Penyidik Kejaksaan Agung tengah mendalami piutang macet sebesar Rp 181,1 miliar di Perusahaan Umum Perikanan Indonesia atau Perum Perindo yang diduga sebagai akibat dari kontrol perusahaan yang lemah.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kejaksaan Agung terus memeriksa para pejabat di manajemen Perusahaan Umum Perikanan Indonesia atau Perum Perindo yang kini bernama PT Perikanan Indonesia (Persero) sebagai saksi dalam rangka penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi. Penyidik tengah mendalami piutang macet sebesar Rp 181,1 miliar di perusahaan itu yang diduga sebagai akibat dari kontrol perusahaan yang lemah.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung) Leonard Eben Ezer Simanjuntak dalam keterangan pers tertulis, Selasa (24/8/2021), mengatakan, kemarin penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung telah memeriksa dua saksi dari manajemen Perum Perindo. Keduanya adalah MT selaku Direktur Keuangan dan IA selaku anggota Komite Risk Management.
Kemudian hari ini, penyidik memeriksa tiga saksi. Mereka adalah DA selaku Manajer Perbendaharaan dan Pembiayaan Perum Perindo, ARH selaku Kepala Departemen Litigasi Perum Perindo, dan WP selaku Vice President Perdagangan, Penangkapan, dan Pengelolaan Perum Perindo.
Pemeriksaan tersebut merupakan tindak lanjut dari Surat Perintah Penyidikan Nomor PRINT-25/F.2/Fd.2/08/2021 tanggal 2 Agustus 2021 untuk melakukan penyidikan dugaan perkara tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan dan usaha Perum Perindo tahun 2016-2019.
Dugaan korupsi di Perum Perindo diduga berawal ketika perusahaan itu menerbitkan surat utang jangka menengah (medium term note/MTN) pada 2017. Dari penerbitan MTN, Perum Perindo mendapatkan dana Rp 200 miliar yang dicairkan pada Agustus dan Desember 2017.
Perum Perindo menggunakan dana tersebut untuk modal kerja perdagangan. Hal itu terlihat dari meningkatnya pendapatan perusahaan dari Rp 223 miliar pada 2016 menjadi Rp 1 triliun pada 2018 yang kontribusi terbesarnya berasal dari perdagangan.
Namun, pencapaian yang melibatkan semua unit usaha di Perum Perindo tersebut menimbulkan kontrol terhadap perdagangan menjadi lemah. Salah satu indikasinya, masih terjadinya transaksi meski mitra kerja Perum Perindo terindikasi macet.
”Kontrol yang lemah dan pemilihan mitra kerja yang tidak hati-hati menjadikan perdagangan pada saat itu, perputaran modal kerjanya melambat dan akhirnya sebagian besar menjadi piutang macet sebesar Rp 181.196.173.783,” tutur Leonard.
Ikuti proses hukum
Secara terpisah, Corporate Secretary PT Perikanan Indonesia (Persero) Boyke Andreas mengatakan, perseroan akan mengikuti prosedur hukum yang berlaku. Perseroan juga berkomitmen untuk menaati dan menghormati segala proses hukum yang sedang berjalan sesuai tata kelola perusahaan yang baik.
”Sesuai tata kelola perusahaan yang baik, kami mengikuti proses hukum yang berjalan. Kami menghormati ini semua karena Indonesia adalah negara hukum,” kata Boyke, sebagaimana dikutip dalam keterangan pers.
Menurut Boyke, perseroan berupaya untuk meningkatkan integritas dan profesionalisme sumber daya manusia. Salah satunya dengan menggandeng Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara Kejagung untuk mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dua belah pihak dalam bidang perdata dan tata usaha negara.
Perseroan, lanjut Boyke, juga menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi untuk melakukan pelatihan dan seminar antikorupsi. Hal itu dilakukan guna meningkatkan kesadaran sumber daya manusia untuk taat hukum.