Hentikan Supervisi Kasus Joko Tjandra, KPK Dianggap Telantarkan Perkara
Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia meminta kepada hakim praperadilan agar penghentian supervisi kasus Joko Tjandra oleh KPK dinyatakan tidak sah. Hakim pun diminta memerintahkan KPK melanjutkan dengan penyidikan.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia atau MAKI menilai, penghentian supervisi perkara pengurusan fatwa bebas Mahkamah Agung untuk Joko Tjandra menimbulkan ketidakpastian hukum. Oleh karena itu, MAKI memohon kepada hakim praperadilan agar penghentian supervisi dinyatakan tidak sah dan memerintahkan KPK melanjutkan dengan penyidikan.
Hal itu disampaikan dalam sidang pembacaan permohonan praperadilan yang diajukan MAKI di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (21/9/2021). Sidang dipimpin hakim tunggal Morgan Simanjuntak dengan KPK sebagai termohon, KPK.
Dalam surat permohonannya, MAKI menyebutkan bahwa pada 11 September 2020 telah menyampaikan materi mengenai perkara tindak pidana korupsi terkait Joko Tjandra dan Pinangki Sirna Malasari kepada KPK sebagai bahan supervisi KPK. Pada 18 September 2020, MAKI diundang KPK untuk memperdalam informasi berupa transkrip percakapan antara Pinangki dan Anita Kolopaking, kuasa hukum Joko Tjandra.
Kemudian, KPK memutuskan melakukan supervisi dan koordinasi penanganan perkara tersebut oleh penyidik Kejaksaan Agung.
Namun, pada 20 Juli 2021, Ketua KPK Firli Bahuri menyatakan telah menghentikan supervisi penanganan kasus Joko. MAKI menilai, penghentian supervisi itu bentuk penelantaran perkara yang mengakibatkan penanganan perkara menjadi terkendala. Selain itu, menimbulkan ketidakpastian hukum.
Ini terutama karena sosok ”king maker” yang disebutkan berulang kali dalam percakapan Anita dan Pinangki belum terungkap. Padahal, ia meyakini sosok ”king maker” merupakan auktor intelektualis di balik upaya melepaskan Joko dari jerat hukum dua tahun penjara yang dijatuhkan Mahkamah Agung pada 2009 dalam kasus korupsi Bank Bali.
Untuk diketahui, sosok ”king maker” disebutkan pula dalam pertimbangan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta sebagai auktor intelektualis pembebasan Joko. Namun, majelis hakim menyatakan tidak mampu menggali siapa ”king maker”.
Atas permohonan praperadilan tersebut, KPK menyatakan, supervisi terhadap kasus Joko telah selesai saat berkas perkara dilimpahkan ke pengadilan. KPK yang diwakili kuasa hukumnya, yakni Ahmad Burhanudin, Iskandar Marwanto, Natalia Kristianto, dan Martin Septiano Tobingm menyatakan, dalil dan petitum pemohon tidak berdasar dan mengada-ada. Oleh karena itu, KPK meminta hakim untuk menolak permohonan pemohon.