Menanti Babak Akhir Perjalanan Perkara Dugaan Korupsi Bansos Juliari…
Pada 23 Agustus 2021, pada siang hari, vonis terhadap Juliari Batubara akan dibacakan oleh majelis hakim pengadilan tipikor yang diketuai hakim Muhammad Damis. Seperti apa perjalanan kasusnya?
Oleh
Dian Dewi Purnamasari
·5 menit baca
Suasana pagi di sebuah hotel di Malang, Jawa Timur, mendadak panik saat bekas Menteri Sosial Juliari Batubara melihat berita running text di televisi, 5 Desember 2020. ”OTT Pejabat Kemensos oleh Komisi Pemberantasan Korupsi”. Itulah bunyi berita yang mengacaukan agenda kunjungan kerja Juliari kala itu.
Saat itu, KPK baru saja melakukan operasi tangkap tangan terhadap bekas Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kementerian Sosial Matheus Joko Santoso di Jakarta. Anak buah Juliari itu ditangkap dengan barang bukti uang tunai Rp 14,5 miliar, 2 unit sepeda Brompton, dan beberapa barang bukti lainnya. Uang diduga diterima dari perusahaan penyedia (vendor) bansos sembako untuk penanganan Covid-19 di kawasan Jabodetabek.
Dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, bekas pejabat Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Kemensos Adi Wahyono menceritakan, berita itu sekejap membuat heboh Juliari dan pejabat Kemensos yang ikut kunker di Malang.
Sebagai orang yang terlibat dalam dugaan korupsi bansos penanganan Covid-19 itu, Adi pun langsung dipanggil ke kamar hotel tempat Juliari menginap. Juliari meminta bawahannya itu untuk tetap tenang dan pasang badan dalam perkara dugaan suap pengadaan bansos tersebut.
”Saya dipanggil ke kamarnya (Juliari), ada ruang tamu. Ada dirjen. Saat itu Pak Menteri bilang ’Mas bantu saya Mas, jangan libatkan yang lain’,” beber Adi saat memberikan keterangan sebagai saksi di Pengadilan Tipikor, 12 Juli 2021.
Saksi lain, yaitu ajudan Juliari, Eko Budi Santoso, mengungkapkan, Juliari saat itu sangat panik. Seharusnya dia dijadwalkan pulang dari Malang ke Jakarta menggunakan pesawat carter pribadi. Namun, karena gusar dengan berita OTT KPK, dia memilih jalan darat.
Jalan darat dipilih agar dia bisa tetap memantau perkembangan kasus di KPK. Sesampainya di Jakarta, Sabtu dini hari, Juliari menyerahkan diri ke KPK. Mengenakan jaket dan topi hitam, Juliari tampak tenang saat tiba di gedung KPK.
”Fee” Rp 10.000 per paket
Pascarangkaian peristiwa itu, KPK mendakwa lima orang dalam dugaan korupsi pengadaan bansos sembako untuk penanganan Covid-19 bulan April-November 2020. Tiga pejabat Kemensos, yaitu Juliari Batubara, Adi Wahyono, dan Matheus Joko Santoso, menjadi terdakwa dari pihak pemerintah. Adapun dari pihak swasta ialah vendor bansos, yaitu karyawan PT Hamonganan Sude Harry Van Sidabukke dan Direktur Utama PT Tigapilar Agro Utama Ardian Iskandar Maddanatja. Harry dan Ardian sudah divonis Pengadilan Tipikor Jakarta.
Dalam tuntutan yang ajukan Jaksa Penuntut Umum KPK, Juliari yang menjabat sebagai mantan Wakil Bendahara Umum PDI-P itu didakwa menerima suap senilai total Rp 32,4 miliar dari sejumlah vendor sembako bansos. Suap bersumber dari potongan fee Rp 10.000 per paket bansos senilai Rp 300.000.
Uang diterima melalui anak buahnya, yaitu Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso. Adi dan Joko menyebut potongan fee Rp 10.000 per paket bansos adalah perintah langsung dari Juliari. Bahkan, Juliari selalu menetapkan target setoran Rp 20 miliar-Rp 35 miliar dalam setiap putaran pengadaan bansos.
Jaksa KPK M Nur Azis mengatakan, uang yang dikumpulkan dari perusahaan penerima kuota pengadaan paket sembako bansos itu digunakan untuk keperluan pribadi Juliari. Uang digunakan untuk menyewa pesawat jet dalam kunjungan kerja Kemensos di berbagai daerah, honor pengacara untuk kasus anak di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, honor penyanyi dangdut dalam acara Kemensos, hingga diserahkan kepada pengurus DPC PDI-P Kendal, Jawa Tengah.
Dalam nota pembelaannya, Juliari tak mengakui perbuatannya itu. Dia menuding anak buahnya dan jajaran pejabat Kemensos justru yang berinisiatif untuk melakukan suap. Dia menyebut, sebagai menteri baru, dia belum memahami regulasi dan mekanisme pengadaan barang dan jasa di Kemensos. Terlebih, untuk program penanganan Covid-19 itu, Kemensos dituntut bekerja secara cepat dan tanggap.
Namun, jaksa tetap tak bergeming. Mereka tetap pada keyakinan menuntut Juliari 11 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan. Juliari juga dituntut membayar uang pengganti Rp 14,5 miliar dan dicabut hak pilih politiknya selama empat tahun setelah menjalani pidana pokok.
Putusan ultra petita
Peneliti Divisi Hukum Indonesia Corruption Watch Kurnia Ramadhana menilai tuntutan KPK kepada Juliari masih jauh dari rasa keadilan. Sebab, korupsi dilakukan di masa pandemi dengan status bencana nasional nonalam. Korupsi juga berdampak langsung terhadap masyarakat miskin yang seharusnya mendapatkan manfaat dari program bansos.
Akibat korupsi itu, kualitas bansos yang diterima masyarakat rendah dan banyak dikeluhkan. Seharusnya jaksa bisa menuntut dengan hukuman maksimal seperti yang diatur di pasal 12 huruf b UU Pemberantasan Tipikor. Pasal itu mengatur ancaman hukuman hingga seumur hidup dan denda Rp 1 miliar.
Dengan tuntutan 11 tahun, Kurnia berharap hakim dapat mengambil langkah progresif dengan menjatuhkan hukuman di atas tuntutan jaksa (ultra petita). Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta juga pernah menjatuhkan putusan ultra petita kepada Jaksa Pinangki Sirna Malasari dalam perkara pengurusan fatwa Mahkamah Agung untuk buronan cessie Bank Bali Joko Tjandra.
Pinangki dituntut empat tahun penjara, tetapi hakim menggajar dengan vonis 10 tahun penjara. Walaupun setelah itu, putusan disunat menjadi empat tahun di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Selain itu, hakim Pengadilan Tipikor Jakarta juga pernah membuat putusan di atas tuntutan jaksa lainnya dalam perkara suap penghapusan nama Joko Tjandra dari daftar pencarian orang (DPO). Bekas Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte divonis empat tahun penjara dari tuntutan tiga tahun penjara. Adapun bekas Kepala Biro Koordinator dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri divonis tiga tahun enam bulan dari tuntutan 2,5 tahun penjara.
”Vonis maksimal seharusnya bisa memberikan efek jera dan mencegah potensi terjadinya kasus korupsi serupa di masa pandemi,” kata Kurnia.
Pada 23 Agustus 2021, pada siang hari, rencananya, vonis terhadap Juliari Batubara akan dibacakan majelis hakim Pengadilan Tipikor yang diketuai hakim Muhammad Damis. Putusan itu ditunggu-tunggu dan dikawal oleh masyarakat terutama korban korupsi bansos Kemensos. Akankah palu hakim menghadirkan rasa keadilan bagi masyarakat?