Buka Penyelidikan Baru untuk Ungkap ”King Maker” Perkara Joko Tjandra
Tiga majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta dilaporkan ke KY. Mereka dituduh menghalangi Napoleon Bonaparte membuka skenario serta otak di balik pengurusan fatwa MA untuk Joko Tjandra oleh eks Jaksa Pinangki.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar/Nikolaus Harbowo
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Keterlibatan pihak lain yang diduga berada di balik perkara pelarian Joko Tjandra mestinya diungkap aparat penegak hukum. Laporan atau pengaduan dari masyarakat bisa menjadi pintu masuk untuk mengungkap sosok king maker dalam perkara pengurusan fatwa Mahkamah Agung yang melibatkan Joko dan eks Jaksa Pinangki Sirna Malasari.
Setelah Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menggugat pra-peradilan karena Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghentikan supervisi penyidikan, giliran Napoleon Bonaparte melaporkan tiga hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta ke Komisi Yudisial.
Napoleon adalah mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Kepolisian Negara RI (Polri) yang menjadi salah satu terdakwa kasus penghapusan nama Joko dari daftar pencarian orang Interpol. Laporan diajukan karena Napoleon menduga terjadi pelanggaran etik dan pedoman perilaku hakim dalam mengadili perkara itu.
Kuasa hukum Napoleon, Ahmad Yani, ketika dihubungi, Minggu (29/8/2021), mengatakan, pada persidangan tanggal 8 Februari 2021 Napoleon meminta kepada majelis hakim untuk membuka rekaman pembicaraan antara dirinya, Tommy Sumardi, dan Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo. Rekaman tersebut terdapat pengakuan dari Tommy Sumardi.
Namun, pada waktu yang sudah ditentukan, penuntut umum menyatakan keberatan atas dihadirkannya Tommy Sumardi dan dibukanya rekaman tersebut. Majelis hakim pun menerima keberatan penuntut umum dan hanya meminta agar rekaman tersebut diberikan dalam bentuk diska lepas (flashdisk).
”Seharusnya hakim membuka diri, bahkan mengejar terus untuk membuktikan kebenaran materiil. Karena kalau rekaman tersebut dibuka, akan ketahuan skenario dan dugaan keterlibatan pihak-pihak lain. Itulah janji Pak Napoleon untuk buka-bukaan. Tapi, dia kecewa karena tidak bisa buka-bukaan,” ujar Yani.
Menurut Yani, di dalam rekaman tersebut terdapat informasi mengenai pihak yang diduga menerima aliran dana dari Joko Tjandra. Ia menduga, rekaman tak dibuka di pengadilan karena perkara itu melibatkan nama orang-orang penting.
Atas dasar itulah, Napoleon melaporkan majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta ke KY. Hakim dinilai menghalang-halangi proses hukum.
Kalau rekaman tersebut dibuka, akan ketahuan skenario dan dugaan keterlibatan pihak-pihak lain. Itulah janji Pak Napoleon untuk buka-bukaan. Tapi, dia kecewa karena tidak bisa buka-bukaan.
Sementara dalam perkara penghapusan nama Joko Tjandra, lanjut Yani, Napoleon memutuskan mengajukan kasasi. Ia memohon MA untuk memutuskan bahwa seluruh dakwaan terhadapnya tidak terbukti.
Secara terpisah, Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengatakan, peluang aparat penegak hukum, khususnya KPK, untuk mengungkapkan pihak-pihak di balik kasus pelarian Joko Tjandra semakin terbuka lebar. Terlebih, Boyamin mengaku memiliki dokumen, termasuk bukti, adanya king maker. Sosok itu, bahkan, telah terkonfirmasi di pengadilan.
”Dengan belum terungkapnya king maker, KPK wajib melakukan penyelidikan karena alasan pengambilalihan perkara itu salah satunya apabila diduga ada yang terlibat tapi tidak diproses. Tapi, yang paling gampang adalah melakukan penyelidikan sendiri atas dasar laporanku untuk dikembangkan menjadi penyidikan untuk mencari king maker dan apa perannya,” tutur Boyamin.
Menurut Boyamin, sosok king maker tersebut kemungkinan ada dua orang. Satu di antaranya adalah tokoh atau oknum politisi, dan seorang lainnya merupakan oknum aparat penegak hukum. Mereka inilah yang diduga menyuruh atau setidaknya merestui adanya pertemuan antara Pinangki Sirna Malasari dan Joko Tjandra di Kuala Lumpur, Malaysia.
King maker juga diduga berperan untuk menghubungkan atau mengenalkan ke Joko Tjandra melalui kaki-tangannya. Dengan demikian, Joko Tjandra percaya kepada Pinangki untuk mengurus fatwa bebas Mahkamah Agung.
Salah satu peran sosok di belakang layar itu adalah mengatur pertemuan antara Pinangki dan Joko Tjandra yang difasilitasi Rahmat. Dengan demikian, Rahmat tak bergerak sendiri, melainkan hanya suruhan atau menjalankan arahan orang lain. Rahmat adalah saksi dalam kasus pengurusan fatwa bebas MA bagi Joko Tjandra.
”Dari gambaran-gambaran itulah mestinya tugas KPK adalah mencari dan menelusuri itu. Dulu saya sudah menyampaikan dan (laporan saya) mengerucut ke KPK, tapi KPK tidak bergerak. Makanya saya menggugat praperadilan KPK,” tutur Boyamin.
Sebelumnya, pada 11 September 2020, MAKI menyampaikan materi dugaan tindak pidana korupsi terkait Joko Tjandra dan Pinangki Sirna Malasari ke KPK melalui surat elektronik. Seminggu kemudian, MAKI diundang untuk memperdalam informasi terkait king maker.
KPK pun kemudian melakukan supervisi dan koordinasi terkait perkara tersebut. Namun, pada 30 Juli 2021, Ketua KPK Firli Bahuri menyatakan telah menghentikan supervisi perkara tindak pidana korupsi pengurusan fatwa oleh king maker sebagai auktor intelektualis
Sementara itu, Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, proses hukum yang berjalan, termasuk proses kasasi di MA, harus dihormati. Namun, setiap penanganan perkara oleh KPK diawali dengan adanya laporan masyarakat yang kemudian dilakukan verifikasi dan analisis data.
Oleh karena itu, lanjut Ali, masyarakat yang mengetahui adanya indikasi pidana korupsi diharapkan melapor ke aparat penegak hukum, baik KPK, kejaksaan, maupun kepolisian.
”KPK sesuai kewenangan yang diberikan undang-undang siap menindaklanjuti setiap laporan masyarakat jika ada indikasi korupsi dimaksud,” kata Ali.
Secara terpisah, Juru Bicara Komisi Yudisial Miko Ginting membenarkan bahwa KY telah menerima laporan masyarakat atas nama kuasa hukum Irjen Napoleon Bonaparte. Saat ini laporan tersebut sedang diperiksa terkait kelengkapan dan kelayakannya untuk dperiksa lebih lanjut.