Mengintip Proses Penerimaan Tetamu Presiden dan Wapres di Istana...
Setiap presiden dan wakil presiden memiliki cara tersendiri dalam menerima tamu. Namun, tetap ada prosedur yang harus dilalui, terutama pada masa pandemi Covid-19. Seperti apa prosesnya?
Dalam daftar agenda Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin beberapa waktu terakhir ini, kerap tertulis "intern". Padahal, biasanya, dalam agenda resmi dan harian itu terdapat agenda rapat-rapat terbatas, sidang kabinet, atau kegiatan Presiden atau Wapres lainnya, yang informasinya bisa dibagikan kepada wartawan di pagi hari, untuk persiapan peliputan.
Namun, meskipun tertera sebagai agenda intern, tak jarang ada acara mendadak sehingga wartawan tetap harus siap. Terutama, jika Presiden Jokowi atau Wapres Amin ingin bertemu tamu khusus yang diundangnya.
Memang, meski tertulis agenda intern, tak berarti tiada kegiatan dalam acara Presiden atau Wapres. Bisa saja dalam hari tersebut, di tengah agenda intern ada juga beberapa tamu yang bertemu dengan Presiden atau Wapres. Atau, justru ada rapat-rapat yang memang tidak dipublikasikan.
Ketua MPR Bambang Soesatyo, misalnya, Selasa (3/8/2021), bertemu dengan Wakil Presiden Ma’ruf Amin di kediaman resmi Wapres, Jalan Diponegoro, Jakarta. Sebelumnya, pertemuan serupa dilakukan oleh Bambang Soesatyo dengan Presiden Jokowi di Istana Merdeka.
Dalam pertemuan dengan Wapres, Bamsoet, demikian sebutan akrabnya, didampingi istri, anak, serta menantunya. Sementara Wapres Amin didampingi Nyonya Wuri. Bamsoet menemui Wapres Amin, saat itu, untuk memberi kabar soal akad nikah anaknya sekaligus memperkenalkan pasangan calon pengantin, selain berbincang-bincang mengenai topik-topik terhangat, seperti penanganan Covid-19.
Baca juga : Istana Kembali Batasi Tamu Presiden
Sebelumnya, pada awal Maret 2021, Presiden Jokowi secara internal juga bertemu mantan ketua MPR Amien Rais di Istana Merdeka. Pertemuan tersebut tentu mengejutkan pers karena Amien sebelumnya sempat menyatakan tidak ingin bertemu dengan Jokowi. Sontak pertemuan yang awalnya tertutup mendadak dibuka oleh Biro Pers Media dan Indonesia ke kalangan pers.
Presiden didampingi Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD. Amien Rais yang dalam kapasitas Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) Laskar Front Pembela Islam (FPI) menemui Presiden Jokowi didampingi inisiator TP3 lainnya, seperti Abdullah Hehamahua, Marwan Batubara, Muhyiddin Junaidi, dan tiga orang lainnya. Acara awalnya tak dipublikasikan ke pers, tetapi selesai acara, keterangan persnya dipublikasikan ke media.
Selain itu, dalam rangkaian agendanya, Presiden juga bertemu sejumlah tokoh nasional, seperti Presiden ke-5 RI Megawati Soekanoputri, Guntur Soekarno, ataupun pimpinan partai politik dan tokoh-tokoh agama dan lainnya. Namun, acara ini tidak dipublikasikan, baik agendanya maupun hasil pertemuannya. Tetamu seperti ini tentu tak melulu terdeteksi wartawan. Sebab, banyak pertemuan yang tak dipublikasikan alias dicatat sebagai agenda intern semata.
Memorandum kebijakan
Lalu bagaimana Presiden dan Wapres bisa bertemu dengan tokoh-tokoh dan pejabat negara seperti itu? Seperti apa proses dan mekanismenya di Istana? Sejauh ini, setidaknya, hal itu dapat ditelusuri dengan adanya tiga agenda harian Presiden dan Wapres. Agenda-agenda ini terkait dengan siapa tamu-tamu yang akan diterima oleh Presiden dan Wapres, serta diumumkan atau tidaknya kepada pers untuk peliputannya.
Baca juga : Kidung Tolak Bala dan Estetika Istana
Agenda yang pertama ialah agenda kenegaraan, seperti kunjungan tamu negara, kunjungan kenegaraan atau pejabat penting negara lainnya, serta pelantikan menteri atau pejabat negara dan kepala daerah. Acara ini resmi diumumkan kepada wartawan peliput Istana oleh Staf Biro Pers Media dan Informasi Sekretariat Presiden, di bawah Deputi Protokol Pers dan Media Setpres, Kementerian Sekretariat Negara.
Agenda kedua tak lain agenda resmi Presiden atau Wapres, seperti peresmian proyek, peresmian pabrik, pembukaan konferensi atau sidang kabinet, dan rapat terbatas. Acara ini juga secara resmi diumumkan kepada pers dan dapat diliput.
Sebaliknya, agenda internal merupakan acara tertutup yang tidak diumumkan kepada wartawan karena sifatnya sangat rahasia atau sensitif dan belum bisa dipublikasikan. Agenda ini bisa saja bersifat mendadak rapat atau bertemu tokoh-tokoh tertentu sehingga tidak dipublikasikan acaranya ataupun hasil-hasilnya. Namun, bisa juga karena kehendak Presiden atau Wapres, acara ini bisa dipublikasi mengingat topik yang dibahasnya.
Sebut saja seperti pertemuan dengan Amien Rais yang dipublikasikan. Agenda dengan Megawati ataupun Guntur Soekarno tidak dipublikasikan. Agenda Presiden atau Wapres seperti ini bisa saja tidak diumumkan kepada pers sama sekali, tetapi diumumkan di lingkar dalam Presiden atau Wapres, seperti di pejabat Deputi Protokol Pers dan Media, Sekretaris Pribadi Presiden, Kepala Sekretariat Presiden, Sekretariat Militer Presiden, atau ke Sekretaris Kabinet dan Menteri Setneg. Kadang, agenda internal ini baru diketahui oleh para pejabat Istana pada satu atau dua jam sebelumnya.
Menurut Kepala Sekretariat Presiden, Kementerian Setneg, Heru Budi Hartono, pertemuan ataupun undangan kepada Presiden Jokowi disampaikan melalui loket di Kementerian Setneg atau surat elektronik dan faksimile dalam sistem persuratan elektronik di Kementerian Setneg. Surat kemudian didigitalisasi dalam Sistem Persuratan dan Disposisi Elektronik (SPDE) kepada Menteri Setneg.
Dari Mensesneg didisposisikan terlebih dahulu kepada Deputi Hubungan Kelembagaan (Hublem) Setneg untuk dikaji, ditelaah dan digodok isi suratnya, waktu, dan urgensinya. Hublem Setneg sendiri terbagi dua. Pertama, yang menangani kelembagaan dan kementerian serta kedua yang khusus menangani lembaga non-kementerian atau lembaga.
Dari Hublem ke Mensesneg dikirim hasil kajian dan telaahnya dalam memorandum kebijakan lewat SPDE ke Sekretaris Pribadi Presiden untuk dilihat jadwal, waktu, dan urgensinya untuk Presiden. Jika urgen dan disetujui Presiden, baru memorandum kebijakan dikirim ke Kepala Sekretariat Presiden. Bila dirasa lebih sesuai ditangani menteri atau menteri koordinator, surat tersebut bisa didisposisi kepada Wapres, menteri atau menko. Bila dinilai relevan untuk Presiden, laporannya dilanjutkan kepada Sespri.
Secara resmi, Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono menjelaskan, pertemuan ataupun undangan kepada Presiden Joko Widodo disampaikan melalui kotak surat pelayanan Presiden. Semua kemudian didigitalisasi dalam Sistem Persuratan dan Disposisi Elektronik (SPDE) sehingga Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Kepala Sekretariat Presiden, dan Sekretaris Pribadi (Sespri) bisa membacanya.
”Biasanya Mensesneg memberi beberapa alternatif, lalu Presiden memilih. Kalau misalnya (permintaan audiensi) diterima, Mensesneg menjadwalkan bersama jajaran Sekretariat Presiden,” kata Heru.
Sekretariat Presiden kemudian berkomunikasi dengan calon tamu tersebut untuk menginformasikan jadwal dan syarat untuk bertemu dengan Presiden serta memastikan berapa orang tamu yang akan diterima. Di masa pandemi ini, syarat tes usap menjadi wajib.
Bila menteri mengundang Presiden untuk kunjungan kerja ke daerah tertentu untuk satu acara peresmian, surat-menyurat serupa tetap harus dilakukan. Kendati demikian, prosesnya bisa lebih cepat karena menteri bisa berkomunikasi langsung dengan Presiden, Mensesneg, dan Kepala Sekretariat Presiden.
Baca juga : Seusai Dilantik, Presiden Menerima Tamu Kehormatan
Kendati demikian, semua tetap melewati prosedur ini. Sebab, dari surat-menyurat itu dipersiapkan tim yang akan menangani kunjungan kerja tersebut. Tetamu yang dijadwalkan khusus tentu saja ada. Namun, tentu semua tetap mengikuti prosedur saat itu. Tim Sekretariat Presiden pun tetap menyiapkan lokasi tempat menunggu, jamuan minum, sampai mempersilakan tamu ke tempat pertemuan.
Lebih longgar
Meskipun proses penerimaan tamu dan penyusunan agenda di Sekretariat Wapres, hampir sama. Sebaliknya, proses dan mekanismenya justru lebih longgar.
Para tamu Wapres Amin juga menjalani prosedur yang mirip dengan di Istana Presiden. Surat-surat masuk dalam boks penerimaan surat, yang akan dikaji oleh Sekretaris Wapres. Apalagi di masa pandemi Covid-19, tamu yang ingin menemui Wapres Amin secara langsung dibuat semakin terbatas. Protokol kesehatan yang wajib dipatuhi bagi seluruh tamu Wapres antara lain adalah melakukan tes usap dengan metode polymerase chain reaction (PCR).
Ketika bertemu fisik dengan Wapres Amin, para tamu juga diminta memakai masker ganda serta tabir muka atau face shield. ”Secara umum, (biasanya) menerima tamu virtual. Tapi, ada secara khusus menerima tamu secara fisik, biasanya adalah tamu perorangan,” kata Masduki.
Tamu yang akan datang terlebih dulu harus melaporkan rencana kedatangan tersebut sejak dua hingga tiga hari sebelumnya. Selanjutnya, Wapres Amin sendiri yang akan menentukan apakah para tamu akan diterima fisik atau virtual. ”Biasanya minta masukan urgensi masalahnya apa. Baru diputuskan, oke saya bertemu secara fisik aja. Saya pengin ketemu dia. Saya pengin ngobrol apa-apa gitu. Lebih banyak beliau yang menentukan,” ucap Masduki.
Urgensi pertemuan fisik antara lain adalah apabila spefisik menyangkut masalah kenegaraan. Selain itu, pertemuan fisik juga dilakukan ketika membahas masalah tertentu yang tidak bisa dibicarakan secara terbuka. Salah satu contohnya adalah ketika Kepala Badan Intelijen Negara Budi Gunawan meminta pertemuan fisik membahas mengenai kondisi terkini negara.
Masalah krusial lain semisal ketika Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian ingin bertemu secara khusus untuk membahas tentang Papua. Selain itu, ada pula pertimbangan kedekatan secara pribadi. ”Misal ada kiai ingin ketemu. ’Oh, ya, ya ada kiai dulu pernah ada makna dan riwayat khusus. Oke, saya pengin ketemu dia. Saya ingin minta masukan terkait hal-hal yang terkait perkembangan isu-isu keagamaan’. Itu bisa diterima khusus,” tutur Masduki.
Baca juga : Terima Kunjungan Pompeo, Presiden Jokowi: Pahami Kepentingan Negara Berkembang dan Negara Muslim
Dari segi jumlah, tamu yang dijamu secara fisik memang merosot dibanding sebelum pandemi. Saat ini, tamu yang datang langsung bisa hanya sekali dalam beberapa minggu. Namun, jika dinilai sangat penting, Wapres Amin bisa memutuskan beberapa kali pertemuan fisik selama satu pekan.
Sejak masa awal pandemi Covid-19, Wapres Amin memang lebih banyak berkantor dan menerima tamu secara virtual dari kediaman resmi Wapres di Jalan Diponegoro. Dari rumah dinas pula, Wapres Amin intensif menggelar rapat koordinasi dengan satuan tugas atau Satgas Penanganan Covid-19 bersama pemerintah provinsi hingga kabupaten/kota di seluruh Jawa dan Bali.
Menerima tamu secara virtual cenderung tidak merepotkan bagi Wapres Amin. Namun, tim Wapres harus benar-benar menyiapkan kelengkapan alat komunikasi demi kelancaran pertemuan.
Menerima tamu secara virtual cenderung tidak merepotkan bagi Wapres Amin. Namun, tim Wapres harus benar-benar menyiapkan kelengkapan alat komunikasi demi kelancaran pertemuan. Jika Wapres Amin harus mengikuti pertemuan virtual pada pukul 10.00, kru seperti juru kamera dan juru video harus sudah mempersiapkan peralatan dari pukul 06.00.
Wapres Amin baru akan datang ke Istana Wakil Presiden di Jalan Merdeka Selatan apabila ada acara tertentu. Salah satunya adalah ketika Wapres Amin menghadiri acara pelantikan pamong praja muda Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) pada Selasa (3/8/2021). Mewakili Presiden Joko Widodo, Wapres Amin hadir secara fisik bersama Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD.
Baca juga : Ulang Tahun Presiden Soeharto
Pengalaman mantan Presiden
Lantas bagaimana perihal tetamu Istana ini dari masa ke masa? Langgam Presiden Soeharto dalam menerima tamu antara lain dapat kita simak dari otobiografinya; Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya yang dipaparkannya pada G Dwipayana dan Ramadhan KH. Cuplikan mengenai hal ini tersua di bab 81 yang berjudul ”Tata Kerja Saya dan Kedudukan Para Pembantu Saya”.
Tertulis di sana, antara lain, tempat Pak Harto menemui tamu disesuaikan dengan tamu dan kedudukan tamu tersebut. ”Saya menerima credential di Istana Merdeka. Menerima tamu negara harus di Istana Negara. Kalau sifatnya nasional atau sehari-hari, saya menerimanya di Bina Graha, sedangkan yang sedikit jumlahnya saya terima di rumah,” katanya.
Menurut Pak Harto pengaturan seperti itu, termasuk menerima tamu di rumah, ada alasannya. ”Untuk bergerak ke Istana atau ke Bina Graha memerlukan energi dan biaya yang tidak kecil. Pengawalan Kepala Negara dari rumah di Jalan Cendana ke Istana atau ke Bina Graha memerlukan pengeluaran yang cukup berarti,” ujarnya.
Tempo-tempo, lanjut Pak Harto, lalu lintas juga terganggu oleh deretan kendaraan pengawalan. Pak Harto tidak mau melibatkan banyak orang cuma karena menerima satu atau dua orang tamu. ”Jadi, bukan karena saya malas, melainkan karena efisiensi. Dan saya mengambil prinsip, di mana pun saya harus bisa melaksanakan tugas saya. Ya, di Istana, ya di Bina Graha, ataupun di rumah. Saya harus bersedia bekerja 24 jam,” katanya.
Baca juga : Asian Games, dari Soekarno ke Jokowi
Perihal persiapan penyambutan tamu, Bung Karno pernah memerintahkan pembangunan guest house yang dipersiapkan bagi Presiden Amerika Serikat (AS) John Fitzgerald Kennedy. Salah satu ajudan Bung Karno, yakni Bambang Widjanarko, mengisahkan hal ini dalam bukunya yang berjudul Sewindu Dekat Bung Karno.
Selepas Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Non Blok di Beograd, Yugoslavia, pada tahun 1961, Bung Karno melawat ke AS. Di Gedung Putih, Bung Karno diterima dengan hormat dan hangat oleh Presiden Kennedy. Di kesempatan tersebut Bung Karno menyampaikan kepada Kennedy hasil KTT Non Blok dan juga membicarakan kepentingan Indonesia terkait Irian Barat.
”Kelihatan benar BK (Bung Karno) sangat gembira akan hasil yang dicapainya. Seketika itu juga ia mengundang Presiden Kennedy agar datang ke Indonesia menjadi tamu pemerintah dan rakyat Indonesia,” kata Bambang.
Presiden Kennedy berjanji akan datang ke Indonesia di musim semi tahun 1964. Aku begitu gembira sehingga aku membentuk suatu tim arsitek dan insinyur untuk menyelesaikan guest house untuk dirinya, terletak dalam lingkungan halaman istana. Aku menyesal bahwa ia (Presiden Kennedy) tidak pernah bisa datang.
Kennedy menyetujui dan akan menentukan kemudian waktunya. Begitu kembali ke Tanah Air, Bung Karno segera memerintahkan perencanaan pembangunan guest house di dalam kompleks Istana Jakarta. Bung Karno ingin Presiden Kennedy menjadi tamu pertama yang menginap di guest house yang kini menjadi Wisma Negara tersebut. Namun, belum sempat bertamu ke Indonesia, Presiden Kennedy terbunuh di Dallas, Texas.
”Presiden Kennedy berjanji akan datang ke Indonesia di musim semi tahun 1964. Aku begitu gembira sehingga aku membentuk suatu tim arsitek dan insinyur untuk menyelesaikan guest house untuk dirinya, terletak dalam lingkungan halaman istana. Aku menyesal bahwa ia (Presiden Kennedy) tidak pernah bisa datang,” kata Presiden Soekarno pada buku berjudul Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat yang ditulis Cindy Adams.
Baca juga : Yudhoyono Kunjungi Kediaman Prabowo Bahas Lanjutan Koalisi
Sementara itu, dalam bukunya yang berjudul SBY Selalu Ada Pilihan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menuliskan bahwa menerima tamu resmi baik dari dalam maupun luar negeri merupakan salah satu dari kegiatan resmi. Kegiatan resmi lainnya adalah memimpin sidang kabinet baik paripurna ataupun bidang politik, hukum, dan keamanan; ekonomi; dan kesejahteraan rakyat. Atau, rapat kabinet terbatas untuk membahas masalah-masalah tertentu, menghadiri berbagai acara resmi yang dilaksanakan kementerian atau daerah, dan memanggil serta memberi arahan kepada menteri.
”Penutup kegiatan harian presiden, di malam hari, sering pula saya menerima tamu yang tidak sempat diacarakan pada siang hari. Setelah kegiatan tamu di malam hari itu, jika tidak ada lagi laporan hal-hal yang menonjol dari Sespri yang memerlukan arahan dan instruksi dari saya, berarti kegiatan resmi saya hari itu telah berakhir,” kata SBY.