Jajak Pendapat ”Kompas”: Baliho Politisi Tidak Etis, Parpol Akan Evaluasi
Hasil jajak pendapat Litbang ”Kompas” yang dirilis hari ini menguatkan pandangan bahwa pemasangan baliho politisi parpol di tengah pandemi Covid-19 tidak etis. Baliho juga tak memengaruhi pilihan pemilih.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU/NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setelah menuai respons negatif dari publik, sejumlah partai politik yang intens mengampanyekan elite di partainya melalui media luar ruang, seperti baliho dan billboard, akan mengevaluasi strategi politiknya tersebut. Kerja-kerja konkret membantu masyarakat, terutama saat ini ketika masyarakat kesulitan menghadapi pandemi Covid-19, akan diprioritaskan.
Berdasarkan hasil jajak pendapat oleh Litbang Kompas pada 18-20 Agustus 2021 yang dirilis hari Senin (23/8/2021) ini di harian Kompas dan Kompas.id, sebagian besar responden (74,8 persen) menilai langkah politisi memasang iklan politik saat pemerintah dan masyarakat fokus menangani Covid-19 tidak etis. Selain itu, sebanyak 68,9 persen responden menyatakan baliho politisi parpol tidak memengaruhi pilihan di pemilu.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Jajak pendapat dilakukan terhadap 522 responden, berusia minimal 17 tahun dari 34 provinsi. Pengumpulan pendapat melalui telepon. Sampel ditentukan secara acak dari responden panel Litbang Kompas sesuai proporsi jumlah penduduk di tiap provinsi. Dengan metode ini, pada tingkat kepercayaan 95 persen, nirpencuplikan penelitian lebih kurang 4,29 persen.
Sejak beberapa bulan terakhir, baliho politik terlihat di ruas-ruas jalan utama di sejumlah kota di Indonesia. Di antaranya baliho Ketua DPR sekaligus politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Puan Maharani, yang membawa slogan ”Kepak Sayap Kebhinnekaan”, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dengan slogan ”Kerja untuk Indonesia-Airlangga Hartarto 2024”, dan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar dengan narasi ”Padamu Negeri Kami Berbakti”.
Menanggapi hasil jajak pendapat tersebut, Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto, Senin (23/8/2021), mengatakan, sejak awal, pemasangan baliho Puan hanya merupakan salah satu alat komunikasi politik yang diterapkan partai. Selain itu, PDI-P mengintensifkan pula komunikasi politik melalui media sosial.
Namun, di luar itu semua, PDI-P tetap memprioritaskan kerja-kerja konkret untuk membantu masyarakat, terutama saat ini ketika masyarakat kesulitan menghadapi pandemi Covid-19. Sebagai contoh, kader beserta simpatisan PDI-P gotong royong membangun dapur umum, melaksanakan program vaksinasi Covid-19, dan melakukan gerakan menanam tanaman yang bisa dimakan.
”Bagi PDI Perjuangan, karena fungsi elektoral lebih merupakan resultante kerja politik kerakyatan, turun ke bawah, maka PDI Perjuangan bergerak memadukan pesan politik lewat udara. Namun, komunikasi politik melalui kerja konkret di lapangan yang paling dikedepankan,” katanya.
Imbas dari strategi kombinasi tersebut, menurut Hasto, sudah terlihat dari hasil survei sejumlah lembaga survei. Elektabilitas PDI-P tertinggi di antara parpol lain.
Tradisi otokritik
Meski demikian, lanjut Hasto, mengingat kehidupan politik yang sangat dinamis, PDI-P akan terus mengevaluasi efektivitas komunikasi politik partai. Bagi PDI-P, komunikasi politik harus berlangsung dua arah, dan partai membangun tradisi kritik dan otokritik agar apa yang dilakukan partai senapas dengan kehendak rakyat. Pada saat bersamaan, partai akan terus menyampaikan gagasan bagi masa depan guna mendorong kemajuan dalam kehidupan bangsa.
”Di situlah kami terus diingatkan bahwa seluruh desain komunikasi politik harus mendorong upaya mencerdaskan kehidupan bangsa,” tambahnya.
Selain PDI-P, Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid pun mengatakan hasil jajak pendapat Litbang Kompas akan dijadikan masukan untuk berbenah diri. ”Agar kami mampu menyerap aspirasi masyarakat sekaligus mencari solusinya,” katanya.
Wakil Ketua MPR dari Fraksi PKB ini mengatakan, PKB tidak pernah mengutamakan sosialisasi melalui media luar ruang seperti baliho. Jajaran pengurus dan kader PKB akan berpegang pada maklumat Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar agar segenap jajaran PKB turun membantu masyarakat menghadapi pandemi Covid-19.
”Masyarakat yang harus diutamakan. Baliho cuma bagian kecil dari kegiatan hari lahir PKB,” tambahnya.
Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, pun mendorong parpol mengevaluasi strategi kampanye melalui media luar ruang di tengah pandemi tersebut. Bahkan lebih baik jika strategi itu dibatalkan. Jika itu yang dilakukan, parpol bisa menuai simpati dari publik.
”Pemasangan baliho itu kontraproduktif dengan kondisi saat ini. Di tengah masyarakat yang sedang kesulitan ekonomi dan menghadapi persoalan pandemi, justru mereka pasang baliho. Apalagi orang tahu, pasang baliho atau billboard itu mahal. Wajar kalau kemudian masyarakat menilai pemasangan baliho itu, kok, tidak sensitif banget. Di tengah orang kelaparan dan kesusahan, malah membuang uang untuk pemilu di 2024 yang masih lama,” ujarnya.
Hasil jajak pendapat Litbang Kompas pun dilihatnya menguatkan besarnya respons negatif publik terhadap baliho politik. Sebaiknya, lanjut Adi, strategi mempromosikan diri ataupun parpol melalui media luar ruang dilakukan setelah kerja nyata membantu masyarakat ditunjukkan.
”Kalau mau bicara strategi politik, mestinya diawali dengan kerja nyata dulu. Pasang baliho itu nanti setelah elite-elite di baliho itu bekerja maksimal, kelihatan membantu masyarakat,” ujarnya.