MKD Diminta Tak Mengulur Penanganan Laporan terhadap Azis Syamsuddin
MKD memutuskan menunggu pengadilan sebelum memproses laporan terhadap Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin. Azis disebut dalam berkas dakwaan bekas penyidik KPK, Stepanus Robin Pattuju, memberikan uang suap kepada Stepanus.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mahkamah Kehormatan Dewan atau MKD tak kunjung memeriksa Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin meski sudah lebih dari tiga bulan politisi Partai Golkar itu dilaporkan atas dugaan pelanggaran etik. Sejumlah alasan yang dikemukakan MKD dinilai sengaja dibuat untuk mengulur waktu pemeriksaan.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Jawa Tengah, Hibnu Nugroho mengatakan, MKD semestinya bisa lebih responsif dan tidak mengulur waktu untuk menindaklanjuti laporan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin. Apalagi isu seputar dugaan pelanggaran yang Azis lakukan terus berkembang di masyarakat. ”Tindak lanjut laporan ini sangat bergantung pada niatan MKD, ingin segera menuntaskan atau mengulur-ulurnya,” kata Hibnu dihubungi dari Jakarta, Sabtu (4/9/2021).
Menurut Hibnu, penanganan dugaan pelanggaran etik Azis dapat dilakukan beriringan dengan proses hukum yang dilakukan KPK. MKD tidak perlu menunggu hasil kerja KPK ataupun vonis pengadilan. Sebab, ranah penanganan masalah hukum yang dilakukan Azis sebagai pribadi berbeda dengan masalah etik yang dilakukannya sebagai anggota DPR.
”Jangan sampai nanti KPK sudah berjalan, sedangkan penanganan kasus etiknya terlambat. Itu akan sangat disayangkan dan tentu dipertanyakan masyarakat,” ujar dia.
Selain itu, MKD memiliki preseden yakni ketika menangani perkara etik mantan Ketua DPR Setya Novanto pada 2017. Saat itu, MKD memproses dugaan pelanggaran etik yang dia lakukan meski proses hukum terkait korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) yang menjeratnya masih berjalan. Namun, sebelum putusan dijatuhkan oleh MKD, Setya Novanto lebih dulu mengundurkan diri dari jabatannya.
Menurut Hibnu, saat ini dibutuhkan kejernihan dan obyektivitas MKD dalam memandang perkara Azis. Namun, itu tidak berarti penanganan laporan bisa terus dimundurkan. ”Selama ini, alasannya itu mengada-ada,” katanya.
Diberitakan sebelumnya, sejumlah kelompok masyarakat melaporkan Azis karena dugaan pelanggaran kode etik ke MKD. Setidaknya terdapat lima laporan yang disampaikan antara lain oleh Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI), Komite Pemantau Legislatif (Kopel), Gerakan Pemuda Islam, dan Koalisi DPR Bersih.
Laporan yang dimaksud terkait dengan dugaan suap mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ajun Komisaris Stepanus Robin Pattuju, dari Wali Kota Tanjung Balai, Sumatera Utara, M Syahrial. Azis diduga ikut andil dalam pertemuan dua tersangka tersebut karena pertemuan dilakukan di rumah dinas Azis di Jakarta Selatan. Saat ini, Stepanus Robin Pattuju berstatus terdakwa. Adapun Azis merupakan saksi dalam perkara ini.
Pada Kamis (2/9/2021), Jaksa KPK Heradian Salipi telah melimpahkan berkas perkara Stepanus Robin Pattuju dan terdakwa lain, yakni Maskur Husain, ke Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Dalam dokumen dakwaan yang diunggah di Sistem Informasi Penelusuran Perkara PN Jakarta Pusat, disebutkan bahwa Stepanus dan Maskur diduga menerima hadiah atau janji berupa uang dengan jumlah keseluruhan Rp 11,025 miliar. Uang tersebut di antaranya diberikan oleh Azis Syamsuddin dan kader Partai Golkar, Aliza Gunado, sebesar Rp 3,009 miliar serta 36.000 dollar AS atau sekitar Rp 512 juta.
Namun, hingga saat ini MKD belum memeriksa Azis. Terakhir, pada awal Juli lalu, Wakil Ketua MKD dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Trimedya Panjaitan mengatakan, penanganan laporan sulit dilakukan karena adanya pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di Jawa dan Bali. Selain itu, empat orang di sekretariat MKD saat itu tengah terpapar Covid-19. Meski demikian, ia berjanji laporan tidak akan kedaluwarsa dan segera ditindaklanjuti setelah memasuki masa sidang pertama 2021-2022 (Kompas, 7/7/2021).
Tunggu fakta hukum
Wakil Ketua MKD dari Fraksi Gerindra Habiburrokhman mengatakan, MKD belum bisa memproses dugaan pelanggaran etik Azis. Pihaknya harus menunggu fakta persidangan karena kasus yang dilaporkan ke MKD terkait dengan kasus hukum yang tengah berjalan. ”Misalnya soal bertemu atau tidak, mentransfer atau tidak, itu, kan, harus terbukti secara hukum,” katanya.
Habiburrokhman mengakui, penanganan pelanggaran etik tidak selamanya harus menunggu vonis pengadilan. Namun, dalam kasus etik yang beririsan dengan kasus hukum, MKD telah memutuskan untuk selalu mendahulukan kerja penegak hukum. Ini disebutnya berkaca dari penanganan kasus etik Setya Novanto.
Terkait dengan disebutnya Azis dalam dakwaan Stepanus, katanya, MKD menghormati proses hukum yang tengah berlangsung di pengadilan tipikor. Kasus ini merupakan pelanggaran hukum sekaligus etik sehingga DPR tidak boleh memengaruhinya dengan membuat putusan yang prematur.
”Seperti kita ketahui bahwa surat dakwaan adalah awal dari rangkaian proses persidangan, Jika kelak sudah ada putusan pengadilan, kami akan menyesuaikan. Intinya MKD benar-benar menempatkan hukum sebagai panglima, jadi kami tidak mau offside mendahului proses hukum yang sedang berjalan,” katanya.