Nuansa Merah Putih yang Diharap Hadirkan Kebanggaan...
Sambut HUT Ke-76 RI, pesawat kepresidenan BBJ 2 seolah turut bersolek. Badan atas pesawat dicat merah, badan bawahnya dibiarkan warna putih. Harapannya, jelang 17 Agustus nanti, nuansa Merah Putih akan beri kebanggaan.
Oleh
Mawar Kusuma Wulan, C Anto Saptowalyono, Nina Susilo
·5 menit baca
Menyambut HUT Ke-76 Republik Indonesia, pesawat kepresidenan Boeing Business Jet 2 seolah turut bersolek. Cat baru berwarna merah dioleskan menggantikan warna asli biru muda yang sebelumnya melekat pada badan pesawat sejak pertama kali mendarat di Pangkalan TNI Angkatan Udara Halim Perdanakusuma, April 2014. Sementara warna putih di bagian bawah pesawat tetap dipertahankan sehingga memunculkan warna serupa kibaran Sang Saka Merah Putih.
Menurut Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey T Machmudin saat dihubungi, Rabu (4/8/2021), warna nuansa kebangsaan memang sudah dipilih. Harapannya, jelang 17 Agustus mendatang bisa memberikan kebanggaan. ”Saat itu diputuskan untuk ganti cat dalam rangka peringatan kemerdekaan. Ada beberapa pilihan warna, tapi yang dipilih warna yang lebih bernuansa kebangsaan, merah putih,” ujarnya.
Sejak 2019, pengecatan pesawat BBJ 2 sebenarnya sudah direncanakan. Waktu itu disiapkan untuk perayaan HUT Ke-75 RI tahun 2020. Proses pengecatannya merupakan pekerjaan satu paket dengan heli Super Puma dan pesawat British Aerospace 146 (Bae-RJ 85) yang dipakai Wakil Presiden. Karena pada 2019 pesawat BBJ 2 belum memasuki jadwal perawatan rutin, pengecatan pun dilakukan terlebih dahulu untuk heli Super Puma dan pesawat RJ.
Bey menambahkan, perawatan rutin pesawat memiliki interval waktu yang sudah ditetapkan dan harus dipatuhi sehingga jadwal perawatan pun harus dilaksanakan tepat waktu. Perawatan terakhir BBJ 2 dilakukan pada 2017 sehingga pemeriksaan berikutnya pada 2021.
”Perawatan rutin pesawat BBJ 2 jatuh pada 2021 merupakan perawatan check C sesuai rekomendasi pabrik. Maka, tahun ini dilaksanakan perawatan sekaligus pengecatan yang bernuansa merah putih sebagaimana direncanakan sebelumnya. Waktunya pun lebih efisien karena pengecatan dilakukan bersamaan dengan proses perawatan,” tutur Bey.
Penghamburan anggaran
Namun, karena tanpa pengumuman resmi perubahan warna pesawat dari Istana Kepresidenan, pengecatan ulang pesawat yang dibeli di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan harga 89,6 juta dollar AS atau Rp 847 miliar itu pun segera menuai polemik, terutama di media sosial. Cukup banyak warganet yang mempertanyakan urgensi pengecatan yang menelan biaya sekitar Rp 2 miliar itu. Pemerintah pun dituding tak sensitif dan menghamburkan uang di masa pandemi Covid-19.
”Hari gini masih aja foya-foya ubah warna pesawat kepresidenan, biaya cat ulang pesawat setara B 737-800 berkisar antara 100.000 sampai dengan 150.000 dollar Amerika Serikat, sekitar Rp 1,4 miliar sampai dengan Rp 2,1 miliar,” ujar pengamat penerbangan Alvin Lie di akun media sosialnya.
Saat dihubungi, Alvin menyebut bahwa pengecatan pesawat kepresidenan kali ini murni hanya untuk kepentingan estetika, bukan terkait aspek keselamatan. ”Yang saya masalahkan timing-nya. Negara sedang tak baik-baik, dampak pandemi terasa secara ekonomi dan sosial, lakukan prioritas kebijakan,” ujar Alvin.
Apalagi, penggunaan pesawat kepresidenan dinilai sangat minimal dibandingkan pesawat komersial. Dalam setahun, ia memperkirakan jam terbang pesawat kepresidenan hanya 500-600 jam.
Selain karena jarang dipakai, cat pesawat kepresidenan bisa makin awet karena pesawat diparkir di dalam hanggar yang terlindung dari sengatan matahari serta guyuran hujan. Bandingkan dengan pesawat komersial yang diparkir di bawah paparan matahari dan hujan.
Fungsi utama pengecatan adalah untuk perlindungan terhadap korosi. Badan pesawat yang terbuat dari metal memang lebih rentan korosi. Cat pesawat ini dibuat khusus agar bisa tahan panas dan dingin di ketinggian 30.000 kaki yang suhunya bisa minus 10 derajat celsius.
”Yang saya masalahkan timing-nya. Negara sedang tak baik-baik, dampak pandemi terasa secara ekonomi dan sosial, lakukan prioritas kebijakan” (Pengamat Penerbangan Alvin Lie)
Dulu, saat pesawat kepresidenan dicat warna biru langit seperti warna khas Partai Demokrat di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi (Kompas, 11/4/2014) berdalih itu untuk keamanan karena dapat dijadikan kamuflase di udara. Warna biru juga dianggap serasi dengan warna khas TNI Angkatan Udara yang akan mengoperasikan pesawat. Warna dipilih dari 14 alternatif yang sebelumnya didesain tim di Kementerian Setneg dengan melibatkan TNI AU.
Sekretaris Jenderal Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran Misbah Hasan menyatakan, pengecatan ulang pesawat kepresidenan pada kondisi seperti sekarang ini menunjukkan bahwa pemerintah tak sensitif terhadap kondisi masyarakat yang masih bergelut dengan Covid-19. Apalagi, kondisi keuangan negara sedang tak baik.
”Defisit APBN mencapai Rp 971,2 triliun atau 5,5 persen terhadap PDB (produk domestik bruto). Itu estimasi APBN 2021. Kalau di 2020, defisit APBN kita Rp 1.039,2 triliun atau 6,3 persen terhadap PDB,” kata Misbah.
Senada, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal ketika dimintai pandangan menuturkan, saat masyarakat sedang kesulitan menghadapi pandemi, pemerintah semestinya memiliki empati atau sense of crisis. ”Dan, itu harus dimulai dari Presiden sendiri selaku kepala pemerintahan,” katanya.
Ketika terjadi gelombang kedua Covid-19, lanjut Faisal, beban APBN jadi lebih berat karena tuntutan intervensi pemerintah lebih besar untuk mengatasi pandemi dari segi kesehatan dan menyelamatkan ekonomi. Realokasi dan pemfokusan kembali anggaran semestinya jadi lebih disiplin lagi dalam kondisi seperti ini.
Realokasi anggaran Covid-19
"Tidak ada pelanggaran anggaran dan aturan apa pun dengan penggantian cat ini. Sebab, Kementerian Setneg selama 2020 dan 2021 sudah menghemat sekitar Rp 500 miliar untuk realokasi anggaran penanganan Covid-19" (Kepala Sekretariat Presiden Kementerian Setneg Heru Budi Hartono)
Kepala Sekretariat Presiden Kementerian Setneg Heru Budi Hartono menampik anggapan penggantian cat ini sebagai penghamburan anggaran. Menurut dia, tidak ada pelanggaran anggaran dan aturan apa pun dengan penggantian cat ini. Sebab, Kementerian Setneg selama 2020 dan 2021 sudah menghemat sekitar Rp 500 miliar untuk realokasi anggaran penanganan Covid-19.
Selain itu, perawatan pesawat harus detail dan tepat waktu untuk keselamatan penerbangan. ”Perawatan (pesawat) tidak bisa dihindari sebab untuk keselamatan penerbangan. Perawatan juga dilakukan di GMF (Garuda Maintenance Facility), sekaligus membantu industri dalam negeri,” katanya.
Sejauh ini, BBJ 2 menjalani berbagai jenis pengecekan. Pengecekan harian dilakukan mulai dari pengecekan sebelum terbang, pengecekan di antara penerbangan, hingga pengecekan mingguan. ”Dulu C check tiga tahun setelah pesawat tiba (2014), tahun 2017. Tapi, di tahun 2017, dilihat pesawat ini tidak digunakan tiap hari, jadi cukup empat tahunan untuk C check ini,” ujar Heru.