah terus bekerja untuk mengatasi dampak pandemi.
JAKARTA, KOMPAS — Langkah pemerintah menangani pandemi Covid-19 berikut dampaknya terhadap kesehatan, ekonomi, dan sosial kemasyarakatan diakui belum yang terbaik, tetapi juga bukan yang terburuk dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Artinya, langkah dan upaya pemerintah menangani pandemi hingga kini dapat dikatakan berjalan cukup baik.
Hal itu sejalan dengan pengakuan sejumlah negara dan lembaga dunia. Meski demikian, Indonesia tetap waspada dan tidak boleh terjebak euforia.
Saat berkunjung ke Redaksi Kompas, di Jakarta, Kamis (23/9/2021), Wakil Presiden Ma’ruf Amin menyatakan, berbagai langkah terus diupayakan pemerintah guna menahan dampak pandemi. ”Kita belum menang, tetapi tentu kita dapat menahan agar dampaknya tak lebih dalam lagi terhadap kesehatan, ekonomi, dan sosial,” kata Wapres.
Wapres berkunjung ke Redaksi Kompas didampingi Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dan Ketua Dewan Pers M Nuh. Ada pula Sekjen Kementerian Komunikasi dan Informatika Mira Tayyiba serta Deputi Bidang Sistem dan Strategi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Raditya Jati. Turut hadir, CEO Kompas Gramedia (KG) Lilik Oetama, Wakil Pemimpin Umum Kompas Budiman Tanuredjo, serta Pemimpin Redaksi Harian Kompas Sutta Dharmasaputra.
Baca Juga: Menyongsong ”Annus Mirabilis”
Sebelum berkunjung ke Redaksi Kompas, Wapres meninjau Sentra Vaksinasi Kompas Gramedia yang digelar lewat kerja sama dengan Dewan Pers, di Bentara Budaya Jakarta.
Kita belum menang, tetapi tentu kita dapat menahan agar dampaknya tak lebih dalam lagi terhadap kesehatan, ekonomi, dan sosial.
Miskin baru
Wapres menyatakan, berbagai langkah penanganan pandemi dilakukan pemerintah, seperti melakukan percepatan vaksinasi, kampanye pentingnya memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak (3M), serta mengoptimalkan 3T, yakni testing, tracing, treatment. Langkah lain pemerintah adalah menjalankan refocusing anggaran dan relaksasi berbagai kredit usaha, serta kemudahan lainnya, mulai kredit usaha rakyat tanpa jaminan hingga akses usaha mikro.
Terhadap masyarakat kecil yang rentan dan menjadi miskin atau miskin baru (misbar) akibat dirumahkan atau usahanya tutup akibat Covid-19, menurut Wapres, pemerintah memberdayakan mereka dengan Bantuan Presiden Produktif Usaha Mikro (BPUM), Bantuan Subsidi Upah (BSU) dan program Kartu Pra Kerja.
”Jika kemarin tidak cepat ditangani, dampaknya bisa lebih parah lagi. Kita sebut misbar karena tambah 1 persen. Mereka ini rentan dan akibat pandemi jadi miskin baru,” tutur Wapres, yang juga Ketua Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).
Kemiskinan yang dikategorikan kronis dan ekstrem, lanjut Wapres, bukan jadi beban, tetapi cita-cita dan semangat untuk terus dikendalikan. ”Caranya, lewat bansos dan pemberdayaan, seperti akses permodalan, pelatihan, dan peningkatan ketrampilan,” ujarnya.
Menjawab pertanyaan seusai meninjau vaksinasi, Wapres mengatakan, kemiskinan ekstrem harus diturunkan sampai nol pada 2024. ”Hal ini memang dibebankan Presiden bahwa yang harus ditanggulangi sampai 2024 itu adalah yang ekstrem,” ujar Wapres.
Sejauh ini, dari angka kemiskinan nasional yang mencapai 27,54 juta, lebih dari 10 juta di antaranya tergolong kemiskinan ekstrem. ”Untuk itu, TNP2K merencanakan sesuai target. Untuk 2021, target itu sekitar 20 persen, atau 2 juta lebih. Ini memang paling berat karena waktunya tinggal sebentar,” tutur Wapres.
Jika kemarin tidak cepat ditangani, dampaknya bisa lebih parah lagi. Kita sebut misbar karena tambah 1 persen. Mereka ini rentan dan akibat pandemi jadi miskin baru.
Tahun 2021, TNP2K ditargetkan menyelesaikan kemiskinan ekstrem di 35 kabupaten/kota di tujuh provinsi. Dari tujuh provinsi, dipilih masing-masing lima kabupaten/kota. Tujuh provinsi itu Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua, dan Papua Barat.
Sisanya akan diselesaikan pada 2022 hingga 2024. TNP2K menyiapkan strategi, tetapi realisasinya tergantung pada kondisi riil. Target 2022 penyelesaian sekitar 30 persen. Pada 2023 sebesar 35 persen, sisanya pada 2024.
Baca Juga: Tantangan Mengentaskan Penduduk Miskin di Tengah Krisis
Staf Khusus Wapres serta Sekretaris Eksekutif TNP2K periode 2010-2020 Bambang Widianto menambahkan, penurunan kemiskinan ekstrem jadi nol persen sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals/SDGs) yang memuat komitmen global untuk menghapuskan kemiskinan ekstrem pada 2030. Namun, Presiden Joko Widodo menugaskan agar dapat dituntaskan enam tahun lebih cepat, yaitu akhir 2024.
Sesuai Perpres tentang TNP2K, Wapres akan fokus kepada penyempurnaan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan melalui sinkronisasi, harmonisasi, dan integrasi. Diupayakan pula ketepatan sasaran program penanggulangan kemiskinan di Kementerian/Lembaga dan pemerintah daerah, termasuk pengawasan serta pengendaliannya.
Kematian lansia
Terkait tingginya angka kematian akibat Covid-19 pada warga lanjut usia, pemerintah memprioritaskan percepatan vaksinasi bagi para lansia. Saat ini baru 25 persen warga lansia yang telah divaksinasi dari total sekitar 20 juta lansia. Adapun angka kematian warga lansia akibat Covid-19 mencapai lebih dari 12 persen.
”Kesulitannya ada beberapa. Yang pertama, para lansia merasa khawatir apakah aman atau tidak, selain masalah antre untuk divaksin. Jadi, ini yang mudah-mudahan saya minta tolong, mohon diyakinkan para lansia: orangtua, kakek nenek kita, biar aman divaksinasi,” ujar Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.
Saya minta tolong, mohon diyakinkan para lansia: orangtua, kakek nenek kita, biar aman divaksinasi.
Menurut Budi, rata-rata angka kematian di rumah sakit akibat Covid-19 ialah 1,6 persen-1,7 persen. ”Lansia yang masuk ke RS, wafat, di atas 12 persen. Ini adalah rekan-rekan kita yang harus dilindungi. Arahan Pak Wapres benar, orang diajak, didorong, diyakinkan agar mereka mau vaksinasi,” kata Budi.
Menanggapi kemungkinan gelombang ketiga pandemi, Budi menegaskan, tidak ada pandemi yang selesai dalam waktu singkat. ”Setahu saya lima tahun, tetapi ada yang puluhan, sampai ratusan tahun. Jadi, kita mesti belajar hidup dengan mereka,” ujar Budi.